“Ke depannya, kita berharap bisa lebih mandiri dalam mengembangkan teknologi mitigasi bencana, meskipun kolaborasi dengan negara maju tetap dilakukan, kita tidak ingin lagi bergantung sepenuhnya pada teknologi mereka,” ujar Dwikorita sebagaimana dikutip InfoPublik pada Sabtu (7/9/2024).
Sistem baru yang dimaksud dikenal dengan nama Merah Putih.
Kehadiran sistem baru ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap teknologi asing.
Dwikorita menekankan bahwa sistem peringatan dini tsunami saat ini memang berfokus pada ancaman tsunami megatrust, seperti yang terjadi di Banda Aceh, namun pengembangan Sistem Processing Merah Putih telah jauh berkembang dibandingkan 20 tahun lalu.
“Sistem ini tidak hanya disiapkan untuk menghadapi tsunami megatrust, tetapi juga untuk berbagai jenis tsunami lainnya,” tegasnya.
Pengembangan tersebut diharapkan mendukung kemandirian teknologi dalam sistem peringatan dini tsunami Indonesia (InaTEWS) dan meningkatkan kualitas pelayanan informasi gempa bumi, serta peringatan dini tsunami yang berguna bagi pemangku kepentingan dalam menyusun konsep evakuasi yang efektif dan efisien.
Pengembangan Sistem Processing InaTEWS Merah Putih ini adalah manifestasi kemandirian bangsa dan upaya untuk mengurangi ketergantungan pada teknologi asing.
Sistem ini diharapkan dapat mendorong kreativitas dan inovasi dari kalangan akademisi serta praktisi dalam merancang sistem peringatan dini yang lebih akurat dan efektif.
Dengan dukungan dari berbagai pihak, termasuk Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Indonesia (UI), sistem ini diharapkan menjadi contoh sukses kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan lembaga internasional.
“Meskipun tantangan masih ada, optimisme tetap tinggi bahwa Indonesia akan menjadi negara yang lebih siap menghadapi bencana di masa depan,” kata Dwikorita.