BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama untuk memastikan anak-anak terlindungi dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan salah. Untuk itu, ChildFund International di Indonesia bersama mitra Yayasan Cita Masyarakat Madani (Yacita) menyelenggarakan Pertemuan Perlindungan Anak Nasional yang berlangsung 14-17 Mei 2024 di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang juga bertepatan dengan Pertemuan Perlindungan Anak se-Asia. Pertemuan ini menjadi ruang untuk memperkuat jaringan kerja sama, berbagi pengetahuan, dan mengidentifikasi tantangan serta solusi yang berkelanjutan dalam melindungi anak-anak di Indonesia dan Asia.
Child Protection & Advocacy Specialist ChildFund International di Indonesia Reny Haning mengatakan, meskipun telah banyak upaya secara intensif untuk melindungi anak-anak secara global, masih ada kesenjangan dalam memanfaatkan pengetahuan dan praktik lokal secara efektif. ChildFund mengakui pentingnya memanfaatkan pengetahuan lokal dan praktik terbaik dalam upaya perlindungan anak. Dengan memahami konteks lokal, ChildFund dapat mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan mengintegrasikan pendekatan yang efektif untuk melindungi anak-anak dari risiko yang mereka hadapi di berbagai wilayah Indonesia.
“Pertemuan ini merupakan upaya ChildFund bersama dengan mitra-mitra lokal dan nasional, memperkuat komitmen kami untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan salah. Ini melibatkan kolaborasi aktif antara ChildFund International, pemerintah, organisasi non-profit, dan masyarakat sipil, untuk memastikan bahwa setiap anak dilindungi dan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan aman,” ujar Reny.
Selain itu, aktivitas ini menegaskan peran ChildFund International di Indonesia dalam memfasilitasi kolaborasi dan koordinasi di antara para profesional, praktisi, dan pemangku kepentingan lainnya dalam bidang perlindungan anak. Melalui pertemuan Perlindungan Anak Nasional dan Asia, ChildFund International bertujuan untuk memperkuat jaringan kerjasama, berbagi pengetahuan, dan mengidentifikasi tantangan serta solusi yang berkelanjutan dalam melindungi anak-anak di Indonesia dan Asia.
Pertemuan Perlindungan Anak Nasional ini melibatkan narasumber dari pemerintah, seperti dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Kepolisian Daerah NTT hingga komunitas serta para profesional dan praktisi di bidang perlindungan anak yakni Gerakan Komunitas Lakoat Kujawas, Koalisi KOPI, ID-COP untuk Online Safety, PKBI/Rumah Sejiwa Flobamor, Paralegal Komunitas, Lembaga Bantuan Hukum APIK-NTT, Voice Now serta mitra-mitra implementasi ChildFund International di Indonesia.
ChildFund International di Indonesia sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi risiko anak-anak dan pemuda menghadapi kekerasan dan eksploitasi, baik secara di ranah daring dan luring melalui program perlindungan anak PRIME.
“Kami berfokus pada meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang kerentanan dan risiko di kalangan anak-anak, pemuda, keluarga, masyarakat, dan lembaga. Pendekatan komprehensif ini melibatkan peningkatan kesadaran tentang hak-hak anak dan perlindungan, pengembangan jalur rujukan untuk masalah perlindungan anak, dan pemantauan insiden anak di dalam masyarakat. Selain itu, kami mendukung komite perlindungan anak desa dengan keterampilan paralegal untuk membantu mereka yang berisiko dalam mengakses keadilan dan hak-hak dasar, termasuk registrasi kelahiran dan layanan perlindungan,” papar Reny.
Menurutnya, ChildFund International di Indonesia telah memulai berbagai program intervensi untuk meningkatkan kapasitas individu dan lembaga yang terlibat dalam melindungi anak-anak dari kekerasan, penyalahgunaan, dan eksploitasi. Inisiatif-inisiatif ini termasuk melakukan penelitian tentang eksploitasi dan kekerasan seksual online terhadap anak, melakukan kampanye untuk perlindungan siber, mengadakan lokakarya untuk mendidik pemuda, orang tua, guru, dan paralegal tentang gender, disabilitas, pembelajaran sosial-emosional, perlindungan, dan hak-hak anak.
“Kami juga mendukung sekolah dalam mengembangkan standar perlindungan anak dan memperkuat suara anak-anak di tingkat nasional dan global mengenai pelecehan siber dan isu-isu perlindungan anak,” tutupnya. (wib)