Scroll untuk baca artikel
Luar Negeri

Tangisan di Dua Keluarga di Tiongkok, Bocah yang Hilang Pulang Setelah Tiga Dekade

15
×

Tangisan di Dua Keluarga di Tiongkok, Bocah yang Hilang Pulang Setelah Tiga Dekade

Sebarkan artikel ini
Bertemu ibu setelah lebih dari 3 dekade

BISNISASIA.CO.ID, TIONGKOK –  Zhang Lei, seorang pengusaha sukses berusia 36 tahun, selalu merasa hidupnya baik-baik saja.

Ia memiliki keluarga yang hangat, bisnis yang berkembang, dan sebentar lagi akan menjadi seorang ayah.

Namun, satu pertengkaran keluarga mengubah segalanya—mengguncang keyakinannya tentang siapa dirinya sebenarnya dan membawanya pada perjalanan yang penuh air mata untuk menemukan keluarga kandungnya.

Rahasia yang Tersembunyi Selama 34 Tahun

Sejak kecil, Zhang Lei tidak pernah meragukan bahwa ia adalah anak kandung dari orang tua yang membesarkannya.

Ia tumbuh dengan kasih sayang mereka, dan satu-satunya bukti visual tentang masa kecilnya adalah sebuah foto bayi yang selalu ia simpan di dompet.

Foto itu menjadi simbol ikatan keluarga yang ia yakini benar.

Namun, suatu hari, ketika istrinya sedang hamil, terjadi pertengkaran besar di rumah.

Dalam ledakan emosi, sang ibu—yang selama ini ia panggil “ibu” dengan penuh kasih—mengatakan sesuatu yang mengejutkan.

“Kamu bukan anak kami!” serunya dengan nada tinggi, matanya dipenuhi kemarahan yang bercampur kesedihan.

Ruangan mendadak sunyi. Zhang Lei membeku di tempatnya. Kata-kata itu terasa seperti petir yang menyambar di siang bolong.

Bagaimana mungkin? Seumur hidupnya, ia merasa dicintai, merasa memiliki tempat di keluarga itu. Apakah semua yang ia percaya selama ini hanyalah kebohongan?

Tak ingin menerima kenyataan pahit itu begitu saja, Zhang Lei mulai menggali lebih dalam.

Baca Juga :   Serial Film China: Race to the Future Bercerita tentang Transformasi Tiongkok 75 Tahun Terakhir

Namun, alih-alih mendapatkan kepastian, ia malah menemukan lebih banyak pertanyaan yang mengganggu pikirannya. Siapa dirinya sebenarnya? Mengapa ia diadopsi? Siapa orang tua kandungnya?

Pencarian yang Penuh Air Mata

Dengan perasaan campur aduk, Zhang meninggalkan rumah orang tua angkatnya. Setelah anaknya lahir, dorongan untuk menemukan asal-usulnya semakin kuat.

“Istriku selalu berkata, ‘Setidaknya, kamu harus tahu dari mana asalmu. Tidak peduli bagaimana orang tua kandungmu memperlakukanmu, kamu harus tahu akarmu,’” ujar Zhang.

Didorong oleh tekad dan dorongan dari istrinya, ia memulai pencarian yang panjang.

Di saat yang sama, ratusan kilometer jauhnya di Zaoyang, provinsi Hubei, seorang wanita bernama Xiong Lianxian menjalani hari-hari penuh kesedihan.

Selama lebih dari tiga dekade, ia tak pernah berhenti mencari putranya yang hilang, Liu Weiwei.

Di tahun 1991, kehidupan keluarga Xiong berubah menjadi tragedi.

Saat itu, ia dan suaminya sibuk mengelola toko minyak mereka, sehingga tanggung jawab menjaga anak-anak mereka diserahkan kepada putri sulungnya, Liu Yan.

Suatu hari yang kelam, Liu Yan meninggalkan rumah sebentar untuk mengambil air, dan saat kembali, adiknya yang berusia dua tahun, Liu Weiwei, telah menghilang.

