Scroll untuk baca artikel
Teknologi

Delapan Langkah untuk Mengimplementasikan AI dengan Sukses bagi Bisnis  

2
×

Delapan Langkah untuk Mengimplementasikan AI dengan Sukses bagi Bisnis  

Sebarkan artikel ini
ILUSTRASI Kecerdasan buatan

BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Seiring dengan meningkatnya dampak positif kecerdasan buatan (Artificial Intelligence – AI) di berbagai industri, semakin banyak perusahaan di Indonesia, baik besar maupun kecil, mencari langkah-langkah yang tepat untuk memaksimalkan manfaat AI.

Namun, penerapan AI memerlukan perencanaan yang teliti dan pendekatan terstruktur guna menghindari kendala umum serta mampu menghasilkan manfaat yang berkelanjutan. Tantangannya, setiap organisasi berada pada tahap yang berbeda dalam perjalanan AI mereka, dengan kapabilitas dan tujuan bisnis yang unik.

 Studi CEO IBM terbaru,* yang menyurvei 2.000 CEO secara global termasuk dari Indonesia, mengungkapkan bahwa para eksekutif memperkirakan tingkat pertumbuhan investasi AI akan lebih dari dua kali lipat dalam dua tahun ke depan.

Faktanya, 77% CEO Indonesia yang disurvei mengidentifikasi arsitektur data terintegrasi di seluruh perusahaan sebagai hal yang krusial untuk kolaborasi lintas fungsi, dan 67% memandang data kepemilikan organisasi mereka sebagai kunci untuk membuka nilai dari generative AI. Mereka juga melaporkan bahwa hanya 27% inisiatif AI yang memberikan ROI sesuai harapan dalam beberapa tahun terakhir—angka tertinggi di kawasan Asia Pasifik—dan hanya 15% yang telah diterapkan secara luas di seluruh perusahaan.

 “Perusahaan-perusahaan di Indonesia berupaya menggunakan AI untuk mengoptimalkan alur kerja bisnis mereka dan mendapatkan lebih banyak manfaat dari data yang dimiliki. Penting untuk diingat bahwa strategi implementasi AI harus sesuai dengan tujuan dan selaras dengan prioritas bisnis guna memastikan hasilnya dapat memajukan visi perusahaan dengan memanfaatkan aset yang sudah ada. Hal ini juga merupakan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan karyawan guna mendorong pertumbuhan bisnis serta industri secara keseluruhan,” ungkap Roy Kosasih, Presiden Direktur IBM Indonesia.

 Meskipun tidak ada solusi yang bersifat universal, perusahaan harus mampu mengidentifikasi praktik terbaik mereka sendiri, terlepas dari adanya penambahan fitur AI yang terus berkembang maupun peta jalan khusus yang dimiliki organisasi. Implementasi AI yang berhasil selalu melibatkan serangkaian strategi penting yang relevan  dalam berbagai kasus penggunaan AI.

Berikut delapan langkah utama yang direkomendasikan IBM: 

Menetapkan Tujuan Strategis: Identifikasi secara jelas masalah atau peluang untuk transformasi digital, lalu terjemahkan menjadi tujuan yang terukur seperti peningkatan efisiensi atau perbaikan layanan pelanggan. Menentukan tujuan yang jelas dan metrik keberhasilan (seperti akurasi, kecepatan, pengurangan biaya, atau kepuasan pelanggan) memberikan target konkret bagi tim dan membantu menghindari perluasan ruang lingkup yang tidak terkendali (scope creep). Dengan pendekatan terstruktur, inisiatif AI dapat tetap fokus, memiliki titik evaluasi yang jelas, serta penerapan model AI selaras dengan tujuan bisnis.

Evaluasi Kualitas dan Aksesibilitas Data: Hasil AI hanya akan sebaik data inputnya, sehingga menilai kualitas dan aksesibilitas data pelatihan menjadi langkah awal yang krusial dalam proses implementasi AI. Evaluasi kualitas data berdasarkan akurasi, kelengkapan, konsistensi, dan relevansi. Proses ini sering kali melibatkan pembersihan data untuk mengatasi ketidakakuratan, melengkapi nilai yang hilang, dan memastikan data selalu diperbarui. Selain itu, data harus merepresentasikan skenario dunia nyata yang akan dihadapi model AI agar dapat mencegah prediksi yang bias atau terbatas. Sistem AI juga harus dapat mengakses data dengan tepat. Pastikan data disimpan dalam format terstruktur yang dapat dibaca mesin serta mematuhi regulasi privasi.

