Scroll untuk baca artikel
Luar Negeri

Mahasiswa Internasional Monash University Berperan Memberi Dampak Sosial dan Ekonomi   

33
×

Mahasiswa Internasional Monash University Berperan Memberi Dampak Sosial dan Ekonomi   

Sebarkan artikel ini
Wei (kiri), di Monash University Malaysia

BISNISASIA.CO.ID, AUSTRALIA – Australia terasa seperti dunia baru bagi Wei Sue ketika ia pindah dari kampus Monash University, Malaysia 18 tahun lalu, untuk belajar di pusat Monash University di Kota Melbourne. Selepas SMA dan menyelesaikan tingkat college di Singapura, Wei melanjutkan kuliah sains di kampus Monash di Malaysia, mengambil jurusan bioteknologi dan manajemen lingkungan. Tak lama kemudian, ia pun tertarik pada keragaman mata kuliah yang ditawarkan oleh kampus Monash di Australia, seperti tentang genetika dan perilaku hewan.

Kini, Wei menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Utama Climateworks Centre, bagian dari Monash Sustainable Development Institute, yang tengah mengupayakan percepatan transisi menuju nol emisi karbon di Australia, Asia Tenggara, dan kawasan Pasifik.

Total hingga saat ini, Wei telah bergabung selama 12 tahun dengan organisasi tersebut. Ia telah memberikan banyak kontribusi yang berdampak, salah satunya Kerangka Kerja Asia Tenggara untuk Mitigasi Aksi Laut. Dampak tersebut menunjukkan peran penting mahasiswa internasional terhadap kehidupan bermasyarakat di Australia, yakni dengan mengisi kesenjangan di pasar tenaga kerja setempat.

Wei juga telah mengembangkan berbagai strategi dekarbonisasi, termasuk berkontribusi pada Strategi Nol Emisi Karbon Monash University, serta mengelola proyek Indeks Produktivitas Energi untuk Perusahaan sebagai pusat informasi bagi investor yang ingin menelaah portofolio untuk mendukung mereka berinteraksi dengan perusahaan-perusahaan yang berkecimpung di isu energi.

“Saya senang bisa memberikan kontribusi bagi masyarakat dan ekonomi Australia,” kata Wei. “Saya aktif mengejar karier di bidang iklim dan keberlanjutan, dua bidang yang semakin mendapat perhatian luas di Australia dan seluruh dunia.”

“Menjaga komunikasi dengan keluarga dan teman di Malaysia dan Singapura tetap menjadi hal penting bagi saya. Namun, dapat berkontribusi pada pengembangan isu keberlanjutan dan iklim di kedua negara tersebut dengan  bekerja di Australia menjadi kepuasan tersendiri bagi saya.”

Pentingnya keberagaman

Ketika tiba di Australia untuk memulai studi pendidikan tinggi di awal tahun 2000-an, Wei tinggal di Browns Road, Clayton, yang kini telah banyak berubah. Wilayah pinggiran Kota Melbourne itu mulai membangun identitasnya sebagai ‘rumah’ bagi banyak mahasiswa internasional, karena lokasinya yang dekat dengan kampus utama Monash University.

Baca Juga :   Pesawat Kargo FedEx Mendarat Darurat Tanpa Menggunakan Roda Depan di Turki

Kini, Clayton Road sebagai jalan utama setempat, semakin ramai oleh kehadiran berbagai toko dan restoran yang menawarkan keberagaman budaya. Wei pun meyakini mahasiswa internasional berperan besar dalam mendorong perubahan sosial budaya (gentrifikasi) di Clayton.

“Clayton saat ini dipenuhi bisnis dan restoran yang beragam, mencerminkan keberagaman mahasiswa yang pernah kuliah di kampus Clayton,” kata Wei.

Namun, menurut Wei, bukan hanya bisnis kecil yang diuntungkan oleh fenomena tersebut.

“Sektor dan industri lain benar-benar berkembang dan tumbuh sejak saya memulai studi [di kampus Clayton]. Mereka bermunculan karena keberadaan Monash University dan juga kehadiran mahasiswa internasional dari seluruh dunia.”

“Mahasiswa ilmu sains sangat beragam, jadi saya bisa bertemu dengan mahasiswa dari berbagai lapisan masyarakat dan latar belakang. Keberagaman ini penting karena benar-benar memperluas wawasan saya sebagai mahasiswa muda kala itu.”

“Keberagaman tersebut juga memberikan begitu banyak nilai, tidak hanya bagi mahasiswa internasional, tetapi juga bagi mahasiswa asli Australia”

“Ketika pembatasan [mahasiswa internasional] diberlakukan [oleh pemerintah Australia], keberagaman akan menjadi salah satu elemen penting yang hilang. Mahasiswa internasional berisiko kehilangan kesempatan untuk belajar di luar negeri, serta menurunkan peluang untuk bisa tinggal dan bekerja untuk mengisi kekosongan pasar tenaga kerja di sini.”

“Kemungkinan akan menjadi kerugian yang mempengaruhi ekonomi Australia,” ujarnya mengingatkan.

Kisah sukses mahasiswa internasional

Vedant Gadhavi, presiden Asosiasi Mahasiswa Internasional di Monash University, bersama timnya, menyelenggarakan makan siang gratis setiap hari Rabu untuk membantu ratusan mahasiswa yang membutuhkan di kampus Clayton.

Vedant telah menggunakan platformnya untuk mengadvokasi mahasiswa internasional dalam menghadapi kenaikan biaya visa dan berkembangnya sentimen negatif terkait krisis perumahan di Australia. Pada awal September lalu, Vedant mengangkat isu tersebut di Forum Penasihat Presiden Mahasiswa oleh Wakil Rektor (VSPAF).

