BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Studi terbaru yang dilakukan bersama Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI) dan IQVIA mengungkapkan bahwa 9 dari 10 penderita gigi sensitif mengalami penurunan kualitas hidup yang signifikan.
Secara global, satu dari tiga orang dewasa mengalami gigi sensitif.
Namun, banyak yang menganggapnya sebagai masalah sepele atau bagian alami dari penuaan.
Padahal, sensitivitas gigi dapat menjadi tanda awal melemahnya enamel dan terbukanya dentin, yang jika tidak ditangani dapat semakin parah.
Perubahan Pola Makan dan Dampaknya terhadap Gigi Sensitif
Ahli menyoroti bahwa perubahan kebiasaan makan selama Ramadan, seperti mengonsumsi minuman panas/dingin, makanan manis, dan hidangan asam saat sahur dan berbuka, dapat memperburuk sensitivitas gigi.
Oleh karena itu, penting untuk menggunakan perawatan gigi yang telah terbukti secara ilmiah guna mengurangi dampaknya.
Dhanica Mae Dumo-Tiu, General Manager Haleon Indonesia, menegaskan,kesehatan gigi yang baik berkontribusi pada kesehatan secara menyeluruh.
Gigi sensitif bukan sekadar masalah gigi, tetapi juga berpengaruh terhadap kualitas hidup.
“Kami berkomitmen untuk memastikan masyarakat Indonesia memahami pentingnya kesehatan gigi serta memiliki akses ke solusi yang tepat agar mereka dapat menjalani hidup dengan nyaman dan percaya diri,” katanya.
Temuan Studi: Dampak Gigi Sensitif terhadap Kualitas Hidup
Studi yang dilakukan pada awal 2024 menunjukkan bahwa 93% responden merasa sensitivitas gigi mengurangi kenyamanan saat makan dan minum.
Selain itu, 92% menggambarkan sensitivitas gigi sebagai sesuatu yang mengganggu, sementara 86% merasa cemas akan rasa sakit saat makan, sehingga sering menghindari acara sosial.
Dr. drg. Fatimah Maria Tadjoedin, Sp.Perio(K), pakar dari FKG UI, menjelaskan, “Gigi sensitif bukan sekadar ketidaknyamanan sementara, tetapi memiliki dampak besar terhadap kualitas hidup. Banyak penderita yang tanpa sadar menghindari makanan tertentu atau bahkan menarik diri dari kegiatan sosial, daripada menangani akar permasalahannya.”
Ia menambahkan, “Menggunakan pasta gigi khusus, menjaga kebersihan gigi dengan baik, dan berkonsultasi dengan dokter gigi dapat membawa perubahan besar bagi kesehatan gigi dalam jangka panjang.”
Sensitivitas Gigi dan Kesehatan Mental
Selain dampak fisik, studi ini juga menemukan bahwa gigi sensitif dapat memengaruhi kesehatan emosional dan kepercayaan diri.
Temuan ini selaras dengan tema Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia 2025, “A Happy Mouth is a Happy Mind,” yang menekankan keterkaitan antara kesehatan gigi dan kesejahteraan mental.
Perawatan gigi yang konsisten dan penggunaan produk khusus dapat meningkatkan kesehatan gigi serta kualitas hidup, terutama selama Ramadan, ketika pola makan berubah secara signifikan.
Sensodyne berkomitmen untuk terus mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya mengelola sensitivitas gigi, membangun kebiasaan perawatan gigi yang lebih baik, serta mendorong tindakan preventif.
Dhanica Mae Dumo-Tiu menambahkan, “Kami selalu berupaya menghadirkan solusi berkualitas tinggi agar konsumen dapat mengelola kesehatan gigi dengan lebih baik.
Dari penelitian ini, ditemukan bahwa 98% pengguna mengalami perbaikan pada sensitivitas gigi setelah menggunakan pasta gigi khusus, sementara 9 dari 10 konsumen percaya bahwa Sensodyne memberikan perlindungan lebih baik.*”
Komitmen Sensodyne untuk Kesehatan Gigi yang Lebih Baik
Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia 2025 menyoroti hubungan erat antara kesehatan gigi dan kesehatan secara keseluruhan.
Sejalan dengan semangat ini, Sensodyne berkomitmen untuk membantu masyarakat Indonesia menikmati hidup tanpa hambatan akibat sensitivitas gigi.
Dengan perawatan yang tepat, gigi sensitif tidak perlu menjadi penghalang dalam menjalani kehidupan yang nyaman dan percaya diri.
Sensodyne terus berupaya memastikan bahwa tidak ada yang harus mengorbankan kepercayaan diri, kenyamanan, atau kualitas hidupnya karena gigi sensitif. Semua orang berhak merasakan makna sejati dari “A Happy Mouth is a Happy Mind.”