BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA — Di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan adopsi kecerdasan buatan (AI) yang kian menggantikan peran tenaga kerja manusia, Indonesia menghadapi tantangan besar untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Tantangan tersebut menjadi sorotan dalam peluncuran dan diskusi buku The Matchmaker karya Dr. Erwin Suryadi, yang berlangsung di Jakarta pada Sabtu (31/5).
Buku terbitan Penerbit Buku Kompas ini mengangkat pendekatan “business matchmaking” sebagai solusi strategis untuk membawa Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap) dan mencapai status negara maju pada 2045.
“Bonus demografi tidak akan berarti jika kita tidak menciptakan ekosistem yang mampu menyerap dan memberdayakan talenta lokal,” ujar Dr. Erwin Suryadi dalam pemaparannya.
Ia menekankan bahwa tantangan ketenagakerjaan semakin kompleks akibat otomatisasi dan AI, yang berpotensi menghilangkan sejumlah jenis pekerjaan seperti teller bank, kasir, akuntan, hingga staf entri data dalam lima tahun ke depan.
Melalui konsep business matchmaking, Erwin menawarkan model kolaborasi jangka panjang antara industri besar, UMKM, pabrikan lokal, dan lembaga pendidikan.
Pendekatan ini menekankan pendampingan menyeluruh untuk meningkatkan kualitas produk, efisiensi biaya, dan ketepatan pengiriman—yang dikenal dengan prinsip QCD (quality, cost, delivery).
Konsep tersebut, kata Erwin, sejalan dengan pemikiran begawan ekonomi Prof. Soemitro Djojohadikusumo, yang menolak penerapan pasar bebas secara mutlak di negara berkembang.
“Pasar tidak akan bekerja adil tanpa kehadiran negara sebagai pengatur dan pelindung pelaku lokal. Maka, business matchmaking menuntut peran aktif negara dan industri besar dalam membina pelaku ekonomi nasional,” tegasnya.
Pendekatan ini telah diterapkan secara konkret melalui Forum Kapasitas Nasional yang digagas oleh SKK Migas sejak 2021. Di sektor hulu minyak dan gas, kolaborasi tersebut telah melahirkan banyak pabrikan lokal yang kini mampu bersaing di pasar global.
Salah satunya adalah PT Luas Birus Utama, perusahaan pemasok komponen industri hulu migas yang kini menembus pasar Timur Tengah.
“Kalau bukan kita yang mempercayai produk anak bangsa, siapa lagi?” ujar Direktur Utama perusahaan tersebut, Harris Susanto.
“Business matchmaking memberi kami ruang dan arah untuk tumbuh,” katanya.
Manajer Project & Sourcing Operation Petronas Carigali Iraq Holding BV, Fery Sarjana, menekankan pentingnya keterlibatan aktif dari semua pihak dalam menjalankan strategi ini.
“Selama ini UMKM sering merasa sendirian menghadapi tuntutan industri besar. Dengan pendekatan ini, mereka tidak hanya diberi peluang, tapi juga ditunjukkan jalannya,” ujarnya.
Diskusi juga menghadirkan berbagai pemangku kepentingan yang telah merasakan manfaat kolaborasi tersebut, di antaranya Maria K. Wiharto (SKK Migas), Kenneth Gunawan (PT Medco E&P Indonesia), Eka Taniputra (PT Pelayaran Nasional Ekalya Purnamasari Tbk), serta pelaku UMKM seperti Oktantio P. Noerdiansyah (produsen sepatu Brodo) dan Khlaresta Tsabitah Noer (PT Petrakonsulindo Utama).
Buku The Matchmaker menyajikan tidak hanya analisis ekonomi, tetapi juga peta jalan menuju sistem ekonomi yang lebih inklusif, resilien, dan berdaya saing global.
“Harapannya, praktik baik ini bisa direplikasi agar Indonesia benar-benar mandiri dan mampu bersaing di kancah internasional,” pungkas Erwin.