BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan membuka sekitar 3,7 juta peluang pekerjaan tambahan pada tahun 2025, yang akan didorong oleh berbagai sektor industri, terutama e-commerce, transportasi, makanan, perjalanan online, dan media online.
“Wamenkominfo, Nezar Patria, dalam keterangan resminya terkait acara Digital Economy Dialogue: Social Impact & Adoption in the Digital Economy di Hotel Borobudur, Jakarta pada Kamis (28/3/2024), menyatakan bahwa keberadaan ekonomi digital berpotensi menciptakan 3,7 juta lapangan kerja baru pada 2025,” ucapnya.
Nezar menjelaskan bahwa penciptaan lapangan kerja ini memiliki arti penting dalam mencapai target Visi Indonesia Emas 2045. Ekonomi digital memberikan kemudahan dan kesempatan kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk yang rentan, untuk mengakses manfaat ekonomi, inklusi keuangan, pendidikan, dan kesehatan melalui platform-platform berbasis ekonomi digital.
“Penting juga untuk dilihat dampak ekonomi digital terhadap pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), mulai dari membuka akses pasar, mendorong inovasi, peningkatan kualitas, hingga efisiensi operasional bisnis UMKM,” jelasnya.
Nezar menyoroti beberapa isu dalam ekosistem ekonomi digital yang perlu diantisipasi untuk membuka peluang ini, antara lain pengembangan sumber daya manusia (human capital development), persaingan usaha, dan perlindungan data pribadi.
Isu pengembangan sumber daya manusia meliputi kebutuhan akan tenaga kerja berkompeten di bidang digital, dampak penggantian pekerjaan, inklusi digital untuk kelompok rentan, dan kemungkinan bias algoritma terhadap kelompok rentan.
Sementara itu, isu persaingan usaha mencakup disparitas dalam pemodal, ketimpangan akses terhadap data, ketergantungan pada teknologi tertentu, serta dominasi perusahaan teknologi asing.
“Isu lain terkait dengan persaingan usaha, terutama terkait dengan masalah fair level playing field yang muncul akibat penetrasi layanan teknologi dari luar Indonesia,” ujar Wamenkominfo.
Di sisi lain, isu perlindungan data pribadi membahas risiko kebocoran data, pemanfaatan algoritma, pengumpulan data dalam skala besar, arus data lintas batas, dan fenomena Pola Gelap (dark pattern).
“Dark Pattern merujuk pada desain antarmuka pengguna yang disengaja untuk menyembunyikan, mengelabui, menipu, bahkan memaksa pengguna, demi keuntungan kelompok tertentu,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, menegaskan bahwa Forum Dialog Ekonomi Digital 2024 melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah.
Dirjen Semuel berharap forum ini dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang ekonomi digital, serta memfasilitasi inklusivitas pengembangan ekonomi digital, mendorong inovasi yang bertanggung jawab, dan memperkuat kolaborasi antar pemangku kepentingan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
“Kami berharap ini menjadi landasan bagi perjalanan menuju Indonesia Emas 2045,” pungkasnya.
Acara tersebut juga menjadi kesempatan untuk penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama Program Ekonomi Digital antara pelaku usaha dan Perjanjian Kerja Sama Ditjen Aptika Kementerian Kominfo dengan PT Elevasi Teknologi Aeronautika Nusantara terkait Fasilitasi Adopsi Teknologi Digital pada Sektor Strategis Pertanian.
Forum ini dihadiri oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo Mira Tayyiba, perwakilan dari kementerian, lembaga pemerintah, dan daerah, serta perusahaan startup digital. (saf/infopublik.id)