Scroll untuk baca artikel
Nasional

Pemerintah Indonesia Dukung Surat Perintah Penangkapan PM Israel

75
×

Pemerintah Indonesia Dukung Surat Perintah Penangkapan PM Israel

Sebarkan artikel ini
Gedung Pancasila di Komplek Kementerian Luar Negeri RI, Jalan Taman Pejambon No.6 Jakarta Pusat. Foto: kemlu.go.id
BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menyatakan, Indonesia mendukung surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, dan mantan kepala otoritas pertahanan Yoav Gallant oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

“Penerbitan surat perintah penangkapan oleh ICC terhadap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant merupakan langkah signifikan untuk mewujudkan keadilan bagi kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang di Palestina,” menurut akun resmi Kemlu RI di X, @Kemlu_RI, pada Sabtu (23/11/2024).

Baca Juga :   KKP Berhasil Menekan Inflasi Komoditas Perikanan

Dikutip dari infopublik.id, Indonesia juga menegaskan  dukungannya terhadap semua inisiatif yang bertujuan untuk memastikan pertanggungjawaban atas kejahatan yang dilakukan oleh Israel, termasuk yang ditempuh melalui ICC.

“Indonesia menekankan bahwa surat perintah penangkapan tersebut harus dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan hukum internasional,” lanjut pernyataan itu.

Baca Juga :   Nawakara Bagikan Tips Lakukan Penilaian Keamanan Digital dan Finansial bagi Perempuan

Indonesia menilai langkah tersebut sangat penting untuk mengakhiri pendudukan ilegal Israel di wilayah Palestina, dan memajukan pembentukan Negara Palestina yang merdeka yang sesuai dengan prinsip-prinsip Solusi Dua Negara.

Sebelumnya, Pada Kamis (21/11/2024), ICC resmi mengeluarkan surat perintah penangkapan Benjamin Netanyahu dan mantan pimpinan otoritas pertahanan Yoav Gallant atas dugaan tindak kejahatan perang.

Baca Juga :   Pearson dan Chandra Naya Laksana Sediakan Pelatihan dan Asesmen untuk 180.000 Guru Bahasa Inggris

“ICC dengan ini mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dua individu, Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant, atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya dari 8 Oktober 2023 hingga 20 Mei 2024,” demikian pernyataan ICC.