BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Memperingati Hari Kusta Sedunia 2025 yang jatuh pada 26 Januari, Duta WHO untuk Eliminasi Kusta, Yohei Sasakawa, mengumumkan, Sasakawa Leprosy Initiative (SLI) akan meningkatkan dukungan untuk Indonesia guna melawan stigma dan diskriminasi yang terkait dengan penyakit kusta, serta mempromosikan diagnosis dan pengobatan awal.
Kusta, juga dikenal sebagai penyakit Hansen, adalah penyakit menular yang ditimbulkan bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini menyerang kulit dan sistem saraf tepi. Karena penyebab kusta tidak diketahui dalam waktu lama, banyak mitos dan miskonsepsi beredar di tengah masyarakat.
Sejak metode yang memadukan lebih dari satu obat (multidrug therapy/MDT) diperkenalkan WHO pada 1981, sekitar 18 juta orang yang pernah mengalami kusta di seluruh dunia berhasil disembuhkan.
Namun, sekitar 200.000 kasus baru masih dilaporkan setiap tahun. Banyak orang yang pernah mengalami kusta dan keluarganya bahkan mengalami penolakan akibat anggapan dan takhayul yang telah ketinggalan zaman.
Setelah India dan Brazil, Indonesia memiliki angka kasus kusta tertinggi ketiga di dunia. Pada 2023, Indonesia mencatat 14.376 kasus baru, termasuk melibatkan 1.179 anak-anak. Sebanyak 826 orang, termasuk 21 anak-anak, menyandang disabilitas ketika diperiksa. Hal ini terjadi akibat diagnosis yang terlambat.
“Indonesia merupakan salah satu negara terpenting dalam eliminasi kusta,” ujar Sasakawa. “Melawan stigma dan diskriminasi, serta mempromosikan diagnosis dan perawatan awal menjadi langkah-langkah penting untuk mempercepat terwujudnya dunia yang bebas kusta.”
Menurut Sasakawa, mulai tahun ini, SLI akan meningkatkan dukungan untuk Indonesia, serta bekerja sama dengan instansi pemerintah, lembaga masyarakat sipil, lembaga riset, media, dan pihak-pihak lain untuk meningkatkan kesadaran publik tentang penyakit kusta sekaligus mendorong warga agar mendapatkan perawatan medis jika diduga mengalami kusta.
SLI telah mendukung program eliminasi kusta nasional yang digagas Kementerian Kesehatan Indonesia melalui WHO, serta menyalurkan bantuan untuk lembaga nonpemerintah dan PerMaTa, lembaga yang didirikan oleh dan untuk orang yang pernah mangalami kusta.
“Kusta adalah penyakit yang dapat disembuhkan. Dengan perawatan yang benar dan tepat waktu, disabilitas akibat kusta bisa dicegah,” ujar Al Kadri, Ketua PerMaTa. “Namun, prasangka dan diskriminasi menyebabkan banyak orang tidak terdiagnosis dan mendapatkan perawatan medis.”
Indonesia memiliki strategi komprehensif untuk eliminasi kusta, menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, termasuk program edukasi publik, kolaborasi dengan inisiatif tuberkulosis guna memperkuat deteksi kasus dan pengobatan, serta dukungan rehabilitasi sosial. “Lewat langkah-langkah tersebut, kami ingin mewujudkan Indonesia yang bebas kusta, dan setiap orang dapat menjalani kehidupan yang bermartabat,” kata Sadikin.
Sebagai bentuk dukungan untuk Indonesia, SLI ingin mengidentifikasi beberapa distrik dan bekerja sama dengan instansi pemerintah, penyedia layanan kesehatan, serta pihak-pihak lain untuk mengembangkan program “bebas kusta” yang menjadi acuan pada tingkat nasional.