Scroll untuk baca artikel
Nasional

Luhut B Panjaitan: AI Bukan Monster

7
×

Luhut B Panjaitan: AI Bukan Monster

Sebarkan artikel ini
Ketua Dewan Ekonomi Indonesia Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, artificial intelligence (AI, kecerdasan buatan), bukan monster. AI adalah alat; alat untuk meningkat kesejahteraan manusia, karena itu harus dikendalikan manusia

BISNISASIA.CO.ID, VATIKAN – Ketua Dewan Ekonomi Indonesia Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, artificial intelligence (AI, kecerdasan buatan), bukan monster. AI adalah alat; alat untuk meningkat kesejahteraan manusia, karena itu harus dikendalikan manusia.

Ia mengakan hal itu dalam pidato pembukaan Konferensi Algorethics and Governance, yang diselenggarakan oleh Scholas Occurentes di Saint John Paul II Auditorium, Pontifical Universita Urbaniana, Vatikan. Hadir pada konferensi itu para peserta dari banyak negara; antara lain Indonesia, Brasil, Argentina, Spanyol, Albania, Mozambik, Ukraina, Polandia, dan Italia.

Scholas Uccurentes adalah Yayasan Kepausan. Pada 19 Mei 2022, Paus Fransiskus meresmikan Scholas Occurrentes International Movement di Pontifical Urbaniana University, Vatikan.

Akar Scholas Occurrentes dapat ditemukan dalam proyek-proyek pendidikan yang diciptakan untuk anak-anak di daerah miskin di kota Buenos Aires, atas prakarsa Uskup Agung saat itu, Kardinal Jorge Mario Bergoglio. Sejak berdirinya, yayasan ini telah berkembang menjadi jaringan sekolah di seluruh dunia yang berbagi aset mereka, dengan tujuan bersama dan perhatian khusus kepada mereka yang paling membutuhkan.

Misinya adalah menjawab panggilan untuk menciptakan budaya perjumpaan dan menyatukan kaum muda. Di Indonesia Yayasan Scholas Uccurentes ini antara lain berkarya di Bogor.

Baca Juga :   Swasembada Bawa Dampak Fiskal: Bea Masuk Pangan Turun, Bea Keluar Naik Tajam

Alat Manusia

Luhut menekankan bahwa AI “adalah, dan harus tetap menjadi alat” di tangan manusia. Karena masa depan umat manusia akan ditentukan oleh inovasi teknologi. Maka, inovasi teknologi haruslah berpusat pada keutamaan martabat manusia.

Sebagaimana dikatakan Paus Fransiskus, Juni 2024 dalam konvensi international tentang ‘Generative Artificial Intelligence and Technocratic Paradigm,’ yang diselenggarakan Centesimus Annus Pro Pontifice Vatican Foundation, AI sebagai alat yang berpotensi ampuh untuk kebaikan. Tetapi Paus menekankan kebutuhan mendesak untuk mengembangkan dan menggunakannya secara etis, dengan fokus pada pelayanan terhadap martabat manusia dan kebaikan bersama.

Dalam pidatonya mengenai Tanggung Jawab Moral untuk membangun AI yang melayani dan meningkatkan kemanusiaan, Luhut antara lain mengatakan AI membawa janji yang besar untuk penemuan, pembelajaran dan kreativitas umat manusia.

Namun, katanya, AI juga dapat mendistorsi kebenaran dan memperlebar ketidakadilan jika tidak didasarkan pada tujuan etis. Untuk itu IA harus selalu menjadi alat untuk kemanusiaan yang didasarkan pada keadilan, kasih sayang, dan solidaritas.

Luhut juga mengutip pesan Paus Fransiskus yang menyatakan, bahwa teknologi tidak boleh merendahkan derajat dan martabat manusia. Untuk itu, AI harus mendukung pembelajaran, meningkatkan kesempatan, dan memperkuat hubungan antar manusia.

Baca Juga :   Solusi Berbasis AI untuk Masyarakat Underbanked di Indonesia

Kata Luhut, AI harus menerangi potensi manusia dan bukannya menutupi potensinya.

Tindakan Nyata

Kata Luhut pendidikan merupakan alat untuk meningkatkan kemanusiaan. Untuk itu, di Indonesia telah diperkenalkan sebuah gerakan metode pembelajaran dengan nama GASING (GAmpang, aSIk, menyenaNGkan). Metode ini dikembangkan oleh Yohanes Surya sehingga menjadikan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan bukan sebuah ketakutan.

Metode Gasing adalah suatu metode pembelajaran matematika dengan langkah demi langkah yang membuat anak menguasai matematika secara gampang, asyik dan menyenangkan.

Metode ini, misalnya pada tahun 2008, diperkenalkan dan diterapkan pada siswa di Tolikara, Papua, tempat di mana indeks manusianya paling rendah di Indonesia saat itu. Di Tolikara, ketika itu, seorang siswa SMA belum bisa menghitung operasi perkalian 1-10, bahkan mengoperasikan penjumlahan masih belum lancar.

Anak daerah itu dibawa ke Jakarta untuk diberikan pelatihan. Dalam waktu 6 bulan, siswa itu mampu menguasai seluruh materi SD, yang seharusnya diajarkan selama 6 tahun.

Pendidikan dengan menggunakan Metode Gasing ini telah dilakukan di wilayah Indonesia mulai dari Papua sampai dengan Sumatera dimana anak-anak belajar melalui tawa, permainan dan nyanyian. Dengan metode ini pendidikan merupakan alat untuk transformasi dan bukan hanya sebagai informasi.

Baca Juga :   Metrodata Perkuat Ekosistem Hybrid AI Lewat Sponsorship Dataiku Summit 2025

Berpusat pada Manusia

Sebagaimana dikatakan Paus Fransiskus beberapa waktu lalu, bahwa AI harus berpusat pada manusia, Luhut menyatakan perlu seruan global untuk pengembangan AI yang berpusat pada manusia. Yakni, melindungi martabat manusia di dalam semua sistem yang dibangun.

Selain itu juga mendorong inklusifitas sehingga setiap komunitas dapat berpartisipasi dalam era AI; Memperkuat pendidikan sebagai pondasi bagi kemajuan yang berkeadilan.

Yang tidak kalah penting, kata Luhut, adalah melestarikan identitas budaya dan jangan membiarkan teknologi menghancurkannya. “AI hendaknya mengangkat kemanusiaan dengan memprioritaskan pada orang-orang yang miskin dan rentan,” katanya.

Di akhir pidatonya Luhut mengatakan bahwa konferensi-konferensi saja tidak cukup. Tetapi harus dilanjutkan dengan tindakan nyata. Negara-negara lain, bisa belajar dari Indonesia, misalnya yang sudah menerapkan Metode Gasing.

Sekali lagi, Luhut menegaskan, AI yang merupakan transformasi besar umat manusia “harus tetap sebagai alat” di tangan manusia. (KBRI Takhta Suci)