BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Samsung terdepan dalam mendorong pengalaman premium dengan kecerdasan buatan (AI) pada perangkat mobile. Kami menjelajahi pusat penelitian Samsung di seluruh dunia untuk memahami bagaimana Galaxy AI mengoptimalkan potensinya. Saat ini, Galaxy AI mendukung 16 bahasa, memungkinkan lebih banyak pengguna untuk meningkatkan kemampuan bahasa mereka melalui fitur-fitur seperti Live Translate, Interpreter, Note Assist, dan Browsing Assist. Namun, apa yang diperlukan dalam pengembangan bahasa dalam konteks AI? Seri ini akan mengulas tantangan-tantangan yang dihadapi dalam pengembangan mobile AI dan bagaimana kami menghadapinya.
Langkah pertama adalah menetapkan target, menurut tim Samsung R&D Institute Indonesia (SRIN). “Kunci kesuksesan AI terletak pada data berkualitas dan relevan. Setiap bahasa memiliki karakteristik unik dalam pemrosesan data. Oleh karena itu, kami melakukan penelitian mendalam untuk memahami kebutuhan linguistik dan kekhasan Bahasa Indonesia,” ungkap Junaidillah Fadlil, Kepala AI di SRIN. Baru-baru ini, timnya berhasil menambahkan dukungan Bahasa Indonesia di Galaxy AI. “Pengembangan bahasa lokal harus berakar pada pemahaman dan pengetahuan yang mendalam, sehingga penambahan bahasa ke dalam Galaxy AI dimulai dengan perencanaan yang cermat, dengan memperhatikan aspek legal dan etis.”
Fitur-fitur Galaxy AI seperti Live Translate menjalankan tiga proses inti: pengenalan ucapan otomatis (automatic speech recognition/ASR), mesin terjemahan (neural machine translation/NMT), dan teks-ke-suara (text-to-speech/TTS). Masing-masing proses tersebut memerlukan kumpulan informasi yang unik.
Automatic Speech Recognition, misalnya, membutuhkan rekaman suara yang mencakup beragam situasi di berbagai kondisi, setiap rekaman dilengkapi transkripsi teks yang akurat. Tingkat kebisingan rekaman suara yang bervariasi membantu mengakomodasi kondisi lingkungan yang berbeda. “Tidak cukup hanya menambahkan suara lalu lintas jalan raya ke rekaman.,” ujar Muchlisin Adi Saputra, pemimpin tim ASR. Selain data yang kami peroleh secara legal dari pihak ketiga, kami harus pergi ke kafe atau lingkungan kerja untuk merekam suara kami sendiri. Hal ini memungkinkan kami untuk bisa menangkap suara-suara autentik yang unik dari kehidupan sehari-hari, seperti orang yang sedang memanggil atau ketikan keyboard.
Sifat bahasa yang dinamis dan selalu berubah juga harus dipertimbangkan. Saputra menambahkan, “Kita perlu terus memperbarui bahasa slang terbaru dan cara penggunaannya. Kami banyak temukan dari media sosial!”
Dalam pengembangannya, Neural Machine Training juga membutuhkan data untuk melatih terjemahan. “Menerjemahkan Bahasa Indonesia penuh dengan tantangan. Penggunaan makna kontekstual dan implisit yang luas bergantung pada petunjuk sosial dan situasional. Data yang digunakan harus berisi banyak teks terjemahan sebagai referensi bagi AI untuk memahami kata-kata baru, kata-kata asing, kata benda, dan angka. Semua informasi dibutuhkan untuk membantu AI memahami konteks dan aturan komunikasi.” ujar Muhammad Faisal, pemimpin Tim NMT.
Sementara itu, Text To Speech (TTS) memerlukan rekaman yang melibatkan berbagai macam suara dan nada, dengan konteks tambahan tentang bagaimana setiap kata terdengar dalam situasi yang berbeda. Harits Abdurrohman, pemimpin pengembangan fitur TTS, menambahkan, “Rekaman suara yang baik mempercepat pekerjaan yang dilakukan karena mencakup satuan bunyi terkecil yang diperlukan AI untuk membedakan makna. Setelah mendapat rekaman suara yang baik pada fase awal, kami dapat fokus pada tahap selanjutnya yaitu penyempurnaan model AI agar dapat mengucapkan setiap kata dengan jelas.”
Lebih Kuat Bersama
Diperlukan sumber daya yang besar untuk bisa merencanakan pengembangan banyak data, SRIN pun bekerja sama dengan para ahli linguistik di Indonesia. “Tantangan ini membutuhkan kombinasi kreativitas, ketangkasan, dan keahlian dalam Bahasa Indonesia dan machine learning. Filosofi Samsung yang terus membuka ruang kolaborasi memainkan peran penting dalam menyelesaikan pekerjaan ini, bersama dengan skala pekerjaan dan sejarah pengembangan AI yang kami miliki,” tambah Junaidillah Fadlil.
Berkolaborasi dengan sejumlah pusat penelitian Samsung di seluruh dunia membuat tim SRIN mampu dengan cepat mengadopsi praktik terbaik dan mengatasi tantangan kompleks dalam menetapkan target data. Selain itu, kerja sama ini tidak hanya memajukan teknologi tetapi juga budaya. Misalnya, ketika tim SRIN bergabung dengan rekan-rekan di Bangalore, India, mereka mengamati tradisi lokal dan menjalin ikatan layaknya keluarga, membangun koneksi yang lebih dalam dan mengembangkan pemahaman mereka tentang kebudayaan yang berbeda-beda.
Bagi tim, proyek penambahan Bahasa Indonesia pada Galaxy AI memiliki makna yang baru. “Kami sangat bangga dengan pencapaian kami di sini karena hal ini adalah proyek AI pertama kami. Tentunya, ini bukan yang terakhir karena kami akan terus menyempurnakan dan meningkatkan kualitas model AI kami. Perluasan ini tidak hanya mencerminkan nilai-nilai kami, tetapi juga menghormati serta mengintegrasikan identitas budaya Indonesia melalui bahasa,” kata Fadlil. (saf)