BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Asosiasi Blockchain Indonesia (A-B-I) pada 17 Januari 2024 lalu, A-B-I yang berperan sebagai penghubung antara pemerintah dengan pelaku industri dalam memutakhirkan kondisi terkini pada ekosistem blockchain mewujudkan implementasi PKS melalui penyusunan kajian Peta Ekosistem Industri Blockchain di Indonesia yang melibatkan Honorary Member Asosiasi.
Dalam kajian tersebut, Prof. Meyliana, Honorary Member A-B-I sekaligus Guru Besar Universitas Bina Nusantara, mengatakan, “Telah terdapat peningkatan proyek berbasis blockchain secara signifikan setiap tahunnya, dimulai dengan 44 proyek (2020), 70 proyek (2021), 171 proyek (2022), hingga telah ada 256 proyek (2023).”
Melihat peningkatan signifikan ini, A-B-I menginisiasi kegiatan rutin bernama At The Table (ATT), “yang dirancang sebagai forum bagi pelaku industri dan Kominfo selaku pembuat kebijakan untuk mendiskusikan tantangan, potensi, dan tren terbaru terkait ekosistem blockchain di Indonesia,” ujar Danny Baskara, Wakil Ketua Umum (WKU) bidang Blockchain A-B-I, sekaligus Founder dari Vexanium.
ATT kali ini merupakan bentuk tindak lanjut dari penyusunan kajian Peta Ekosistem yang sedang disusun, bekerja sama dengan Upbit (platform aset kripto resmi berizin Bappebti), mengangkat dua topik, Blockchain Frontier: Navigating Challenges, Reinforcing Regulation dan Standardisasi Kebijakan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 62014.
Diskusi yang dilakukan seputar tantangan pengembangan teknologi blockchain, usulan rekomendasi kebijakan dan dukungan dari Kominfo, serta menyusun langkah-langkah strategis dalam menghadapi tantangan tersebut di Indonesia. Acara ini dihadiri oleh lebih dari 80 peserta, terdiri dari lembaga pemerintah, perusahaan dan/atau proyek berbasis blockchain serta pemangku kepentingan terkait.
Dalam pembukaannya, Bapak I Nyoman Adhiarna – Sekretaris Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika) Kominfo, menyampaikan, “Kominfo tengah berfokus pada pengembangan 5 (lima) teknologi baru, termasuk blockchain, yang akan masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2025 – 2029”. Di era transformasi digital saat ini, teknologi terus berkembang dengan cepat dan menyentuh segala aspek kehidupan manusia, tentunya dengan dampak positif maupun negatif yang perlu diantisipasi.
Oleh karena itu, sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Standar Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pos, Telekomunikasi, dan Sistem dan Transaksi Elektronik, mengamanatkan kebutuhan data-data dari para pelaku usaha blockchain (KBLI 62014) untuk dapat dijadikan dasar dalam membangun sebuah ekosistem yang positif.
Affan Giffari, Co-Managing Partner Trilexica at Law, menyimpulkan hasil dari sesi yang ia pandu, “Perlu adanya soft-touched regulation, dan penggunaan kalimat yang lebih spesifik terkait pengawasannya, untuk memastikan perusahaan-perusahaan yang mendaftar KBLI 62014 adalah perusahaan yang tepat”. Hasil diskusi pada acara ini juga akan menjadi acuan untuk penyelesaian kajian kolaborasi yang disusun oleh Asosiasi, Kominfo, yang melibatkan BINUS University dan Trilexica at Law.
A-B-I dan Kominfo akan melanjutkan sinerginya dengan memfinalisasi kajian serta mengumpulkan aspirasi dari pelaku usaha terkait pengembangan sistem layanan pelaporan teknologi baru yang dibuat oleh Kominfo. Kolaborasi ini diharapkan memberikan kontribusi signifikan dalam memahami dinamika industri blockchain lokal, kata Putra Nugraha, Chief Executive Officer Upbit Indonesia.
Kedepannya, “diharapkan adanya peluang yang lebih luas untuk pengembangan teknologi dan investasi di industri blockchain”, sambil menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah dengan sektor swasta untuk memperkuat rerangka regulasi di masa depan, tegas Putra.