Scroll untuk baca artikel
HeadlineTeknologi

CEO Trend Micro Eva Chen Dorong Penyeimbangan Risiko dan Daya Tahan Keamanan Siber

26
×

CEO Trend Micro Eva Chen Dorong Penyeimbangan Risiko dan Daya Tahan Keamanan Siber

Sebarkan artikel ini
Trend Micro - Di GovWare Conference and Exhibition 2024 yang berlangsung di Singapura, Eva Chen, CEO & Cofounder Trend Micro Incorporated (TYO: 4704; TSE: 4704), pemimpin industri keamanan siber dunia, mendorong berbagai pihak agar melakukan penataan ulang di industri keamanan siber.

Chen menganjurkan pola pikir baru di tengah revolusi AI, serta pentingnya visibilitas yang lebih baik atas risiko pada “attack surface” yang kian berkembang

BISNISASIA.CO.ID, SINGAPURA – Eva Chen, CEO & Cofounder Trend Micro Incorporated mendorong berbagai pihak agar melakukan penataan ulang di industri keamanan siber.

Imbauan ini dilatarbelakangi riset baru Trend Micro yang mengungkap risiko besar yang dihadapi berbagai perangkat, akun, dan aset komputasi awan (cloud) di Asia Tenggara dan dunia. Menurutnya, penjaga keamanan jaringan harus benar-benar makin mengenali berbagai risiko pada titik rentan dalam sistem siber (attack surface).

Dalam Cyber Risk Report edisi terbaru, didapati bahwa akses ilegal terhadap aplikasi cloud yang berisiko tinggi menjadi ancaman terbesar di Asia Tenggara pada Semester I-2024. Apalagi, berbagai perusahaan di wilayah ini semakin bergantung pada layanan cloud, serta ingin menangkap peluang dari teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI).

Baca Juga :   Bank Indonesia Tegaskan Stabilitas Rupiah Terjaga

Riset ini mengkaji risiko yang dihadapi berbagai aset dengan data telemetri dari platform Trend Vision One™. Dengan data tersebut, Trend Micro menentukan risiko-risiko terbesar yang terdapat pada sebuah organisasi.

Akun lama dan tidak aktif, serta data sensitif yang dikirim ke luar jaringan perusahaan, juga menjadi risiko yang kerap muncul di Asia Tenggara. Maka, laporan ini menilai Asia Tenggara memiliki risiko terbesar kedua di antara wilayah lain setelah Amerika, bahkan tingkat risiko rata-rata di Asia Tenggara tercatat 43,2. Telekomunikasi, pertanian, dan pendidikan merupakan tiga industri teratas di wilayah tersebut yang memiliki skor risiko rata-rata tertinggi.

Sebagai eksekutif yang telah lama berkarier di industri keamanan siber, Eva menyampaikan pandangannya di GovWare Conference and Exhibition 2024—ajang terkemuka di industri keamanan siber Asia.

Baca Juga :   Kelompok Ransomware Bertarget Telah Berkembang dalam Jumlah dan Kecanggihan, Kata Ahli Kaspersky

Menurutnya, pelaku industri harus menyeimbangkan antara risiko teknologi dan daya tahan keamanan siber pada era AI. Berdasarkan perspektif dari ribuan klien perusahaan, Eva membahas pendekatan keamanan siber yang lebih berbasiskan risiko agar target keamanan siber selaras dengan target bisnis. Pendekatan tersebut juga meningkatkan postur keamanan siber sekaligus menopang inovasi dan kesinambungan bisnis.

Eva Chen mengatakan, saat ini dunia tengah berada dalam fase penting ketika peran keamanan siber harus berkembang lebih dari sekadar melawan ancaman.

Sejalan dengan kehadiran AI dan teknologi transformatif lain yang kian marak, berbagai perusahaan berhadapan dengan dua tantangan–melindungi organisasi dari serangan siber yang semakin canggih, serta mewujudkan inovasi dan pertumbuhan.

“Berbagai perusahaan pun harus proaktif mengelola risiko siber, mulai dari membangun visibilitas komprehensif dan mempelajari attack surface. Langkah tersebut juga menjamin inovasi yang dijalankan berbagai perusahaan, serta meningkatkan daya tahan di tengah lanskap digital yang cepat berubah,” kata Eva di  acara GovWare Conference and Exhibition 2024 yang berlangsung di Singapura,

Baca Juga :   Lebih dari 90.000 Perusahaan Sudah Mengadopsi Model Qwen Alibaba Cloud dalam Setahun

Kombinasi antara strategi proaktif dan reaktif agar tim keamanan siber mampu mengantisipasi dan memprediksi risiko serta aktivitas ancaman dengan akurat pada berbagai attack surface.
Integrasi kegiatan operasional keamanan siber dan keunggulan deteksi dengan perencanaan kesinambungan bisnis akan menentukan kesuksesan sebuah perusahaan.

“Mengapa upaya untuk menangani data silo, meningkatkan business intelligence, dan mempercepat perkembangan SDM dalam sebuah perusahaan membutuhkan strategi keamanan siber pada jenjang baru demi melindungi kegiatan operasional pada era AI,” katanya.