BISNISASIA.CO.ID, WASHINGTON – Meteor kuno yang menabrak Bumi 66 juta tahun lalu pada akhir periode Cretaceous menyebabkan bencana global yang memusnahkan dinosaurus dan banyak bentuk kehidupan lainnya.
Namun, itu bukan meteor terbesar yang pernah menghantam planet kita.
Sekitar 3,26 miliar tahun yang lalu, sebuah meteor yang hingga 200 kali lebih besar menghantam Bumi, memicu kehancuran yang lebih besar.
Tetapi, penelitian baru menunjukkan bahwa bencana ini sebenarnya mungkin bermanfaat bagi evolusi awal kehidupan dengan bertindak sebagai bom pupuk raksasa untuk bakteri dan organisme bersel tunggal lainnya yang disebut archaea dengan menyediakan akses ke nutrisi penting seperti fosfor dan besi.
Para peneliti menilai dampak meteor ini menggunakan bukti dari batuan purba di wilayah sabuk hijau Barberton di timur laut Afrika Selatan.
Mereka menemukan banyak tanda terutama dari jejak geokimia dari materi organik yang terawetkan, serta fosil lapisan bakteri laut bahwa kehidupan pulih dengan cepat.
“Kehidupan tidak hanya pulih dengan cepat setelah kondisi kembali normal dalam beberapa tahun hingga dekade, tetapi kehidupan bahkan berkembang,” kata ahli geologi Universitas Harvard, Nadja Drabon, penulis utama studi yang diterbitkan dalam jurnal *Proceedings of the National Academy of Sciences* seperti dikutip dari Reuters, Senin.
Pada Era Paleoarkean, ketika ini terjadi, Bumi sangat berbeda, dengan tabrakan meteor yang lebih besar dan lebih sering.
Saat itu, bumi didominasi oleh air dengan sedikit daratan berupa gunung berapi dan batuan kontinental.
Tidak ada oksigen di atmosfer atau lautan, dan belum ada sel dengan inti.
Meteor ini adalah tipe karbonat kondrit yang kaya karbon dan juga mengandung fosfor, dengan diameter sekitar 37-58 km, membuatnya sekitar 50-200 kali lebih besar daripada asteroid yang memusnahkan dinosaurus, menurut Drabon.
“Dampaknya akan terjadi dengan cepat dan dahsyat.
Impactor menghantam dengan begitu banyak energi sehingga ia dan segala sedimen atau batu yang terkena akan menguap.
Awan uap batuan dan debu yang terlempar dari kawah akan mengelilingi Bumi dan menggelapkan langit dalam hitungan jam,” kata Drabon.
Meteor itu juga diperkirakan menyebabkan tsunami besar yang menyapu dasar laut dan pantai.
Dampaknya juga memanaskan atmosfer sehingga lapisan atas lautan mulai mendidih. Butuh waktu beberapa tahun hingga puluhan tahun bagi atmosfer untuk mendingin dan uap air kembali ke laut.
Namun, meteor itu mengirimkan sejumlah besar fosfor, nutrisi penting bagi mikroba yang dibutuhkan untuk molekul penyimpanan dan transmisi informasi genetik.
Tsunami juga mencampur air dalam yang kaya besi ke air dangkal, menciptakan lingkungan yang ideal bagi banyak jenis mikroba.
“Bayangkan dampak ini sebagai bom pupuk raksasa,” kata Drabon.
Walau tabrakan meteorit sering dianggap bencana bagi kehidupan, seperti dampak Chicxulub yang memusnahkan dinosaurus, 3,2 miliar tahun yang lalu kehidupan lebih sederhana.
Mikroorganisme yang relatif sederhana, fleksibel, dan bereproduksi dengan cepat, mampu bertahan dalam menghadapi dampak besar tersebut.
Bukti dampaknya termasuk tanda kimia dari meteor, struktur bulat kecil yang terbentuk dari batuan yang meleleh, dan puing-puing dasar laut yang bercampur dengan sedimen akibat tsunami.