BISNISASIA.CO.ID, BANDUNG – Teknik Global Navigation Satellite System-Radio Occultation (GNSS-RO) telah dikembangkan sebagai metode penginderaan jarak jauh yang inovatif untuk pembuatan profil vertikal atmosfer bawah dan atas Bumi dalam skala global dengan berbagai penerapannya terutama untuk riset dinamika atmosfer dan hidrometeorologi.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Organisasi Riset Kebumian dan Maritim – BRIN, Noersomadi beserta tim menerapkan GNSS-RO untuk riset dinamika atmosfer dan hidrometeorologi di Indonesia melalui GNSS for Atmospheric Observation and Tracking the Climate Change atau disebut GATOTKACA dengan alamat situs https://gatotkaca.brin.go.id/
GATOTKACA menampilkan informasi kandungan uap air di atas 2 km di wilayah Indonesia.
Ia mengungkapkan bahwa data yang disediakan sistem ini adalah data kandungan uap air dan juga profil parameter dasar atmosfer mencakup temperatur, kelembapan, dan tekanan udara yang diperoleh dari satelit Constellation Satellites for Meteorology, Ionosphere, and Climate mission #2 (COSMIC-2) GNSS-RO.
Pengguna dapat mengakses data kelembapan baik dalam bentuk list data ataupun viewer data kelembapan yang telah divisualisasikan. Dengan teknik kontur yang di-overlay pada peta dasar Indonesia dilengkapi legenda, lintang dan bujur, visualisasi ini memudahkan pengguna untuk analisis dan interpretasi data.
“Visualisasi data bisa di filter berdasarkan tahun, tanggal dan jam. Ini memudahkan dalam pencarian data berdasarkan waktu. Juga dapat diunduh secara gratis untuk kebutuhan analisis lebih lanjut,” ungkap Noersomadi saat menjadi pembicara Kolokium Mingguan PRIMA Kamis, (25/01) di Bandung.
Lebih lanjut ia menjelaskan, prinsip dasar radio occultation (RO) berawal dari noise atau gangguan akibat dari lapisan ionosfer dan atmosfer melemahkan sinyal yang diterima Low Earth Orbit (LEO) satellites.
“Ada sudut belokan atau bending angle yang kemudian diturunkan menjadi indeks bias atmosfer. Ini merupakan fungsi dari parameter atmosfer yang mencakup tekanan, temperatur, dan kelembapan,” jelas Noersomadi.
Menurutnya, sebelum melintasi lapisan ionosfer dan atmosfer, sinyal satelit Global Positioning System (GPS) diterima LEO dengan waktu t sebelum ada gangguan ionosfer dan atmosfer. Noersomadi merinci bahwa sinyal gelombang yang melintasi ionosfer dan atmosfer yang akan diterima LEO akan mengalami delay waktu yang merupakan beda fasa gelombang atau disebut doppler shift. Lalu akan semakin besar bersamaan dengan sinyal yang melintas kian mendekati permukaan Bumi.
“Karena densitas atmosfer itu mendekati permukaan Bumi akan semakin besar,” terangnya.
Ketika sinyal mulai memasuki lapisan ionosfer pada setting occultation atau okultasi turun, rasio daya sinyal terhadap daya noise yang semula relatif konstan karena di ruang vakum, begitu ada gangguan lapisan ionosfer dan atmosfer maka rasio sinyal yang diterima LEO semakin melemah karena ada noise atau gangguan akibat dari ionosfer dan atmosfer terus menerus makin mendekati permukaan Bumi.
“Dan karena ada halangan Bumi, Signal to Noise Ratio atau SNR ini menjadi nol. Berdasarkan observasi, durasi okultasi ini hanya disekitar detik 20 sampai dengan 80, hanya dalam hitungan menit,” urai Noersomadi.
Sebaliknya saat rising occultation atau okultasi naik sambungnya, SNR yang muncul dari permukaan Bumi perlahan mulai meningkat lagi sampai memasuki ruang vakum sinyalnya kembali konstan.
Menurut periset lulusan S3 Earth and Planetary Science (Atmospheric Science) Kyoto University ini, GNSS-RO dapat melacak refraksi dari gelombang radio dalam mengukur perubahan kecil kepadatan atmosfer, suhu, hingga kadar air. Gelombang radio dari satelit seperti GPSMet, SACC, GRACE, CHAMP, COSMICI, Metap, COSMIC2, dan SPIRE, dan beberapa satelit serupa dibiaskan ionosfer dan atmosfer Bumi sehingga mengalami perubahan kecepatan.
Noersomadi mengatakan bahwa profil atmosfer dari GNSS-RO seperti profil tekanan, temperatur, hingga kelembapan spesifik 0-60 km dapat diukur dengan hasil yang memiliki keunggulan dibanding dengan Radiosonde.
“Selain memiliki akurasi yang baik, resolusi vertikal yang tinggi juga cakupannya sangat global yaitu daratan dan lautan. Dan yang paling utama adalah pengukurannya dilakukan terus menerus artinya tidak dibatasi keadaan cuaca seperti cerah, berawan, badai dan lainnya,” tegasnya. (brin.go.id)