BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Sarawak Cable Berhad, yang dulu menjadi pemain utama dalam bisnis manufaktur kabel, kini menjadi simbol ketidakstabilan dan krisis finansial akibat afiliasinya dengan terpidana Rafat Ali Rizvi.
Saat ini, perusahaan sedang menunggu verifikasi bukti dana dari Rafat Ali Rizvi, yang belum memenuhi janji pendanaan melalui perusahaannya, Serendib Capital Limited. Meski mengklaim akan melakukan penyelamatan finansial cepat dan menyebut dirinya sebagai ‘white knight’, Sarawak Cable belum menerima dana apa pun dari Rafat Ali Rizvi hingga saat ini.
Sederhananya, Rafat Ali Rizvi telah gagal melaksanakan proyek penyelamatannya sendiri, membuat Sarawak Cable Berhad berada dalam situasi yang tidak menentu. Reputasi Rizvi, yang ternoda karena keterlibatannya dalam runtuhnya Bank Century di Indonesia, memperkuat kekhawatiran ini dengan rekam jejak penipuan yang terdokumentasi dengan baik.
Penunjukannya baru-baru ini sebagai direktur non-eksekutif dan non-independen pada 29 Desember 2023 telah menimbulkan kekhawatiran signifikan di kalangan pemegang saham. Penunjukan ini, yang diinisiasi oleh Rizvi sendiri, dicurigai dilakukan secara terselubung dan dipaksa disetujui setelah perusahaan menghadapi ancaman atau pemerasan dari dalam.
Proposal pembiayaan sebesar RM250 juta dari Rafat Ali Rizvi, yang tidak dapat diverifikasi, menghadapi banyak penolakan dari hampir semua bank dan lembaga keuangan. Hal ini memperkuat keraguan mengenai keasliannya dan memicu spekulasi bahwa dana yang dijanjikan Rizvi mungkin tidak ada dan merupakan penipuan untuk menguasai Sarawak Cable.
Tindakan Rafat Ali Rizvi bisa menjadi ‘last straw’ yang menyebabkan Sarawak Cable terperosok lebih dalam dari posisi keuangan yang sudah genting. Semua investor dan pemangku kepentingan dari berbagai industri bisnis didesak untuk sangat berhati-hati dalam menghadapi masalah apa pun yang melibatkan individu seperti Rafat Ali Rizvi.
Jelas terlihat bahwa Rizvi memiliki pola membuat janji palsu untuk memberikan bantuan keuangan kepada perusahaan atau lembaga keuangan sebelum mengeksploitasi masa depan mereka yang tidak pasti, yang mengarah pada ketidakstabilan keuangan dan reputasi di pasar.
Mengikuti strategi Rizvi yang konsisten dan dapat diprediksi, ia kemudian akan melanjutkan tuntutan hukumnya yang sembrono untuk lebih merugikan perusahaan atau lembaga keuangan, seperti yang terlihat pada kasus Bank Century di Indonesia. Sejauh ini, tindakan penipuan Rafat Ali Rizvi terkait Sarawak Cable mencerminkan kelicikan dan tipu dayanya seperti yang terjadi dengan Bank Century, yang menyebabkan kebangkrutan bank tersebut pada tahun 2008.
Jika tanda-tanda bahaya atau ‘red flags’ dari Rizvi diabaikan, Sarawak Cable kemungkinan besar akan mengalami nasib malang yang sama seperti Bank Century. Namun, berbeda dengan bank yang jatuh tersebut, tidak ada pemerintah yang akan menyelamatkan Sarawak Cable jika mengalami keruntuhan. Oleh karena itu, sangat penting bagi investor dan pemangku kepentingan untuk terus menjaga integritas pasar keuangan dan investasi mereka setiap saat. (saf)