BISNISASIA.CO.ID, BALI – Praktik-praktik kearifan lokal dalam tata kelola air yang telah diterapkan di berbagai daerah di Indonesia menawarkan optimisme bahwa kebijakan substansial dapat dihasilkan oleh para pemimpin dunia dalam World Water Forum ke-10 yang berlangsung pada 18—25 April 2024 di Bali.
Pernyataan ini disampaikan oleh Endra S. Atmawidjaja, Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua I Sekretariat Nasional Penyelenggara 10th World Water Forum, pada Rabu (24/4/2024) di Jakarta.
Menurut Endra, pemimpin dunia memiliki banyak hal untuk dipelajari dari Indonesia, terutama terkait cara mengatasi tantangan dalam tata kelola air.
“Keberhasilan Indonesia dalam memajukan tata kelola air melalui pendekatan berbasis budaya lokal merupakan pembelajaran berharga bagi masyarakat global. Praktik-praktik yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pemimpin dalam menangani krisis air di dunia,” ujarnya.
Salah satu contoh adalah sistem Subak di Bali yang telah diakui oleh UNESCO dalam pengelolaan irigasi dengan memanfaatkan kearifan lokal. Begitu pula dengan keberadaan Danau Bratan, juga di Bali, dan Taman Hutan Rakyat (tahura) yang menunjukkan pentingnya ekosistem mangrove dalam mendukung manajemen air. Semua ini, kata Endra, merupakan contoh nyata yang dapat dijadikan inspirasi oleh para pemimpin dan delegasi dunia.
Krisis air saat ini menjadi ancaman serius di banyak negara, dan perubahan iklim telah mengganggu siklus hidrologi. Menurut Endra, krisis air telah menjadi permasalahan global yang harus dihadapi oleh semua negara, baik maju maupun berkembang.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) memproyeksikan bahwa pada tahun 2050, krisis air yang disebabkan oleh perubahan iklim akan meningkatkan kerawanan pangan. Lebih dari 500 juta petani skala kecil, yang saat ini menyumbang 80 persen dari sumber pangan dunia, menjadi kelompok yang paling rentan.
Tidak hanya itu, krisis air juga berpotensi memicu konflik antarwilayah maupun antarnegara. Sebagai contoh adalah Iran dan Afghanistan, dua negara di Asia Tengah, yang tengah menghadapi konflik akibat menyusutnya sumber daya air.
Konflik terkait air di dua negara tersebut bahkan sudah terjadi sejak tahun 1950-an, menunjukkan betapa pentingnya air bagi kehidupan. Oleh karena itu, kerjasama dalam pengelolaan air menjadi sangat penting, terutama di daerah perbatasan dan wilayah yang mengalami kelangkaan air.
World Water Forum ke-10 diharapkan menjadi momentum untuk membangun kolaborasi antarnegara dalam mengatasi tantangan air. Melalui kolaborasi yang kuat, kita dapat menyatukan modalitas dan meningkatkan kapasitas untuk menghadapi segala tantangan terkait air.
“Semangat World Water Forum di Bali adalah kolaborasi multisektor, multi-helix, multi-pihak, multi-negara, dan multi-bangsa dalam mengatasi bersama tantangan krisis air dan krisis iklim global,” ujar Endra.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia mendorong partisipasi pemimpin negara, parlemen, menteri, pemimpin daerah, dan otoritas pengelola air dalam World Water Forum tersebut. Kerjasama global sangat penting untuk memperkuat keinginan politik dalam mengatasi masalah air.
Kesuksesan World Water Forum ke-10 tidak hanya ditentukan oleh kelancaran acara, tetapi juga oleh komitmen jangka panjang setiap negara terhadap isu-isu air. Kesepakatan yang dihasilkan harus sejalan dengan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan komunitas internasional.
Endra menegaskan bahwa Indonesia siap untuk mengambil peran aktif dalam mengimplementasikan dan memantau kemajuan kesepakatan di dalam forum. Sebagai tuan rumah World Water Forum ke-10, Indonesia memiliki kesempatan untuk memimpin perubahan dengan mendorong pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan.
Indonesia akan memperkenalkan inisiatif dan inovasi yang telah dilakukan dalam pengelolaan air, termasuk pemanfaatan teknologi untuk efisiensi air di berbagai sektor seperti pertanian, pertambangan, industri, dan pengelolaan daerah aliran sungai, serta strategi adaptasi dan mitigasi terhadap bencana hidrometeorologi. (saf)