BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – VIDA, penyedia solusi identitas digital dan pencegahan fraud berbasis AI terdepan di Indonesia, menegaskan komitmennya memperkuat digital trust nasional melalui inovasi autentikasi wajah dan perangkat yang dipamerkan pada ajang Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) dan Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) 2025. Acara ini diselenggarakan oleh Bank Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan AFTECH di Jakarta.
Dalam sesi Casual Talk 2: “Digital Trust for a Resilient Economy”, Niki Luhur, Founder & Group CEO VIDA, menyampaikan bahwa ancaman digital kini tidak hanya bersifat teknis, melainkan juga memanipulasi perilaku pengguna melalui phishing atau account takeover yang menimbulkan kerugian finansial besar.
Menurut Niki, teknologi deepfake telah berkembang pesat dan semakin sulit dibedakan dari data asli. Dalam kondisi ini, lembaga seperti VIDA berperan penting sebagai Certificate Authority (CA) untuk menjaga integritas identitas digital dan memastikan transaksi tidak dapat dipalsukan.
Niki juga memaparkan fenomena terbaru bernama scan-as-a-service, jaringan penipu yang menyediakan akses ke jutaan akun digital. Temuan terbaru mengungkap keberadaan device farm di Latvia yang melayani 15.000 pelaku fraud dengan akses ke 48 juta rekening digital, menunjukkan bahwa penipuan kini beroperasi layaknya perusahaan dengan infrastruktur dan kolaborasi yang terorganisir.
Ia menegaskan bahwa menghadapi ancaman global ini membutuhkan kolaborasi kuat lintas industri.
“Kita di sisi industri juga harus berkolaborasi dengan skala yang sama kuatnya antara perbankan, fintech, asosiasi, dan penyedia keamanan digital,” ujar Niki.
Data VIDA Fraud Intelligence Report 2025 menunjukkan lonjakan 1.550% kasus deepfake fraud di Asia Pasifik, dan 97% bisnis Indonesia menjadi target social engineering. Sementara itu, kerugian sektor perbankan akibat penipuan digital mencapai lebih dari Rp2,5 triliun pada 2022–2024, mayoritas dipicu autentikasi lama seperti SMS OTP dan kata sandi yang tidak lagi memadai menghadapi serangan berbasis AI.
Untuk menjawab tantangan tersebut, VIDA memperkenalkan FaceToken dan PhoneToken, solusi autentikasi biometrik yang menggabungkan machine learning dan enkripsi tingkat tinggi. Teknologi tanpa kata sandi (passwordless) ini memanfaatkan deteksi wajah (liveness detection) serta perangkat pengguna yang terverifikasi, sehingga transaksi digital menjadi lebih cepat, aman, dan tetap nyaman. Implementasinya di sektor keuangan tercatat menurunkan transaksi tidak sah hingga 90%.
Selain itu, VIDA membangun AI-native security framework yang mengintegrasikan computer vision, fraud detection engine, dan analisis perangkat untuk mendeteksi serangan kompleks seperti injection attack dan virtual camera spoofing.
“Kami tidak hanya menganalisis foto, tetapi memahami pola serangan dari perangkat hingga jaringan,” tambah Niki.
Niki menegaskan bahwa FEKDI–IFSE adalah forum penting untuk memperkuat kolaborasi keamanan digital nasional.
“Proses autentikasi seharusnya mudah, tapi sekuat enkripsi. Dengan FaceToken dan PhoneToken, kami ingin keamanan terasa sederhana bagi pengguna, namun tetap mustahil ditembus penipu,” tutupnya.











