BISNISASIA.CO.ID, NEW YORK – Masyarakat dunia gagal menepati janjinya untuk memastikan ‘pendidikan bermutu tinggi bagi semua orang’ pada tahun 2030.
Konflik bersenjata, pemindahan paksa, perubahan iklim, dan berbagai keadaan darurat lain maupun krisis berkepanjangan menyebabkan lebih dari 224 juta anak korban krisis sangat memerlukan bantuan pendidikan, meningkat tajam dari 75 juta anak pada tahun 2016.
Menurut laporan ini, seluruh dana kemanusiaan untuk pendidikan menurun 3% tahun lalu, dari AS$1,2 miliar pada tahun 2022 menjadi AS$1,17 pada tahun 2023.
Education Cannot Wait (ECW) adalah dana global di Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pendidikan saat keadaan darurat dan krisis berkepanjangan. Bersama para mitra strategisnya, ECW terus melawan segala rintangan, dengan melakukan investasi pendidikan jangka panjang yang menyelamatkan nyawa dan menopang kehidupan kepada anak-anak dan remaja paling rentan di dunia.
Sejak ECW beroperasi pada tahun 2017, investasinya telah menjangkau 11 juta anak dan remaja, termasuk 5,6 juta anak pada tahun 2023 saja. Jangkauan ini belum pernah terjadi sebelumnya. Namun masih banyak sumber daya dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan lebih dari 224 juta anak, remaja, dan guru mereka yang membutuhkan bantuan mendesak.
Hingga saat ini, ECW telah menggalang dana lebih dari AS$1,6 miliar dari donatur publik dan swasta. Namun masih perlu dana $600 juta dari donatur agar ECW dan mitra strategisnya mampu menyediakan pendidikan inklusif dan bermutu tinggi bagi 20 juta anak dan remaja pada akhir periode rencana strategis tahun 2023-2026.
“Bagi 25 mitra donatur strategis kami, investasi transformatif ini menyediakan pendidikan bermutu tinggi dan menyeluruh yang berpusat pada anak, dan dengan demikian memperlihatkan komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan, hak asasi manusia, ketahanan ekonomi, dan keamanan global,” kata Rt. Hon. Gordon Brown, Utusan Khusus PBB untuk Pendidikan Global dan Pimpinan High-Level Steering Group ECW.
“Pendidikan adalah sarana terkuat untuk memulihkan harapan di dunia yang dirusak oleh konflik brutal, pelanggaran hak asasi manusia, dan ketidaksetaraan. Ini adalah investasi kami untuk generasi pemimpin baru.”
Dampak, Kedalaman dan Keberlanjutan
Mulai dari Afghanistan, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, Gaza, Tepi Barat, hingga Haiti, Sahel, Sudan, Ukraina, dan berbagai kawasan berbahaya lainnya di seluruh dunia, laporan ECW menyoroti besarnya dampak pendidikan dalam situasi krisis.
“Anak-anak korban krisis adalah yang paling terdampak oleh konflik brutal akibat ulah manusia, pemindahan paksa, perubahan iklim, dan bencana lainnya. Laporan baru kami membuktikan bahwa terlepas dari semua tantangan ini, tidak mustahil memberikan perlindungan, harapan dan kesempatan yang mengubah hidup kepada mereka melalui pendidikan yang menyeluruh dan bermutu tinggi.
Karena itu, kami sangat membutuhkan dana AS$600 juta untuk memenuhi target rencana strategis kami dan memastikan masa depan lebih cerah bagi 20 juta anak selambatnya tahun 2026,” kata Direktur Eksekutif ECW, Yasmine Sherif. “Inilah saatnya mengambil pilihan moral yang selaras dengan tindakan politik.”
Laporan baru ini menunjukkan fokus ECW yang kuat pada anak-anak yang paling rentan dan paling menghadapi risiko di dunia: dari anak-anak yang dijangkau pada tahun 2023, lebih dari separuhnya adalah anak perempuan (51%), 17% adalah pengungsi internal, dan 22% adalah pengungsi.
Kualitas dan dampak dari pendidikan yang diberikan juga meningkat, bahkan dalam situasi tersulit. Secara keseluruhan, 9 dari 10 program melaporkan peningkatan partisipasi sekolah dan 72% menunjukkan kemajuan bagi semua gender.
Menurut laporan ECW, di antara semua program yang mampu memantau hasil belajar, 80% dari investasinya menunjukkan peningkatan akademis dan 72% menunjukkan peningkatan dalam pembelajaran dan kesejahteraan sosial maupun emosional anak-anak.
Investasi ECW juga memperbaiki kelangsungan pembelajaran dengan peningkatan jumlah anak yang berhasil dijangkau melalui investasi ECW untuk pendidikan anak usia dini dan sekolah menengah, inklusi disabilitas, pendekatan transformatif gender, bantuan kesehatan jiwa, dan solusi yang tangkas maupun menyeluruh yang memenuhi semua kebutuhan anak.
Krisis iklim adalah krisis pendidikan. Jumlah anak yang dijangkau melalui Tanggap Darurat Pertama akibat bahaya terkait iklim telah meningkat hampir dua kali lipat, dari 14% pada tahun 2022 menjadi 27% pada tahun 2023.
“Pendidikan adalah barang publik dan hak asasi manusia. Untuk mencapai tujuan kami, para pemimpin dunia harus menyelaraskan kebijakan, pendanaan, dan prinsip-prinsip kemanusiaan.
Dana bantuan multilateral harus segera ditingkatkan untuk membalikkan tren penurunan saat ini; kemitraan dan kerja sama harus diperkuat dalam upaya kemanusiaan, pembangunan, dan perdamaian. Education Cannot Wait telah membuktikan bahwa apa yang tampaknya ‘mustahil’ ternyata bisa terwujud – asalkan ada dana,” kata Rt. Hon. Gordon Brown.