Pilih Teknologi AI yang Tepat: Pilih model dan metodologi AI yang selaras dengan tugas yang ingin dicapai, seperti predictive modelling, natural language processing, atau computer vision. Supervised learning efektif digunakan dengan data berlabel, sementara unsupervised learning lebih tepat untuk pengelompokan atau mendeteksi anomali. Selain itu, perusahaan juga harus mempertimbangkan infrastruktur dan platform yang akan mendukung sistem AI. Misalnya, layanan cloud menawarkan solusi fleksibel untuk kebutuhan pemrosesan dan penyimpanan AI, terutama bagi perusahaan yang tidak memiliki sumber daya on-premises yang luas. Menggunakan pustaka open-source seperti Scikit-Learn dan Keras menyediakan algoritma serta arsitektur model yang sudah siap pakai, sehingga dapat mengurangi waktu pengembangan.

Siapkan Tim yang Mahir AI: Tim yang terampil dapat menangani kompleksitas pengembangan, penerapan, dan pemeliharaan AI. Bentuklah tim yang beragam dengan peran khusus, termasuk data scientist, machine learning engineer, dan pakar domain, untuk mengelola pengembangan, penerapan, serta pemeliharaan AI. Pakar domain adalah individu yang memahami kebutuhan bisnis perusahaan secara mendalam  dan mampu menerjemahkan hasil AI menjadi langkah yang dapat ditindaklanjuti sekaligus selaras dengan tujuan strategis. Tim yang mahir AI juga harus  mengintegrasikan keterampilan teknis, manajerial, dan etis, serta terus mengembangkan keahlian internal. Pendekatan ini memastikan implementasi berjalan lancar sekaligus membangun kapasitas jangka panjang bagi inovasi dan adaptasi.

Bangun Budaya Inovasi AI: Dorong karyawan untuk menerima perubahan dan mengeksplorasi ide-ide baru melalui proyek percontohan, dukungan kepemimpinan, dan pola pikir pro-inovasi.  Komunikasikan visi yang jelas mengenai peran AI dalam organisasi, jelaskan potensi manfaatnya, dan tangani kekhawatiran yang umum terjadi. Dengan cara, ini,  organisasi tidak hanya dapat meningkatkan keberhasilan proyek AI secara individual, tetapi juga membangun tenaga kerja yang tangguh, adaptif, dan siap memanfaatkan AI dalam inisiatif-inisiatif mendatang.

Kelola Risiko dan Membangun Kerangka Etis: Model AI, khususnya yang memproses data sensitif, memiliki risiko terkait privasi data, bias model, kerentanan keamanan, dan konsekuensi yang tidak diinginkan. Lakukan penilaian risiko secara menyeluruh, terapkan praktik perlindungan data yang kuat, dan tetapkan pedoman etika untuk penggunaan AI, dengan memastikan kepatuhan terhadap regulasi serta nilai-nilai organisasi. Hal ini akan membantu mengurangi risiko hukum maupun reputasi, sekaligus memperkuat kepercayaan pelanggan dan pemangku kepentingan.

Uji dan Evaluasi Model: Pengujian dan evaluasi model AI memastikan model akurat, andal, dan bebas bias sebelum diterapkan, dengan menggunakan dataset validasi dan metrik kinerja seperti akurasi, presisi, recall, dan F1 score. Pengujian juga mencakup pemeriksaan terhadap bias atau kesalahan sistematis. Pemantauan berkelanjutan, feedback loop, dan pelatihan ulang secara rutin yang membantu menjaga kinerja seiring dengan perubahan data dan kondisi bisnis, sehingga sistem AI menjadi tangguh, adaptif, dan mampu memberikan nilai nyata yang berkelanjutan.

Rencanakan Skalabilitas dan Peningkatan Berkelanjutan: Skalabilitas sangat penting untuk menangani pertumbuhan data, jumlah pengguna, dan proses bisnis tanpa mengorbankan kinerja. Memilih infrastruktur yang tepat seperti layanan cloud, komputasi terdistribusi, atau arsitektur modular dapat mendukung ekspansi. Pengaturan yang skalabel memaksimalkan manfaat jangka panjang dan menekan biaya penyesuaian di masa depan. Selain itu, pelatihan ulang model secara berkala dengan data terbaru mencegah penurunan kinerja. Pemantauan hasil model membantu mendeteksi bias atau ketidakakuratan. Feedback dari pengguna dan pemangku kepentingan juga harus diintegrasikan untuk menyempurnakan serta meningkatkan sistem.

 

 

Baca Juga :   Gupshup Percepat Adopsi AI di Bisnis dengan Agen AI Multimoda