BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Pabrik pemurnian (smelter) memerlukan sumber energi yang sangat besar, sehingga ketersediaan energi yang mencukupi menjadi dasar pendirian PT Indonesia Asahan Alumunium atau PT Inalum.
Menurut laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dilansir pada Senin (27/5/2024), sumber energi murah akan membuat harga produk PT Inalum lebih kompetitif, karena energi dan bahan baku adalah dua komponen terbesar dalam biaya produksi.
“Air merupakan sumber energi utama PT Inalum dan memainkan peran penting dalam operasi perusahaan, menjadi sumber energi bersih untuk memproduksi aluminium guna memenuhi kebutuhan domestik yang terus meningkat dengan harga yang kompetitif,” ujar Agus Cahyono Adi, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, saat mengunjungi Smelter PT Inalum di Kuala Tanjung, Sumatera Utara, Kamis (23/5/2024).
Karena air menjadi sumber energi utama PT Inalum, Agus meminta PT Inalum untuk menjaga kestabilan pasokan air yang mendukung Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan mengelola sumber daya air secara berkelanjutan demi kelestarian lingkungan dan keberlanjutan operasi perusahaan.
Kepala Smelter PT Inalum, Ismadi, menambahkan bahwa industri smelter membutuhkan energi yang besar.
Menurut Ismadi, untuk memenuhi kebutuhan energi smelter PT Inalum, dibangun dua PLTA sebagai sumber energi, yaitu PLTA Sigura-Gura (286 MW) dan PLTA Tangga (317 MW). Keduanya berlokasi di Paritohan, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara.
“PT Inalum membangun 271 tower dengan kabel transmisi listrik tegangan 275 kV sepanjang 120 km dari dua pembangkit kami di Paritohan, Kabupaten Toba Samosir, ke lokasi smelter kami di Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara,” kata Ismadi.
Dalam industri smelter, energi dan bahan baku merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi. Dengan menjadikan air sebagai sumber energi, PT Inalum mendapatkan energi yang murah, sehingga harga jual produk aluminium PT Inalum menjadi lebih kompetitif.
“Alhamdulillah, sejauh ini secara teknis pabrik masih aman dan secara komersial selalu positif. Industri aluminium memiliki biaya terbesar pada bahan baku, yaitu alumina, dan energi. Di industri aluminium mana pun, biaya alumina selalu sama. Faktor pembeda adalah harga energi. Karena kita memiliki PLTA, energi listrik kita murah, hanya 1 sen atau sekitar Rp 140 per Kwh, sehingga produk kita relatif lebih kompetitif,” kata Ismadi. (saf/infopublik.id)