BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Menjelang 2026, Indonesia berada pada fase penting dalam memulihkan kepercayaan publik di tengah dinamika ekonomi global yang masih bergejolak. Fluktuasi pertumbuhan, tekanan geopolitik, serta ketidakpastian pasar menuntut hadirnya stabilitas baru, seiring transisi pemerintahan yang membawa harapan terhadap kebijakan ekonomi yang lebih konsisten, inklusif, dan berkelanjutan.
Dalam konteks tersebut, Allianz Indonesia kembali menggelar Media Workshop bertajuk Peran Media dan Industri Asuransi dalam Membentuk Kepercayaan Publik dan Optimisme terhadap Masa Depan Ekonomi Indonesia 2026. Forum ini mempertemukan pengamat ekonomi, pelaku industri asuransi, dan insan media untuk membahas peran strategis masing-masing sektor dalam menjaga optimisme masyarakat.
Allianz menegaskan komitmennya sebagai mitra masyarakat dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi. Industri asuransi dinilai memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas keuangan, melindungi ketahanan finansial keluarga, serta menciptakan rasa aman yang berdampak langsung pada aktivitas ekonomi nasional.
Arah Ekonomi Global dan Momentum Kebijakan Domestik
Ekonom Senior INDEF, Aviliani, memaparkan bahwa sepanjang 2025 ketidakpastian global masih membayangi perekonomian dunia. Faktor pemicu meliputi pemilu di 57 negara yang memengaruhi hampir 49% populasi dunia dan 60% PDB global, meningkatnya polarisasi geopolitik, konflik regional, serta rivalitas dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
“Kepastian ke depan adalah ketidakpastian itu sendiri. Karena itu, dunia usaha dan pemerintah harus semakin agile, dengan penerapan Governance, Risk, and Compliance (GRC) yang kuat,” ujar Aviliani.
Di tengah tekanan tersebut, IMF merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2025 menjadi 3,2%, sementara 2026 diperkirakan berada di kisaran 3,1%. Di dalam negeri, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2025 menunjukkan pola fluktuatif, mencerminkan pemulihan yang masih rentan dan sangat dipengaruhi ekspektasi publik.
Aviliani menilai meningkatnya kepercayaan masyarakat sejak Oktober 2025 menjadi momentum penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Kebijakan penempatan dana SAL dan SILPA, stimulus fiskal, serta pembentukan Satgas Percepatan Program Strategis Pemerintah (P2SP) dinilai menjadi katalis positif bagi investasi, konsumsi, dan sentimen pasar.
“Pertumbuhan ekonomi bukan hanya angka, tetapi soal pemerataan dan keyakinan masyarakat bahwa hari esok akan lebih baik dari hari ini,” ujarnya.
Ketahanan Industri Asuransi Menuju 2026
Sejalan dengan dinamika ekonomi, industri asuransi menunjukkan prospek pertumbuhan yang positif. Hingga September 2025, total aset industri asuransi mencapai Rp1.181,21 triliun, tumbuh 3,39% secara tahunan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut memperkuat fondasi industri melalui berbagai regulasi baru untuk mendorong industri yang lebih sehat dan kompetitif.
Direktur Kepatuhan Allianz Life Indonesia, Hasinah Jusuf, menyampaikan bahwa meski sektor asuransi jiwa masih mengalami kontraksi, industri tetap menunjukkan ketahanan. Hingga September 2025, total pendapatan premi industri tercatat Rp132,85 triliun.
Memasuki 2026, industri asuransi bersiap mengimplementasikan sejumlah kebijakan baru, termasuk skema co-payment, pembentukan Dewan Penasihat Medis, penguatan underwriting berbasis risiko, digitalisasi layanan, serta pemenuhan ekuitas minimum sesuai POJK 23/2023. Kehadiran Lembaga Penjaminan Polis (LPP) yang direncanakan berlaku pada 2028 juga memperkuat perlindungan konsumen.
Allianz Life dan Allianz Syariah mencatat total pendapatan premi Rp15,2 triliun hingga kuartal III 2025, serta telah menjangkau lebih dari 1 juta penerima manfaat melalui berbagai program literasi dan edukasi keuangan.
“Ketahanan industri asuransi tidak hanya ditentukan faktor ekonomi, tetapi juga persepsi masyarakat. Sinergi pemerintah, industri, dan media menjadi kunci membangun kepercayaan publik,” ujar Hasinah.
Media sebagai Pilar Kepercayaan Publik
Direktur Pemberitaan Perum LKBN Antara, Irfan Junaidi, menekankan peran krusial media arus utama di era post-truth. Tantangan berupa disinformasi, dominasi opini, tekanan algoritma, serta penurunan belanja iklan menuntut media untuk memperkuat akurasi, empati, dan integritas jurnalistik.
“Kepercayaan publik adalah fondasi pemulihan ekonomi. Media harus menjadi jembatan komunikasi yang objektif, empatik, dan konsisten,” tegas Irfan.
Sementara itu, Hendra Eka, Photojournalist & Editor Jawapos.com, menambahkan bahwa foto jurnalistik yang autentik dan beretika memiliki peran penting dalam membangun persepsi dan optimisme publik.
“Visual yang jujur dan berkualitas mampu mencerminkan realitas sosial sekaligus membangun harapan terhadap masa depan ekonomi Indonesia,” tutupnya.











