BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang berlangsung pada 20-21 Februari 2024, diputuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility tetap pada 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility pada 6,75 persen.
“Keputusan untuk mempertahankan BI-Rate pada level 6,00 persen konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, dengan tujuan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah serta langkah-langkah pre-emptive dan forward looking guna menjaga inflasi tetap terkendali dalam rentang target 2,5±1 persen pada 2024,” ujar Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (21/2/2024).
Perry juga menegaskan bahwa kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial yang longgar terus diterapkan untuk merangsang pemberian kredit/pembiayaan oleh lembaga perbankan kepada pelaku usaha dan masyarakat.
Lebih lanjut, Perry menambahkan bahwa upaya akselerasi digitalisasi sistem pembayaran, termasuk transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, terus didorong guna meningkatkan volume transaksi dan memperluas inklusi ekonomi-keuangan digital.
Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, melalui langkah-langkah seperti:
- Stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
- Penguatan strategi operasi moneter yang pro-market untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).
- Peningkatan pendalaman pasar uang dan pasar valas melalui peningkatan volume dan jumlah pelaku transaksi repurchase agreement (repo).
- Penguatan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit per sektor ekonomi.
- Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran untuk meningkatkan inklusi ekonomi keuangan dan memperluas Ekonomi Keuangan Digital (EKD), termasuk perluasan QRIS antarnegara dan penambahan peserta Penyedia Jasa Pembayaran (PJP).
- Penguatan kerja sama internasional di bidang keuangan, termasuk peningkatan Local Currency Transactions (LCT) untuk memfasilitasi transaksi perdagangan dan investasi, sistem pembayaran, dan pasar keuangan antarnegara.
Perry menekankan bahwa koordinasi antara kebijakan Bank Indonesia dan kebijakan fiskal Pemerintah terus ditingkatkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis, seperti melalui program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), serta upaya Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD).
“Penguatan sinergi kebijakan juga dilakukan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) guna menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat pemberian kredit/pembiayaan kepada pelaku usaha, terutama pada sektor-sektor prioritas,” tutup Perry.(saf/infopublik.id)