BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Krisis iklim yang semakin mengkhawatirkan mendorong lahirnya konsep impact investing atau investasi berdampak sebagai solusi bisnis yang tidak hanya menguntungkan secara finansial tetapi juga berkontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan dan sosial.
Dalam Dialog PERSpektif bertajuk “Mau Untung Sekaligus Selamatkan Bumi: Bisakah Impact Investing Jadi Solusi?”, para ahli membahas bagaimana model investasi ini bisa menjadi motor perubahan. Hadir sebagai narasumber Fikri Syaryadi, CEO Bumandhala Impact Fund, Dessi Yuliana, CEO Carbon X dan Rizky Wisnoentoro, Ketua Program Studi Sustainable Finance UIII
Mereka sepakat bahwa investasi berdampak bukan hanya tren, melainkan sebuah kebutuhan untuk mengatasi permasalahan lingkungan di Indonesia, seperti deforestasi, limbah makanan, dan eksploitasi sumber daya alam.
Menurut Global Impact Investing Network (GIIN), aset investasi berdampak global telah mencapai USD 1,1 triliun.
Indonesia sendiri berhasil menarik investasi USD 1,5 miliar atau sekitar Rp 23,08 triliun, menjadikannya salah satu pasar teraktif di Asia Tenggara.
Dessi Yuliana menekankan bahwa kesadaran generasi muda terhadap keberlanjutan mendorong pergeseran perilaku konsumen.
“Kini, masyarakat semakin memilih produk dari perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan,” ujarnya.
Kewirausahaan Sosial: Jalan Baru untuk Bisnis Berkelanjutan
Salah satu bentuk investasi berdampak adalah kewirausahaan sosial (social entrepreneurship). Menurut Fikri Syaryadi, model bisnis ini berfokus pada inovasi untuk mengatasi masalah sosial dan lingkungan.
Namun, tantangan terbesar adalah pendanaan.
Banyak investor masih ragu karena dampak sosial dianggap sulit diukur. Oleh karena itu, investasi berdampak diharapkan dapat mendukung startup dan UMKM berbasis keberlanjutan, mendorong inovasi dalam agrikultur, kehutanan, dan energi terbarukan dan menghubungkan perusahaan dengan investor yang memiliki visi serupa
Dukungan Kebijakan: Langkah Nyata Pemerintah
Indonesia mulai mengadopsi prinsip ESG (Environmental, Social, Governance) dalam investasi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menerapkan Climate Risk Management & Scenario Analysis 2024, yang membantu bank mengidentifikasi risiko dan peluang terkait perubahan iklim.
Rizky Wisnoentoro menekankan bahwa impact investing dapat membantu Indonesia mencapai target Net Zero Emission 2060 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Negara-negara Eropa telah membuktikan keberhasilan investasi berdampak. Dalam kurun 2022-2024, total investasi mencapai €190 miliar, hampir dua kali lipat dari sebelumnya. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin di Asia Tenggara dalam impact investing.
Apa yang bisa dilakukan? Investor harus lebih berani mengambil langkah untuk mendukung bisnis berkelanjutan, regulasi yang lebih jelas untuk mempercepat adopsi impact investing
dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya investasi ramah lingkungan.
“Keberlanjutan bukan sekadar slogan, tapi harus menjadi aksi nyata,” tegas Fikri Syaryadi.