BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Kinerja manufaktur Indonesia pada Mei 2024 terus menunjukkan ekspansi, menandai 33 bulan berturut-turut pertumbuhan positif, seiring dengan kebijakan fiskal pemerintah yang menjaga daya beli masyarakat.
Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia tercatat pada level 52,1, sedikit menurun dari April yang berada di level 52,9. Penurunan ini masih didukung oleh stabilnya output produksi dan permintaan domestik.
“PMI manufaktur tetap berada dalam zona ekspansif. Pemerintah berkomitmen untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui sektor manufaktur, khususnya yang berorientasi ekspor. Dengan demikian, kita optimis dapat mencapai pertumbuhan di atas 5 persen pada 2024,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu, Senin (3/6/2024).
Beberapa negara mitra dagang Indonesia juga mencatatkan aktivitas manufaktur yang ekspansif, seperti Tiongkok (51,7) dan India (58,4). Negara-negara ASEAN seperti Vietnam dan Myanmar juga menunjukkan ekspansi manufaktur, masing-masing di level 50,3 dan 52,1. Di sisi lain, PMI kawasan Eropa masih berada dalam zona kontraksi di level 47,4.
Perkembangan positif juga terlihat dari tren inflasi, berkat upaya pemerintah dalam stabilisasi harga pangan. Inflasi pada Mei 2024 tercatat sebesar 2,84 persen (year on year/yoy), turun dari inflasi April 2024 yang sebesar 3,0 persen (yoy).
Secara bulanan, Mei 2024 mencatat deflasi sebesar 0,03 persen (month to month/mtm) yang didorong oleh penurunan harga pangan dan tarif transportasi pasca-Idulfitri 2024. Inflasi inti mencapai 1,93 persen (yoy), naik dari bulan sebelumnya yang tercatat 1,82 persen (yoy), menunjukkan daya beli yang masih kuat. Inflasi harga yang diatur pemerintah (administered price) cenderung stabil.
Selain itu, kebijakan stabilisasi pangan dan panen telah berkontribusi pada penurunan inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) yang mencapai 8,14 persen (yoy), turun dari 9,63 persen (yoy) pada April.
“Pemerintah akan terus memantau perkembangan harga pangan untuk memastikan akses masyarakat terhadap pangan pokok. Meskipun harga mulai melandai, kami tetap mengantisipasi risiko gejolak harga ke depan, terutama karena tantangan cuaca ekstrem. Kebijakan intervensi harga, stabilisasi pasokan, dan kelancaran distribusi terus dilakukan untuk mencapai target inflasi volatile food di bawah 5 persen serta menjaga inflasi terkendali hingga di tingkat daerah,” tutup Febrio. (saf/infopublik.id)