BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Sektor e-commerce di Asia Tenggara tengah memasuki fase pertumbuhan baru yang lebih matang dan berkelanjutan.
Menurut laporan terbaru Bank DBS bertajuk DBS Nextwave Southeast Asia 2025, penjualan e-commerce di kawasan ini diproyeksikan meningkat lebih dari dua kali lipat, dari USD184 miliar pada 2024 menjadi USD410 miliar pada 2030 — dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 14 persen.
Pertumbuhan eksplosif ini juga menandai pergeseran fokus perusahaan e-commerce dari ekspansi agresif menuju profitabilitas dan efisiensi jangka panjang, termasuk melalui pengalaman pelanggan berbasis teknologi serta struktur modal yang lebih seimbang.
Pertumbuhan 46 Kali Lipat dalam 12 Tahun
Sejak 2012, nilai penjualan e-commerce di Asia Tenggara telah melonjak 46 kali lipat, dari USD4 miliar menjadi USD184 miliar pada 2024. Peningkatan ini didorong oleh perubahan perilaku konsumen yang semakin memilih kanal digital untuk berbelanja.
Beberapa pemain besar e-commerce pun mulai mencapai profitabilitas, didorong oleh konsolidasi pasar, optimalisasi layanan, dan fokus terhadap lini bisnis inti. Tak sedikit yang memperluas model bisnisnya dengan masuk ke layanan pendukung seperti pergudangan dan pengiriman jarak jauh untuk meningkatkan layanan pelanggan.
AI & Pengalaman Pelanggan Jadi Kunci Pembeda
Di fase baru ini, pengalaman pelanggan yang dipersonalisasi dan cerdas akan menjadi penentu kesuksesan. Teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) kini tidak hanya digunakan di backend, tapi mulai mengubah cara platform menyajikan rekomendasi produk, mengelola interaksi pelanggan, hingga membangun loyalitas.
Platform yang menawarkan belanja imersif, personalisasi tinggi, dan integrasi pembayaran tanpa hambatan diprediksi akan unggul. Bahkan pemain baru yang berani berinovasi bisa menggoyahkan dominasi pemain lama.
Perubahan Struktur Modal: Dari Ekuitas ke Kredit
Laporan ini juga menyoroti pergeseran dalam pendanaan perusahaan teknologi di Asia Tenggara. Jika sebelumnya ekuitas seperti modal ventura menjadi andalan, kini banyak perusahaan mulai melirik pendanaan berbasis kredit untuk mendukung pertumbuhan dengan biaya modal yang lebih rendah dan fleksibilitas lebih tinggi.
Hal ini membuka jalan bagi pendekatan pendanaan yang lebih beragam dan berkelanjutan, terutama bagi startup dan scale-up yang ingin menyeimbangkan ekspansi dan profitabilitas.
Chua Shih Guan, Head of Digital Economy Group, Institutional Banking, Bank DBS melihat pergeseran dari sekadar diskon menuju pengalaman pelanggan yang inovatif.
“Investasi pada personalisasi berbasis AI, logistik, dan pendanaan cerdas akan menjadi kunci. Kami di DBS siap mendukung bisnis digital di setiap tahap pertumbuhannya,” katanya.
Simon Torring, Co-Founder, Cube mengatakan, E-commerce bukan hanya mengubah cara orang berbelanja, tetapi juga mendorong pertumbuhan di sektor lain seperti logistik, pembayaran, dan infrastruktur digital.
“Fase baru ini akan membuat e-commerce lebih pintar dan lebih menyatu dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.
Dengan evolusi yang berlangsung cepat ini, Asia Tenggara bukan hanya menjadi pasar e-commerce yang tumbuh pesat, tetapi juga pusat inovasi digital yang patut diperhitungkan secara global.