BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintahan baru di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto diharapkan perlu terus mendorong menteri dan kepala Lembaga maupun BUMN sebagai Instansi Penjuru untuk proaktif memanfaatkan keanggotaan Indonesia di organisasi internasional (OI) antar-pemerintah untuk menarik lebih banyak pertemuan internasional ke Indonesia.
Karena semakin banyak Indonesia menjadi tuan rumah event pertemuan internasional atau MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) akan memberikan banyak dampak positif bagi ekonomi, sebagai lokomotif bagi bergeraknya perdagangan, investasi dan pariwisata; pembukaan lapangan kerja yang massif, terbukanya pasar baru bagi produk Indonesia, peningkatan apresiasi kebudayaan Indonesia, dan peningkatan kerja sama di berbagai bidang, dan lainnya.
Berdasarkan data, pada tahun 2021 diketahui Indonesia menjadi anggota pada 200 organisasi internasional antar-pemerintah yang diampu oleh 49 Kementerian/Lembaga selaku Instansi Penjuru, seperti pada PBB, ASEAN, dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan lainnya.
“Kita punya keanggotaan ratusan organisasi internasional dan tiap tahun pemerintah membayar iuran keanggotaan yang cukup mahal, jadi harus dimanfaatkan optimal untuk mendukung diplomasi multilateral dan pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif sekaligus mendapatkan benefit baru bagi ekonomi, lapangan kerja, kebudayaan, kerja sama, pasar baru, dan lainnya,” kata Ketua Umum DPP Indonesia Congress and Convention Association (INCCA) Dr Iqbal Alan Abdullah, MSc, CMMC.
“Jika setiap kementerian atau lembaga selaku Instansi Penjuru mampu menarik dua saja pertemuan internasional diselenggarakan di Indonesia maka kita sudah punya 400 kegiatan pertemuan internasional di Indonesia dalam satu tahun. Belum lagi swasta dan NGO. Coba bayangkan berapa besar dampak positifnya bagi kita, ekonomi, tenaga kerja, devisa, dan lainnya. Itu juga sebabnya saya yakin era Prabowo nanti industri MICE kita akan meningkat,” sambungnya.
Instansi Penjuru sendiri adalah lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, atau lembaga nonstruktural yang menjadi narahubung utama antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Organisasi Internasional.
Demi memperkuat relasi Indonesia dengan berbagai organisasi internasional, Iqbal bahkan menyarankan agar pemerintah ke depan mendorong makin banyak organisasi internasional yang berafiliasi dengan asosiasi di Indonesia, baik itu asosiasi profesi, NGO dan lainnya, yang dapat dibantu melalui pemberian kemudahan berupa pembiayaan iuran yang dibayarkan pemerintah melalui instansi pengampu atau Instansi Penjurunya.
Dijelaskan, berbagai jenis pertemuan bisa dimanfaatkan oleh Instansi Penjuru, yang tidak terbatas hanya pada pertemuan annual, conference atau congress 4-5 tahunan, tapi bisa bentuk lain yang jumlahnya cukup besar seperti pertemuan regional, pelatihan, rapat kerja dan lainnya.
“Jadi Pak Presiden terpilih nanti bisa mendorong para menteri atau kepala lembaga sebagai pengampu organisasi internasional untuk proaktif melakukan lobi agar organisasi internasional dilakukan di Indonesia. Itu bisa dijadikan bagian dari keberhasilan dari kementerian/ lembaga atau diplomasi kita,” sambung Iqbal yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua The Asian Federation of Exhibition and Convention Associations (AFECA) selama tiga periode.
Kata Iqbal lagi, membangkitkan wisata MICE merupakan bagian dari strategi pengembangan ekonomi, perdagangan,investasi dan pariwisata serta manfaat lain sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2019 tentang Keanggotaan dan Kontribusi Indonesia pada Organisasi Internasional. Apalagi Presiden terpilih Prabowo Subianto terakhir ini tampak mulai aktif menjalankan berbagai pertemuan dengan para petinggi dunia dalam kerangka diplomasi ekonomi, perdagangan, industri, pertahanan dan keamanan.
“Pertemuan ini merupakan sinyal yang sangat positif, dimana ke depan konferensi internasional ini bisa menjadi pintu diplomasi perdagangan, investasi dan lainnya yang membantu pemerintah dalam mencapai tujuannya di fora internasional,” ucapnya.
Bukan hanya di sektor organisasi antar-pemerintah, peluang besar juga ada pada asosiasi-asosiasi internasional,seperti asosiasi profesi hingga non-governmental organization (NGO) yang peluangnya juga sangat besar untuk diselenggarakan pertemuan mereka di Indonesia.
“Asosiasi internasional ini sangat banyak jenisnya. Untuk medis saja ada banyak asosiasi profesi yang terpisah, mulai gigi, anestesi, tulang, mata, paru, jiwa, forensik, bedah plastik dan lainnya. Asosiasi-asosiasi ini juga harus kita dorong agar kita aktif bahkan bisa duduk di dewan atau komisi eksekutif asosiasi sehingga bisa berperan dalam pengambilan keputusan asosiasi, dan nanti berjuang membawa pertemuan asosiasinya ke Indonesia. Dalam hal ini pemerintah perlu juga mempersiapkan insentif,” sambung Iqbal lagi.
Data Union of International Association (UIA) menunjukkan ada 75.000 organisasi internasional, dimana 42.000 diantaranya merupakan organisasi aktif, meliputi organisasi antarpemerintah (IGO) dan organisasi nonpemerintah internasional (INGO). Organisasi internasional memiliki nama mulai dari assosiation, union, federation, society, alliance, confederation, foundation, movement, league, fellowship, dan lainnya.
Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2019 menggariskan keanggotaan dan kontribusi Indonesia bertujuan untuk meningkatkan: peran dan kinerja Indonesia di fora internasional; hubungan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah negara lain; dan kepercayaan masyarakat internasional. Keanggotaan dan Kontribusi Indonesia diabdikan sebesarbesarnya untuk kepentingan nasional.