BISNISASIA.CO.ID, BEIJING – Brazil resmi mengemban kepemimpinan G20 selama satu tahun pada Desember 2023 dengan semboyan “Membangun dunia yang adil dan bumi yang berkelanjutan”. Semboyan ini sesuai dengan komitmen Brazil dan Tiongkok pada pembangunan berkelanjutan, serta berkontribusi terhadap transformasi rendah karbon.
Selama beberapa tahun terakhir, kedua negara ini telah mempererat kerja sama di berbagai sektor, termasuk energi terbarukan, teknologi antariksa, dan pertanian berkelanjutan. Tiongkok dan Brazil juga bekerja sama mempromosikan kelestarian lingkungan hidup dan kesinambungan ekonomi.
Peluang pembangunan hijau bagi masyarakat lokal
Di negara bagian Rio Grande do Norte, timur laut Brazil, pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) Gameleiras memasok energi terbarukan yang sangat dibutuhkan Joao Camara, sebuah kota yang dilanda bencana kekeringan.
Tuntas pada 2021, PLTB Gameleiras merupakan proyek PLTB pertama yang dimulai dari nol (greenfield) oleh anak usaha State Grid Corporation asal Tiongkok di Brazil. PLTB ini menghasilkan 360 juta kilowatt-jam listrik setiap tahun, serta mengurangi emisi CO2 sebesar 358.900 ton, dan menciptakan lebih dari 2.000 lapangan pekerjaan lokal.
Kolaborasi penting lain yang terjalin antara Tiongkok dan Brazil adalah PLTB 180 MW di Tanque Novo, negara bagian Bahia, timur laut Brazil, yang dikembangkan CGN Brazil Energy, anak usaha China General Nuclear Power Corporation.
Beroperasi sejak 2023, proyek ini, terdiri atas 40 turbin–semuanya buatan Tiongkok–memiliki kapasitas terpasang sebesar 180 MW dan menghasilkan 720 juta kilowatt-jam listrik setiap tahun untuk 430.000 rumah, serta memangkas emisi karbondioksida sebanyak 650.000 ton setiap tahun.
Andre Martini, Chief Development Officer, CGN Brazil Energy, menyoroti manfaat yang didatangkan kerja sama tersebut, serta mencatat bahwa sumber daya tenaga bayu di Brazil telah membuka lapangan pekerjaan dan menghasilkan pendapatan pajak. Lewat kolaborasi ini, Tiongkok pun telah menghadirkan berbagai teknologi canggih dan produk kompetitif di pasar Brazil sehingga memberikan manfaat yang saling menguntungkan.
Menurut Luis Antonio Paulino, Profesor di Sao Paulo State University, kerja sama dalam bidang energi terbarukan akan membantu Brazil membangun jaringan suplai listrik yang lebih seimbang, serta berkontribusi global terhadap pembangunan berkelanjutan.
Melestarikan lingkungan hidup dari luar angkasa
Selain energi, Tiongkok dan Brazil juga telah bekerja sama dalam sektor antariksa selama 36 tahun, berawal dari program China-Brazil Earth Resources Satellite (CBERS) pada 1988.
Enam satelit telah dikembangkan dalam program ini, di antaranya, CBERS-4 dan CBERS-4A yang telah berperan penting dalam pengelolaan air, perencanaan perkotaan, serta pemantauan bencana di Brazil. Hal tersebut disampaikan Clezio Marcos de Nardin, Director, National Institute for Space Research (INPE) Brazil.
Ketika hujan deras dan bencana banjir parah terjadi di negara bagian Rio Grande Do Sul, selatan Brazil, pada April lalu, kedua satelit ini menyediakan data penting yang membantu pihak berwenang di Brazil mengevaluasi kerusakan yang timbul, serta memanduk pemulihan bencana, menurut Nardin.
Kerja sama ini turut mendukung pemantauan deforestasi Amazon, isu lingkungan hidup yang penting bagi Brazil dan komunitas global, dengan menyediakan data vital untuk program konservasi.
“Dengan kata lain, kemitraan ini membantu pemerintah Brazil mengambil keputusan secara lebih baik. Maka, kerja sama yang terjalin antara kedua negara tersebut dalam bidang satelit sangat berperan melestarikan bumi sebagai tempat tinggal kita bersama,” ujar Nardin.
Pada April 2023, Tiongkok dan Brazil memperluas kerja sama dalam bidang luar angkasa dengan meneken dua perjanjian: protokol tambahan untuk mengembangkan CBERS-6, serta rencana kerja sama antariksa 2023–2032 antara China National Space Administration dan Brazilian Space Agency.
Perjanjian tersebut akan mempercepat pengembangan CBERS-6, memajukan riset-riset CBERS-5, serta memperluas kerja sama lunar dan eksplorasi antariksa jauh (deep space).
Menteri Sains, Teknologi, dan Inovasi Brazil Luciana Santos merasa optimis, radar synthetic aperture baru pada satelit CBERS-6 akan meningkatkan pemantauan, serta menyediakan peringatan dan data yang lebih akurat dalam seluruh kondisi cuaca.
Radar ini akan memantau bencana kebakaran hutan, sumber daya air, bencana alam, ekspansi perkotaan, serta pemanfaatan lahan untuk melindungi ekosistem Brazil, terutama Amazon, seperti disampaikan Santos.
“Program CBERS sangat penting untuk memberantas deforestasi di Amazon,” jelasnya. “Kerja sama sains dan teknologi antara Tiongkok-Brazil tak hanya bermanfaat untuk pembangunan kedua negara, namun juga dunia.”
Pertanian berkelanjutan
Tiongkok dan Brazil juga mempererat kolaborasi dalam bidang pertanian berkelanjutan. Salah satunya, mempromosikan kacang kedelai deforestation- and conversion-free (DCF) yang dibudidayakan tanpa menghancurkan hutan atau vegetasi alam.
COFCO Corporation (COFCO), perusahaan terkemuka asal Tiongkok yang bergerak dalam jual-beli komoditas pangan, telah memimpin upaya tersebut.
Sejak 2019, COFCO telah memantau penggunaan lahan di beberapa pertanian di Brazil, memetakan risiko, serta menyusun “soybean traceability system” berdasarkan informasi dari pihak pemasok. COFCO juga melatih para petani setempat agar produksi kacang kedelai tidak menimbulkan deforestasi.
Para petani lokal yang bermitra dengan COFCO juga berkomitmen pada aspek kelestarian alam. Komitmen ini tercermin dari praktik bertani dan hubungan jangka panjang yang terjalin dengan COFCO.
Pasar Tiongkok berperan penting dalam perdagangan komoditas pertanian dunia, serta mempromosikan transformasi hijau dalam rantai nilai industri pertanian global, seperti dijelaskan Jack Hurd, Executive Director, Tropical Forest Alliance, World Economic Forum.
Menurutnya, aktivitas konsumsi yang berkelanjutan, serta pembangunan industri pangan dan pertanian yang bermutu tinggi merupakan tren-tren yang tak dapat dihindari. Dia berharap, semakin banyak perusahaan bergabung dalam inisiatif serupa.