Scroll untuk baca artikel
Nasional

#PraxiSurvey: Mengungkap Kesenjangan Narasi Program Hilirisasi Antara Pemerintah dan Publik di Indonesia

28
×

#PraxiSurvey: Mengungkap Kesenjangan Narasi Program Hilirisasi Antara Pemerintah dan Publik di Indonesia

Sebarkan artikel ini
(Ki-ka) Moderator Peneliti LPEM UI, Dr. Gadis V. Sibbald, M.com, B.com, Director of Public Affairs Praxis PR, Sofyan Herbowo dan Pakar Ekonomi Energi UGM, Dr. Fahmy Radhi sedang berbincang dalam acara press conference “#PraxiSurvey: Sentimen Publik Terhadap Kebijakan Hilirisasi Minerba di Indonesia Tahun 2024” di Jakarta, Rabu (31/7/2024).

BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Diskusi mengenai program hilirisasi mineral dan batubara (minerba) di Indonesia sering kali terkait dengan isu politik dan kebijakan makro pemerintah. Namun, masih terdapat kesenjangan narasi antara pemerintah dan masyarakat mengenai program ini.

Kesimpulan ini muncul dari penelitian PraxiSurvey IV yang berjudul “Sentimen Publik Terhadap Kebijakan Hilirisasi Minerba di Indonesia Tahun 2024”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan studi kasus kata kunci “hilirisasi” yang diambil dari percakapan di media sosial Twitter (X), Facebook (Fanpage), YouTube, Instagram, dan TikTok selama periode 1 Januari – 30 Juni 2024.

Director of Public Affairs Praxis PR, Sofyan Herbowo, menjelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk memahami persepsi publik terhadap kebijakan hilirisasi minerba di Indonesia selama tahun 2024. Dalam survei ini, terdapat 26.142 percakapan yang mayoritas bersentimen negatif.

“Hilirisasi adalah salah satu topik populer di publik, merujuk pada kebijakan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah dari hasil alam melalui berbagai langkah turunan,” kata Sofyan saat mempresentasikan survei di Jakarta, Rabu (31/7/2024).

Baca Juga :   Hati-Hati! Polusi Udara Bisa Berdampak pada Kesehatan Mental

Dalam paparan hasil survei ini, hadir sebagai pembicara Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia; Direktur Eksekutif INDEF Dr. Esther Sri Astuti; dan pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Fahmy Radhi.

Survei menunjukkan adanya kesenjangan narasi yang mengakibatkan perbedaan persepsi antara pemerintah dan masyarakat terhadap program hilirisasi minerba. Pemerintah menekankan isu pertumbuhan ekonomi dan penciptaan nilai tambah ekonomi sebagai manfaat utama dari hilirisasi. Namun, narasi masyarakat lebih fokus pada dampak negatif seperti isu lingkungan, sosial, dan kehidupan masyarakat adat.

“Kami memahami bahwa hilirisasi memiliki manfaat jangka panjang. Namun, narasi masyarakat saat ini lebih menyoroti dampak negatif yang dirasakan sekarang. Ini menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan antara narasi pemerintah dan masyarakat,” ujar Sofyan.

Baca Juga :   PT Inalum Menjaga PLTA sebagai Sumber Pasokan Listrik

Berdasarkan hasil survei, Sofyan memberikan beberapa rekomendasi strategis bagi pemerintah, industri, dan masyarakat sipil. Ia menekankan pentingnya membangun narasi hilirisasi yang tidak hanya fokus pada keuntungan ekonomi, tetapi juga memperhatikan dampak lingkungan dan sosial. Sofyan juga menyarankan dibukanya ruang dialog dengan organisasi masyarakat sipil yang kritis terhadap kebijakan hilirisasi minerba.

“Kami merekomendasikan agar pelaku industri pertambangan melakukan analisis dampak lingkungan dan sosial untuk menghindari kerusakan lingkungan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),” ujarnya.

Dr. Fahmy Radhi dari UGM menegaskan bahwa kesenjangan informasi terjadi karena kurangnya pemahaman solid dari pemerintah tentang konsep hilirisasi. “Masing-masing kementerian memiliki definisi sendiri mengenai hilirisasi, sehingga terjadi kesenjangan narasi antara pemerintah dan publik,” kata Fahmy.

Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, menyatakan bahwa pihaknya mendukung agenda hilirisasi pemerintah. Namun, ia menyoroti adanya kesenjangan pemahaman mengenai hilirisasi di sektor pertambangan mineral dan batubara. “Publik cenderung melihat hilirisasi sebagai satu kesatuan, padahal karakteristik tiap mineral dan batubara berbeda. Ini mempengaruhi keekonomian dan keberhasilan hilirisasi,” jelas Hendra.

Baca Juga :   Melaju ke Final, BNI Apresiasi Keberhasilan Tim Thomas dan Uber Indonesia

Dr. Esther Sri Astuti dari INDEF mengapresiasi upaya Praxis PR dalam memetakan persepsi publik terhadap kebijakan hilirisasi minerba. “Hilirisasi meningkatkan investasi dan kapasitas ekonomi, tetapi belum mampu mengurangi kemiskinan dan ketimpangan ekonomi,” terang Esther.

Survei menunjukkan bahwa percakapan mayoritas terjadi di platform Twitter (X) sebesar 40,45%, dengan sentimen negatif dominan. Percakapan lainnya terjadi di YouTube (28,76%), Instagram (21,20%), Fanpage Facebook (5,6%), dan TikTok (3,91%). Percakapan didominasi oleh pria, terutama generasi milenial atau Y. Akun unique mendominasi percakapan sebesar 39%, diikuti oleh akun cyborg dan robot masing-masing 35% dan 26%. (saf)