Scroll untuk baca artikel
Luar Negeri

Upaya Tiongkok melestarikan, mewariskan, dan membagikan kebudayaan nasional

19
×

Upaya Tiongkok melestarikan, mewariskan, dan membagikan kebudayaan nasional

Sebarkan artikel ini
logo PRN

BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Fan Zaixuan, pakar restorasi mural, masih mengingat jelas ketika dia pertama kali tiba di Mogao Grottoes, Dunhuang, pada malam hari 31 Maret 1981.

“Saya hanya dapat mendengar bunyi angin dari Nine-story Building. Sangat misterius, dan saya sangat senang, bahkan tidak dapat tidur nyenyak.

Gua Mogao (Mogao Grottoes) adalah situs lukisan gua Buddha terbesar dan paling terawat di dunia, terdiri atas 735 gua yang terbentang pada tebing sepanjang 1.700 meter. Lukisan di Gua Mogao terpampang hingga lebih dari 45.000 meter persegi, dilengkapi lebih dari 2.000 patung polikrom.

Fan, kini berusia sekitar 60 tahun, telah merestorasi lukisan di Gua Mogao selama lebih dari 40 tahun. “Hingga kini, saya telah merestorasi area yang kemungkinan berukuran gua terbesar di Gua Mogao,” kata Fan kepada CGTN.

Fan sangat memahami bahwa proses restorasi karya seni kuno merupakan pekerjaan yang penuh ketelitian dan dilakukan terus menerus, dari satu generasi ke generasi lain. Dia mengembangkan keahlian dengan bantuan ahli-ahli yang lebih tua, seperti Li Yunhe, yang telah berusia 10 dekade.

Baca Juga :   Pesawat Radar A-50 Rusia Hilang, Ukraina Mengaku Bertanggung jawab

Li adalah ahli restorasi aset budaya pertama yang bekerja secara penuh waktu di Dunhuang Academy. Dia telah bekerja sejak 1956.

Kini, Fan menjadi mentor yang mewariskan ilmu pengetahuan dan pengalamannya kepada mahasiswa. Dia berharap, generasi muda akan melanjutkan “Semangat Mogao”.

Dai Chuan, salah satu mahasiswa Fan, lahir pada dekade 1990-an. Namun, dia telah bekerja selama lebih dari satu dekade melestarikan lukisan di Gua Mogao. “Saya ingin terus melestarikan kebudayaan Dunhuang,” kata Dai dengan penuh tekad.

Presiden Tiongkok Xi Jinping menyambangi Gua Mogao sebagai lokasi kunjungan pertamanya ke Provinsi Gansu, Tiongkok Barat Laut, pada Agustus 2019.

Dia menilai kebudayaan Dunhuang sebagai “mutiara yang penuh cahaya dalam dunia peradaban yang telah lama berdiri, serta peninggalan sejarah yang berharga dalam kajian politik, ekonomi, militer, kebudayaan, dan seni dari beragam kelompok etnis di Tiongkok kuno.”

Pada akhir 2022, Dunhuang Academy telah mengumpulkan data digital atas 278 gua, serta mengolah citra-citra di 164 gua, membuat rekonstruksi 3D atas 145 patung yang telah dilukis, dan tujuh reruntuhan sekaligus menyusun program tur untuk 162 gua.

Baca Juga :   Harbin Bersiap Jadi Tuan Rumah Asian Winter Games 2025

“Mempertahankan jati diri”

Seperti pepatah Tiongkok kuno, “Semua hal di dunia memiliki prinsip bertahan hidup dan berkembang, namun jati diri harus tetap terjaga.”

Presiden Xi pun sepakat dengan hal tersebut. Dia kerap menekankan pentingnya pelestarian aset budaya. Menurut Xi, peradaban Tiongkok mampu bertahan karena bangsa Tiongkok benar-benar memahami jati dirinya. “Karena menjaga jati diri bangsa, peradaban Tiongkok telah bertahan dan berkembang hingga saat ini.”

Pada dekade lalu, Tiongkok meningkatkan sistem dan kebijakan pelestarian aset budaya.

Pada akhir 2021, Tiongkok memiliki 108 juta benda peninggalan kebudayaan yang bisa dipindahkan, sedangkan benda peninggalan kebudayaan yang tidak bisa dipindahkan mencapai sekitar 767.000.

Hingga kini, Tiongkok berhasil mencantumkan 59 situs dalam Daftar Aset Dunia UNESCO, atau terbanyak kedua di dunia. Tiongkok juga mencantumkan 43 aset dalam Daftar Aset Budaya Tak Benda UNESCO, jumlah terbanyak di dunia.

Baca Juga :   GOFC 2024 akan Berlangsung di Suzhou Tiongkok

Digagas Tiongkok bersama lebih dari 20 negara Asia lain, Alliance for Cultural Heritage in Asia (ACHA) terbentuk pada 2023. ACHA mempromosikan kerja sama pelestarian aset budaya di Asia, serta pewarisan dan pengembangan peradaban Asia dalam beragam format.

Dalam kerangka ACHA, Tiongkok telah terlibat dalam 33 proyek kerja sama arkeologi di 19 negara-negara Asia, serta proyek konservasi 11 monumen bersejarah di enam negara Asia.

Pendirian ACHA merupakan bagian dari inisiatif Global Civilization yang digagas Presiden Xi untuk mendorong sikap menghargai peradaban yang berbeda-beda, memperjuangkan prinsip kemanusiaan, mengapresiasi warisan dan inovasi peradaban, serta mempererat pertukaran dan kerja sama antarwarga.

Selama bertahun-tahun terakhir, Tiongkok selalu berkomitmen mengambil langkah nyata dalam mewujudkan keselarasan beragam peradaban di dunia. Tiongkok pun meneken perjanjian kerja sama dengan 157 negara dalam bidang kebudayaan, aset budaya, dan kepariwisataan.