BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Industri kimia, farmasi dan obat tradisional terbukti menjadi salah satu sektor penyumbang devisa yang signikan. Pada 2023, nilai ekspor untuk produk industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional mencapai peningkatan sebesar 8,78 persen dibanding 2022 pada triwulan IV, dengan nilai ekspor sebesar USD543,7 juta.
Kemandirian bahan baku obat berbasis bahan alam asli Indonesia telah menjadi amanat dari beberapa peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Regulasi itu di antaranya tertuang dalam Rencana Induk Pembangunan Nasional, Rencana Induk Riset Nasional, dan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan yang menempatkan pengembangan obat berbasis bahan alam sebagai salah satu pilar untuk penguatan industri farmasi di Indonesia.
“Industri Obat Bahan Alam (OBA) atau obat tradisional memiliki potensi yang sangat besar untuk terus dikembangkan, apalagi Indonesia sangat kaya akan keragaman hayati sumber daya alamnya, termasuk di antaranya tanaman obat,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita pada peresmian Fasilitas Produksi Obat Bahan Alam (House of Wellness) di Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kimia, Farmasi, dan Kemasan (BBSPJIKFK) Jakarta, Selasa (6/22024).
Menperin mengemukakan, industri farmasi, kosmetik, dan alat kesehatan merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan sehingga menjadi andalan dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi nasional. “Berdasarkan penetapan pembangunan industri prioritas, industri produk herbal atau natural maupun sediaan herbal menjadi prioritas pembangunan 2020-2035,” ujarnya.
Sasaran tersebut juga sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang mengangkat isu strategis, yaitu peningkatan nilai tambah ekonomi melalui pengembangan hilirisasi industri pertanian dan kehutanan. “Fokus peningkatan nilai tambah ini dilakukan melalui pengolahan turunan komoditas utama, misalnya tanaman obat dan rempah-rempah, pengembangan indikasi geografis tanaman jamu atau obat, serta standardisasi proses dan produk obat bahan alam,” imbuh Agus.
Sementara itu, berdasarkan data Bank Indonesia (BI), volume industri dalam Prompt Manufacturing Index-BI (PMI-BI) pada industri kimia, farmasi dan obat tradisional menunjukan nilai optimistis pada threshold di atas 50 persen dengan nilai PMI BI di triwulan IV 2023 di angka 52,50 atau berada pada fase ekspansi.
“Untuk pasar obat bahan alam dunia pada 2023 mencapai USD200,95 miliar, dan diperkirakan akan terus meningkat. Oleh karenanya, pengembangan industri obat bahan alam perlu terus ditingkatkan agar mampu bersaing di pasar global,” ungkap Agus.
Terlebih lagi, peluang tersebut didukung dengan penggunaan obat bahan alam, khususnya jamu yang telah menjadi suatu budaya di Indonesia. Pada 6 Desember 2023, jamu telah resmi masuk dalam Warisan Budaya Tak Benda dari Indonesia ke-13 yang masuk ke dalam daftar UNESCO.
Saat ini, terdapat beberapa komponen perusahaan industri obat bahan alam di Indonesia, yaitu Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA), dan Industri Obat Tradisional (IOT), yang telah menghasilkan 17.000 obat bahan alam golongan jamu, 79 jenis obat herbal terstandar dan 22 jenis fitofarmaka.
“Kemenperin terus mendorong dan melakukan pembinaan agar industri kecil dapat naik kelas sehingga produksi obat bahan alam dapat ditingkatkan terutama fitofarmaka yang berpotensi besar untuk menjadi substitusi bahan baku obat impor dalam menuju kemandirian bahan baku obat nasional,” tegasnya.
Menperin menjelaskan, House of Wellness merupakan inisiasi Kemenperin dalam membangun fasilitas produksi obat bahan alam di Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kimia, Farmasi, dan Kemasan (BBSPJIKFK) Jakarta . Upaya ini juga sebagai peran aktif Kemenperin dalam mendukung kebijakan kemandirian obat bahan alam.
“Melalui House of Wellness, diharapkan dapat dicapai proses dan bahan baku yang terstandar, sehingga akan mendorong ketahanan kesehatan melalui kemandirian obat nasional, di mana masyarakat dapat memperoleh obat dengan mudah (accessible), terjangkau (affordable), tersedia di manapun dibutuhkan (available), dan berkesinambungan (sustainable),” paparnya.
Program pembangunan dan pengembangan fasilitas ini juga sinergis dengan posisi Kemenperin dalam Satuan Tugas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Fitofarmaka yang berada dalam gugus kerja Bidang Produksi. “Saya berharap agar fasilitas ini dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga mampu mendorong kemandirian obat nasional melalui penumbuhan industri baru, peningkatan industri kecil agar naik kelas, dan pengembangan produk-produk baru serta menjadi pusat kolaborasi seluruh stakeholder dan industri obat bahan alam,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi menyampaikan fasilitas di House of Wellness telah dilengkapi dengan peralatan dan sarana pendukung yang lengkap untuk proses pengolahan obat. Gedung yang terdiri dari empat lantai ini telah dilengkapi dengan peralatan pendukung dalam proses pengolahan obat berupa pengolahan simplisia (segar dan kering) yang ditunjang dengan peralatan lengkap untuk proses yang dijalankan, meliputi sortasi, pencucian, penirisan, perajangan dan pengeringan.
Selain itu, fasilitas ini dapat menunjang proses ekstraksi, evaporasi, formulasi bahkan sampai dengan pengemasan produk. “Fasilitas produksi telah diinstalasi dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dan mesin-mesin yang digunakan telah disesuaikan dengan mesin-mesin yang juga digunakan pada industri-industri obat bahan alam,” tuturnya.
Andi menyampaikan harapannya agar pemanfaatan fasilitas ini dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pelaku industri obat bahan alam di dalam negeri sehingga dapat mendorong penguatan ketahanan industri obat Indonesia yang tangguh dan berdaya saing
Ketua Gabungan Pengusaha Jamu (GP Jamu) Dwi Ranny Pertiwi Zarman menyambut baik pembangunan fasilitas House of Wellness yang dilaksanakan oleh BBSPJIKFK. Apalagi setelah adanya pengakuan UNESCO untuk jamu, yang diharapkan fasilitas ini dapat dipergunakan oleh industri jamu di Indonesia agar dapat mendunia dengan produk produk unggulannya. “GP Jamu akan selalu men-support (fasilitas itu) untuk kedepannya, kepada anggota GP Jamu diharapkan dapat memanfaatkan sebesar-besarnya fasilitas ini,” ujarnya.(saf/infopublik.id)