Tangis dan teriakan memenuhi rumah mereka.

Mereka mencari ke setiap sudut kota, menanyai tetangga, melapor ke polisi tapi bocah kecil itu seakan lenyap ditelan bumi.

Baca Juga :   Tingkatkan Ekspansi New Western Land-Sea Corridor

Setiap hari sejak saat itu, Xiong menunggu kabar baik yang tak kunjung datang.

Suaminya, yang tak pernah bisa menerima kehilangan itu, akhirnya meninggal dunia pada tahun 2015 dengan penuh penyesalan.

Namun, harapan belum sepenuhnya mati.

Keajaiban yang Tak Terduga

Pada Agustus 2024, titik terang akhirnya muncul.

Zhang Lei, yang telah gagal dalam berbagai tes DNA sebelumnya, menemukan platform pencarian online bernama Xiao Zhenyu’s Search Studio berkat istrinya.

Dengan sedikit harapan yang tersisa, ia mendaftar dan memberikan informasi dirinya.

Alih-alih langsung mencocokkan DNA, tim peneliti di platform itu mencoba metode lain: mereka menganalisis asal-usul leluhurnya.

Dari lebih dari 200 set data, mereka menemukan satu petunjuk yang mengarah pada seorang pria bernama Liu Tishun—yang kemungkinan besar adalah kerabatnya.

Dan dari sana, segala kepingan puzzle mulai tersambung.

Ketika Zhang akhirnya berbicara dengan Xiong, segala teka-teki yang selama ini mengganggunya mulai terjawab.

Sang ibu yang selama ini mencari anaknya yang hilang lebih dari 30 tahun, akhirnya tahu bahwa Liu Weiwei—putra kecil yang ia tangisi setiap malam—adalah Zhang Lei, pria yang kini berdiri di hadapannya.

Tes DNA kemudian mengonfirmasi bahwa mereka memang ibu dan anak.

Pertemuan mereka begitu emosional. Zhang Lei yang awalnya penuh kebingungan, kini menangis tersedu-sedu dalam pelukan ibunya.

Baca Juga :   GAC Luncurkan M8 dan M6 Pro, Mengubah Pengalaman MPV di Filipina

Sang ibu, yang telah kehilangan begitu banyak waktu, memeluknya erat seakan tak ingin melepaskan lagi.

Dan kejutan belum berakhir.

Dalam pertemuan itu, Zhang mengetahui sesuatu yang lebih mengejutkan—kakak kandungnya, Liu Yan, ternyata selama ini tinggal di kota yang sama dengannya.

Bahkan lebih dari itu, jarak mereka hanya 500 meter!

Bayangkan, selama 34 tahun mereka menjalani kehidupan mereka masing-masing, berbelanja di toko yang sama, mungkin berjalan di jalan yang sama—tanpa menyadari bahwa darah yang sama mengalir dalam tubuh mereka.

Takdir yang Bermain dengan Waktu

Netizen yang mendengar kisah ini pun tak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka.

“500 meter terpisah, 34 tahun hilang. Takdir benar-benar bermain-main dengan manusia.”

“Ini adalah bukti bahwa dunia ini kecil. Kakaknya ada di dekatnya selama ini, tanpa pernah menyadari bahwa mereka berasal dari keluarga yang sama.”

Kini, setelah puluhan tahun kehilangan, Zhang Lei akhirnya menemukan jawaban yang selama ini ia cari.

Ia bukan hanya menemukan ibu kandungnya, tetapi juga kakak yang selama ini hidup begitu dekat dengannya.

Di sebuah meja makan yang dipenuhi hidangan perayaan, Zhang, ibu kandungnya, dan Liu Yan duduk bersama untuk pertama kalinya setelah puluhan tahun terpisah.

Air mata mereka menetes, bukan lagi karena kesedihan, tetapi karena kebahagiaan—akhirnya, keluarga mereka kembali utuh.