BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menjalin kerjasama dengan Asosiasi Blockchain Indonesia (A-B-I) untuk mendukung perkembangan ekosistem blockchain di Indonesia. Kerjasama ini mencakup penyediaan, pemanfaatan, dan pengembangan data, informasi, serta sumber daya dalam lingkup blockchain. Kolaborasi ini juga bertujuan untuk mengembangkan standar dan kebijakan yang memfasilitasi kebutuhan industri, meningkatkan literasi masyarakat terkait teknologi blockchain, dan meluncurkan program-program kolaboratif.
Salah satu proyek sinergi antara Kominfo dan A-B-I melibatkan Universitas Bina Nusantara (BINUS University), anggota kehormatan A-B-I. Kolaborasi ini direalisasikan melalui penyusunan kajian Peta Ekosistem Industri Teknologi Blockchain di Indonesia. Kajian ini berfokus pada berbagai aspek, termasuk penyelenggaraan protokol blockchain, pengembangan produk/proyek berbasis blockchain, pengembangan dan penyaringan talenta, tokenisasi aset, NFT & metaverse, serta Web3 Gaming.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel A. Pangerapan, menegaskan peran krusial asosiasi sebagai wadah bagi pelaku industri untuk bersatu dalam menjawab kebutuhan sektor ini. Kerjasama ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekosistem blockchain di Indonesia dengan memanfaatkan asosiasi sebagai koordinator dan penghubung antara pemerintah dan pelaku industri. Pangerapan menyatakan, “Asosiasi dapat menjadi mediator yang efektif, memastikan informasi terkini industri tersampaikan kepada pemerintah untuk mendukung penyesuaian kebijakan yang dibutuhkan,” pada acara Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara Kementerian Kominfo dan A-B-I di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Rabu (17/01/2024).
Pentingnya Kajian Peta Ekosistem Industri Teknologi Blockchain di Indonesia
Implementasi blockchain di Indonesia terus berkembang dengan peningkatan pelaku industri sebesar 50%, perluasan sektor usaha yang tercantum pada Indonesia Web3 Landscape 2023, pertumbuhan anggota Asosiasi, serta pendaftaran 1.629 perusahaan pada KBLI 62014 terkait Aktivitas Pengembangan Teknologi Blockchain dimana penggunaan teknologi blockchain banyak merambah pada sektor manajemen rantai pasok dan sistem logistik. Pemetaan terhadap data dan informasi di atas menunjukkan peran krusial kajian peta ekosistem ini untuk menavigasi pertumbuhan dan kebutuhan industri, termasuk infrastruktur, kebijakan, dan sumber daya manusia (SDM).
Pemanfaatan SDM dalam ekosistem blockchain adalah salah satu indikator esensial, Semuel kembali menekankan bahwa, hal ini “tidak hanya berdampak positif pada pertumbuhan nilai ekonomi digital Indonesia, tetapi ekosistem blockchain juga menciptakan peluang kerja bagi talenta di Indonesia”. Bersamaan dengan pemanfaatan SDM, diharapkan “adanya kejelasan kebijakan, biaya lisensi yang terjangkau, dan integrasi teknologi blockchain ke dalam e-government,” seperti yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Meyliana, MM, mewakili BINUS University. Beliau yakin hasil dari kajian peta ekosistem ini dapat mendukung proses penyusunan pengaturan yang agile dengan melibatkan pelaku industri serta akademisi.
Upaya Mengembangkan Ekosistem Blockchain di Indonesia
Ketua Umum A-B-I, Robby, yang hadir menandatangani kerja sama tersebut mengatakan bahwa, “Kerja sama dengan Kominfo ini merupakan langkah bersama antara Asosiasi dan pemerintah untuk mengakselerasi pertumbuhan ekosistem blockchain”. Melihat bahwa teknologi blockchain masih relatif baru di Indonesia, Asosiasi menyediakan ruang kolaborasi yang luas bagi masyarakat untuk mengenal teknologi blockchain, serta mengeksplorasi implementasinya pada use-cases dan model bisnis. Melalui inisiatif ini, diharapkan “dapat menarik perhatian venture global yang ingin berpartisipasi dalam proyek-proyek inovatif anak bangsa,” ujar Wakil Ketua Umum bidang Blockchain A-B-I, Danny. Upaya ini merupakan bentuk komitmen A-B-I untuk menjadikan Indonesia sebagai penggerak utama dalam pengembangan dan inovasi teknologi blockchain tingkat regional maupun global.(saf)