BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – OpenAI dan Google, dua raksasa teknologi di bidang kecerdasan buatan (AI), telah meminta pemerintah Amerika Serikat untuk memberikan pengecualian bagi perusahaan AI agar dapat melatih model mereka menggunakan materi berhak cipta.
Permintaan ini diajukan sebagai tanggapan terhadap Rencana Aksi AI Presiden Trump, yang bertujuan untuk memperkuat posisi AS sebagai pusat kekuatan AI global dan mendorong inovasi di sektor tersebut.
Dalam sebuah posting blog yang ditemukan oleh The Verge, OpenAI menyatakan bahwa sistem kekayaan intelektual Amerika yang kuat dan seimbang telah lama menjadi kunci kepemimpinan global dalam inovasi.
Namun, perusahaan tersebut menekankan bahwa untuk mempertahankan keunggulan AI Amerika, model AI harus diizinkan untuk belajar dari materi berhak cipta. OpenAI juga memperingatkan bahwa tanpa pengecualian ini, AS berisiko kehilangan keunggulannya dalam persaingan AI global, terutama terhadap Tiongkok.
“Pemerintah federal dapat mengamankan kebebasan warga Amerika untuk belajar dari AI, dan menghindari hilangnya keunggulan AI kami ke [Republik Rakyat Tiongkok] dengan menjaga kemampuan model AI Amerika untuk belajar dari materi berhak cipta,” tulis OpenAI dalam pengajuannya.
Selain itu, OpenAI merekomendasikan agar pemerintah AS mempertahankan kontrol ekspor yang ketat pada chip AI ke Tiongkok.
Perusahaan juga mendorong adopsi luas perangkat AI oleh pemerintah federal. Kebetulan, OpenAI baru-baru ini meluncurkan versi ChatGPT yang dirancang khusus untuk penggunaan pemerintah AS.
Google Juga Mengajukan Rekomendasi Serupa
Google, yang juga merupakan pemain utama dalam industri AI, turut mengajukan rekomendasi serupa.
Dalam dokumen yang diterbitkan minggu ini, Google menegaskan pentingnya aturan hak cipta yang seimbang, seperti penggunaan wajar dan pengecualian penggalian teks dan data, untuk memungkinkan sistem AI belajar dari pengetahuan sebelumnya dan data yang tersedia untuk umum.
“Pengecualian ini memungkinkan penggunaan materi berhak cipta yang tersedia untuk umum untuk pelatihan AI tanpa berdampak signifikan pada pemegang hak dan menghindari negosiasi yang sering kali sangat tidak terduga, tidak seimbang, dan panjang dengan pemegang data selama pengembangan model atau eksperimen ilmiah,” tulis Google.
Tantangan Hukum yang Dihadapi OpenAI
Permintaan ini muncul di tengah berbagai tantangan hukum yang dihadapi OpenAI terkait penggunaan materi berhak cipta.
Tahun lalu, OpenAI mengakui bahwa “tidak mungkin melatih model AI terkemuka saat ini tanpa menggunakan materi berhak cipta.
” Perusahaan saat ini menghadapi beberapa tuntutan hukum, termasuk dari The New York Times dan sekelompok penulis ternama seperti George R.R. Martin dan Jonathan Franzen, yang menuduh OpenAI melanggar hak cipta mereka.
Di sisi lain, OpenAI juga menuduh perusahaan rintisan AI Tiongkok mencoba menyalin teknologinya, menunjukkan persaingan sengit di bidang AI antara AS dan Tiongkok.
Masa Depan AI dan Hak Cipta
Permintaan OpenAI dan Google ini menimbulkan pertanyaan penting tentang keseimbangan antara perlindungan hak cipta dan kebutuhan untuk memajukan teknologi AI.
Sementara perusahaan-perusahaan ini berargumen bahwa pengecualian hak cipta diperlukan untuk mempertahankan kepemimpinan AS dalam AI, para kreator konten dan pemegang hak cipta khawatir bahwa penggunaan materi mereka tanpa kompensasi yang adil dapat merugikan mereka.
Pemerintah AS kini berada di persimpangan jalan, harus memutuskan apakah akan memberikan pengecualian yang diminta atau mempertahankan perlindungan ketat terhadap hak cipta. Keputusan ini akan memiliki dampak signifikan tidak hanya pada masa depan industri AI, tetapi juga pada hubungan antara teknologi, kreativitas, dan hak kekayaan intelektual. (Engadget/The Verge)