BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus menggalang kolaborasi dengan para pemangku kepentingan untuk memperkuat perlindungan terhadap kawasan konservasi.
KKP memiliki target ambisius untuk meningkatkan perluasan kawasan konservasi sebesar 30 persen dari luas lautan hingga tahun 2045.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Victor Gustaaf Manoppo, menjelaskan bahwa para stakeholder yang terlibat antara lain pemerintah provinsi, perguruan tinggi, dan mitra kerja lainnya.
“Pemahaman yang sejalan antara seluruh pemangku kepentingan ini sangat penting, terutama dalam pengaturan pelayaran kapal di dalam dan di luar kawasan konservasi, pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD), peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi, dan penerapan neraca sumber daya laut sebagai indikator keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan sumber daya laut,” ungkap Victor dalam kegiatan kerjanya di Yogyakarta beberapa waktu lalu.
Penambahan perluasan kawasan konservasi hingga 30 persen dari luas lautan hingga tahun 2045 merupakan bagian dari program ekonomi biru KKP.
Untuk mencapai target ini, Ditjen Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut menetapkan target di tahun 2024 dengan penambahan luas kawasan konservasi sebesar 200 ribu hektar, penetapan kawasan konservasi oleh Menteri sebanyak 2 juta hektar, dan pengelolaan kawasan konservasi sebanyak 17,8 juta hektar.
Tidak hanya itu, KKP juga aktif melakukan pengelolaan terhadap 20 jenis ikan, memberikan bantuan kepada Kelompok Masyarakat Penggerak Konservasi (KOMPAK), menerapkan neraca sumber daya laut dalam kawasan konservasi, serta mengidentifikasi kawasan konservasi untuk perlindungan ketat berdasarkan kriteria pembatasan akses dan pemanfaatan.
Sementara itu, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, Firdaus Agung, mengajak semua pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dan menyatukan visi dalam mencapai target pengelolaan kawasan konservasi yang efektif, sesuai dengan arah menuju Indonesia Emas 2045.
Firdaus menyatakan pentingnya melakukan penghitungan neraca ekosistem, neraca sumber daya ikan, dan neraca karbon biru dari setiap kawasan.
“Tidak mungkin kita hanya mengelola ruang laut tanpa memperhatikan isinya. Di kawasan konservasi, isinya adalah spesies biota laut. Dengan membranding dan mengelompokkan kawasan konservasi sebagai tempat perlindungan spesies biota laut, kita dapat menjadi pusat keunggulan dan melibatkan masyarakat dalam pembelajaran di kawasan konservasi,” jelas Firdaus.
Mengikuti pandangan yang sama, Kepala Cabang Dinas Perikanan Alor, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Muhammad Saleh Goro, juga menekankan pentingnya sinergi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam kawasan konservasi untuk menentukan arah pengelolaan yang tepat ke depan.
“Sinergi ini akan membawa perlindungan, pengelolaan, dan pemanfaatan kawasan konservasi yang dikelola oleh pemerintah pusat dan daerah menjadi lebih baik dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Goro.
Sejalan dengan kebijakan KKP yang ditegaskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, di berbagai forum global, perluasan kawasan konservasi laut menjadi salah satu strategi utama Indonesia dalam menjaga keberlanjutan ekosistem perairan. Dengan strategi ini, diharapkan kesehatan dan produktivitas laut dapat terjaga untuk mendukung implementasi ekonomi biru di Indonesia. (saf/infopublik.id)