BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Panen besar padi di dalam negeri berlanjut hingga April 2024, menyebabkan persediaan beras di tingkat nasional mengalami kelebihan pasokan.
Menurut data BPS per Maret 2024, panen pada bulan Maret mencapai 1,10 juta hektar (ha) dengan hasil 3,38 juta ton beras, sedangkan pada April 2024, panen meningkat menjadi 1,78 juta hektar dengan hasil 5,53 juta ton beras. Bulan Mei 2024 juga diproyeksikan akan menghasilkan 1,12 juta hektar dengan 3,19 juta ton beras.
Yadi Sofyan Noor, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), mengungkapkan keprihatinannya terhadap kinerja Perum Bulog yang dinilainya belum maksimal dalam menyerap gabah dari petani. Pada masa panen besar di awal tahun 2024 ini, Bulog justru kalah bersaing dengan pedagang beras dalam pembelian gabah dari petani.
“Ketika saat ini merupakan musim panen raya padi dan jagung, mengapa Bulog tidak dapat menyerap gabah dan jagung dari petani? Harga gabah di petani malah turun drastis hingga Rp4.000 per kilogram. Bulog seharusnya dapat menyerap dengan optimal selama masa panen raya ini untuk mencegah penurunan harga gabah,” ujar Yadi Sofyan dalam siaran pers Kementan yang diterima di Jakarta, Jumat (26/4/2024).
Menurut Yadi, tidak ada alasan bagi Bulog untuk tidak menyerap gabah petani karena pedagang beras mampu melakukannya tanpa kendala. Alasan yang disampaikan Bulog, seperti potensi persaingan dalam mendapatkan gabah atau alasan teknis terkait kualitas gabah, dianggapnya tidak masuk akal.
“Seharusnya alasan seperti kadar air, rendemen, atau kualitas lainnya tidak menjadi penghalang karena pedagang mampu menyerap gabah. Bandingkan modal mereka, pedagang memiliki modal kecil, sementara Bulog memiliki modal triliunan dan memiliki gudang yang cukup,” tegasnya.
Yadi Sofyan menilai sikap Bulog yang menyalahkan situasi sebagai pembenaran untuk kinerja buruknya dalam menyerap gabah petani adalah suatu keanehan. Meskipun Bulog sangat antusias dalam melakukan impor beras, namun tidak menunjukkan semangat yang sama dalam menyerap gabah petani.
“Ini menjadi aneh. Jika gabah petani tidak diserap, petani akan kehilangan semangat untuk menanam padi. Bulog seharusnya menyadari bahwa panen raya merupakan waktu yang tepat untuk menyerap gabah petani, baik melalui skema komersial maupun PSO (Pengadaan Secara Langsung),” ujarnya.
Yadi menambahkan bahwa Bulog sudah seharusnya membeli gabah dari petani selama masa panen raya untuk disimpan sebagai stok. Lebih baik Bulog menyerap gabah langsung daripada beras karena petani memiliki hasil panen gabah, bukan beras.
“Ini saat yang tepat bagi Bulog untuk menyerap gabah petani, terutama dengan kebijakan fleksibilitas harga gabah petani sebesar Rp6.000 per kilogram. Bulog seharusnya tidak melewatkan kesempatan ini,” tandasnya. (saf/infopublik.id)