Baca Juga :   Yingli Solar Dorong Ekonomi Hijau Malaysia dengan Memberikan Dukungan Strategis untuk NETR

“Saya benar-benar ingin memperlihatkan dampak positif dari keberadaan mahasiswa internasional, serta apa saja yang dapat kami kontribusikan kepada komunitas dan masyarakat setempat,” ujar Vedant.

“Menurut saya, ketika jumlah mahasiswa internasional hendak dibatasi, masyarakat akan kehilangan banyak hal. Tanpa keberagaman, perguruan tinggi [di Australia] tidak akan seperti kampus pada umumnya.”

“Kami menerima banyak pertanyaan dari para mahasiswa [internasional] yang khawatir tentang kenaikan biaya hidup, dan peluang untuk tinggal di Australia setelah menyelesaikan studi mereka. Ada banyak kebingungan saat ini.”

Pada usia 18 tahun, ia selamat dari kecelakaan mobil yang menewaskan kedua orang tuanya di tempat. Alih-alih larut dalam kesedihan, ia memenangkan beasiswa untuk belajar ilmu biomedis di Monash University, dan melakukan perjalanan dari rumahnya di India untuk memulai hidup baru di Kota Melbourne.

“Jika saya bukan mahasiswa internasional, hidup saya pasti akan sangat berbeda,” kata Vedant. “Saya sangat bersyukur mendapat kesempatan untuk datang ke Australia dan memulai hidup baru saya di sini.”

Sementara itu, sebagai bendahara Asosiasi Mahasiswa Internasional, Ayushi bertanggung jawab membangun kemitraan dengan restoran-restoran lokal dalam menawarkan diskon makanan dan layanan pesan antar bagi mahasiswa internasional. Dedikasinya tersebut telah dirasakan oleh banyak restoran internasional di Clayton Road, salah satunya Sri Dwaraka yang menyajikan kuliner India.

“Restoran ini terkenal dengan menu biryani, yang mirip dengan makanan serupa di tempat asal saya di Gujarat, India,” kata Ayushi.

“Saya dan pemiliknya banyak berdiskusi tentang bagaimana kami dapat bekerja sama. Sekarang kami berencana menyertakan makanan dari restoran mereka pada program makan siang gratis selanjutnya.”

Sebagaimana dibuktikan oleh kisah-kisah di atas, mahasiswa internasional berperan penting dalam masyarakat, menghidupkan kembali daerah pinggiran kota seperti Clayton.

Alex Francis, koordinator Asosiasi Pedagang Clayton Road, mengatakan keberagaman daerah tersebut telah menciptakan ‘melting pot’ yang menarik bagi banyak orang dari berbagai budaya berkumpul.

“Kalau kita lihat dari sisi ekonomi, rencana membatasi mahasiswa asing itu bisa jadi tantangan besar untuk para pemilik usaha kecil di sini. Mereka orang-orang pekerja keras, punya harga diri tinggi, pantang mengeluh. Walaupun sedang susah, mereka tidak akan bilang kepada siapa pun. Jadi, kalau lagi lewat depan toko atau warung mereka, sempatkan menyapa mereka. Mereka pasti senyum ramah, tapi siapa tahu besoknya mereka sudah tidak bisa beroperasi lagi,” jelas Alex.

Baca Juga :   Sonny Dijadwalkan Merilis PlayStation 5 di Indonesia, Dibanderol Mulai Rp8,199 Jutaan

“Mahasiswa internasional berkontribusi besar dalam keberhasilan Clayton Road. Untuk itu, saya bertemu dengan para mahasiswa baru di Monash University selama masa orientasi, membicarakan tentang apa yang ditawarkan Clayton Road, tempat berbelanja, dan panduan untuk makan hemat.”

“Kawasan ini bisa sangat ramai. Saya ke sana di suatu Selasa malam yang dingin baru-baru ini, dan sangat terkesan, suasananya benar-benar ramai. Ada banyak anak muda dan keluarga yang makan malam di pusat Clayton.”

Winston Chee, seorang manajer di Dixon House Community Centre, menyelenggarakan lokakarya bersama mahasiswa internasional yang menyumbangkan keterampilan mereka untuk membantu masyarakat Clayton mempelajari keterampilan baru.

“Sebagai organisasi yang dipimpin oleh sukarelawan, kami benar-benar mendapat manfaat dan pengetahuan baru dari mahasiswa internasional,” kata Winston.

“Hingga sekarang, saya telah bekerja di Clayton selama tujuh tahun. Saya sangat menyukai keberagaman di daerah ini. Menurut saya, keberagaman sangat penting bagi perkembangan wilayah pinggiran kota.”

Pendapat serupa disampaikan oleh Sky Shi dari Tiongkok, yang kini sedang menempuh studi Sarjana Pendidikan (Honours) di program Pendidikan Dasar dan Menengah di Monash University. Ia rutin menghadiri Dixon House setiap Rabu, bekerja sama dengan sukarelawan lain di komunitas pekerja selepas sekolah untuk remaja setempat.

“Pembatasan jumlah mahasiswa internasional akan melemahkan upaya kami dalam memperbanyak kolaborasi dan pembelajaran bersama di dalam komunitas, yang sangat berharga bagi identitas kami sebagai masyarakat multikultural,” kata Winston.

“Jika jumlah mahasiswa internasional berkurang, maka akan lebih sedikit kesempatan bagi kami untuk berbincang dengan orang-orang dari budaya berbeda, yang sangat berharga bagi komunitas kami,” katanya.