BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Di zaman teknologi yang serba canggih seperti sekarang, mencari pasangan melalui aplikasi sudah menjadi hal yang biasa.
Dalam survei terbaru dari Populix yang bertajuk “Indonesian Usage Behavior and Online Security on Dating Apps” terungkap bahwa 63% responden menyatakan mereka adalah pengguna aplikasi kencan online, dengan mayoritasnya didominasi oleh generasi milenial.
Tinder (38%), Tantan (33%) dan Bumble (17%) menjadi aplikasi kencan online yang paling banyak digunakan oleh mayoritas responden.
Hal ini menandakan popularitas dari aplikasi tersebut cukup tinggi di masyarakat Indonesia.
Selain aplikasi tersebut, aplikasi kencan lain yang digunakan oleh responden meliputi Omi (13%), Dating.com (12%), Badoo (10%), Taaruf.id (7%), OkCupid (7%) dan Muslima (5%).
“Kehadiran aplikasi kencan online yang semakin menjamur di Indonesia memperlihatkan peran teknologi digital dalam membentuk kebiasaan baru untuk membangun hubungan, bahkan dalam mencari pasangan hidup.
Namun, dari mayoritas pengguna aplikasi kencan hanya sebagian kecil yang lanjut sampai jenjang pernikahan. Data memperlihatkan bahwa aplikasi kencan utamanya tidak digunakan untuk mencari pasangan hidup, melainkan untuk mendapatkan teman chat, penasaran ingin mencoba, dan untuk bersenang-senang,” ujar Eileen Kamtawijoyo, COO & Co-Founder Populix.
Aplikasi kencan umumnya digunakan di malam hari, setelah masyarakat selesai melakukan aktivitas keseharian mereka.
Sebagian besar pengguna menggunakan aplikasi kencan kurang dari setahun belakangan, menunjukkan bahwa aplikasi kencan merupakan fenomena yang masih relatif baru.
Menariknya, sebanyak 37% pengguna menyatakan keraguan mereka akan menemukan pasangan hidup melalui aplikasi kencan online.
Di sisi lain, dari total responden yang menggunakan aplikasi kencan online, hanya terdapat 20% pengguna yang berhasil menemukan pasangan hingga memasuki jenjang pernikahan atau hubungan yang serius.
Keraguan dan pandangan masyarakat tentang peran aplikasi kencan online dalam mencari pasangan hidup juga tidak dapat dilepaskan dari pengalaman mereka di aplikasi.
Survei mengungkap 56% responden menyatakan pernah mengalami kejadian tidak menyenangkan di aplikasi.
Beberapa kejadian tidak menyenangkan ini meliputi penipuan profil (71%), penggunaan bahasa yang kasar atau tidak sopan (52%), pelecehan seksual (30%), perselingkuhan (23%), penipuan uang (22%), cyberstalking (21%), dan pencurian identitas atau doxing (21%).
Kejadian-kejadian tersebut mendorong pengguna untuk menjadi lebih berhati-hati dalam berinteraksi di platform.
Mayoritas responden mengatakan akan mengecek profil secara menyeluruh sebelum memulai percakapan yang lebih serius, serta memastikan untuk tidak membagikan informasi pribadi kepada orang yang baru dikenal maupun mencantumkannya pada laman profil.
Sebelum memutuskan untuk bertemu secara langsung, mayoritas pengguna juga akan membangun komunikasi dan mengecek profil media sosial terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan keinginan untuk membangun keakraban dan kepercayaan dengan orang yang baru mereka temui di aplikasi, sebelum melangkah lebih jauh.
Selain itu, pengalaman tidak menyenangkan ini juga disinyalir menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya pergeseran perilaku yang signifikan pada 55% responden yang bersedia membayar biaya langganan premium aplikasi kencan demi bertemu dengan pengguna aplikasi yang lebih meyakinkan dan serius, serta mendapatkan tambahan fitur yang lebih aman dan canggih.
Lebih dari setengah responden rela mengalokasikan anggaran hingga Rp 100.000 per bulan untuk berlangganan pada aplikasi kencan online premium.
“Dari survei ini terlihat bahwa aplikasi kencan online memiliki tantangan dalam hal keamanan pengguna. Oleh karena itu, seiring dengan meningkatnya popularitas aplikasi kencan online, penting bagi setiap pengguna untuk memiliki kesadaran dan pemahaman dalam menjaga informasi pribadi, serta bagi penyedia aplikasi untuk terus mengambil langkah-langkah serius guna memastikan aplikasi mereka aman bagi setiap pengguna,” tutup Eileen.