Studi menunjukkan perubahan prioritas Digital Native Business di Asia – mempercepat adopsi teknologi serta permintaan terhadap cara baru untuk mengelola –kompleksitas dan risiko keamanan yang kian meningkat
BISNISASIA.CO.ID, SINGAPURA – Akamai Technologies, Inc. (NASDAQ: AKAM), perusahaan cloud yang memberdayakan sekaligus melindungi kehidupan online, hari ini mengungkapkan hasil studi barunya bahwa Digital Native Business (DNB) di Asia menghadapi masalah keamanan dan kompleksitas teknologi, sehingga bisnis yang sedang mempercepat adopsi cloud berisiko mengalami hambatan pertumbuhan.
Dalam studi berjudul Asia’s Digital Native Businesses Prioritize Security for Sustainable Growth, DNB didefinisikan sebagai bisnis yang melakukan adopsi teknologi secara agresif. Perusahaan-perusahaan ini bergerak secepat kilat dalam memenuhi permintaan pelanggan untuk bekerja, beraktivitas, dan bermain secara online.
Berdasarkan studi Akamai, 9 dari 10 DNB memprioritaskan efektivitas serta produktivitas dalam 12 bulan ke depan, dan berinvestasi dalam berbagai teknologi, misalnya komputasi cloud atau layanan mikro dengan dukungan antarmuka program aplikasi (API).
Menurut IDC, pada tahun 2026 DNB akan menggelontorkan dana teknologi sebesar hingga $128,9 miliar, dengan tingkat kenaikan pengeluaran tertinggi untuk teknologi berbasis cloud sebesar 37,3%.
“Teknologi canggih merupakan DNA bagi Digital Native Business. Hal ini memang membuka peluang, tapi juga tantangan. Percepatan adopsi teknologi adalah peluang yang menjanjikan untuk DNB. Namun, dunia TI yang semakin rumit turut meningkatkan ancaman risiko siber terhadap penerapan cloud dan kinerja bisnis potensial,” ujar Jay Jenkins, Chief Technology Officer di Akamai Cloud Computing, Akamai. “Agar DNB yang ‘terlahir di cloud’ dapat mengoptimalkan potensinya, bisnis harus mencari cara untuk memaksimalkan kinerja cloud dan menerapkan pendekatan multi-cloud. Hal ini akan mencegah vendor mengalami lock-in, meningkatkan fleksibilitas, sekaligus memaksimalkan penggunaan dan biaya layanan cloud.”
Pola pikir yang memprioritaskan teknologi menghambat postur keamanan siber DNB
DNB menganut prinsip desain cloud-native dan menerapkan teknologi sebagai pembeda utama untuk unggul dalam persaingan. Dengan infrastruktur di sekitar layanan mikro yang beroperasi secara independen dan berkomunikasi melalui API, DNB mampu menskalakan serta mempercepat pemasaran. Berdasarkan studi baru Akamai, 74% dari DNB sudah bermigrasi sepenuhnya ke cloud atau sedang mengadopsi berbagai teknologi cloud.
Responden di Australia dan Selandia Baru mengubah perspektif mereka tentang teknologi cloud dari komponen yang mengganggu menjadi komponen bisnis yang krusial, di mana 97% responden sedang mengadopsi atau menjelajahi adopsi cloud. Sementara itu, DNB di India berfokus pada pengembangan dan inovasi, dengan integrasi AI tertinggi dalam infrastruktur cloud sebesar 98%.
Hampir semua DNB di India sudah menerapkan solusi cloud atau sedang mendalami adopsi cloud. Seiring perubahan, DNB di India menargetkan pertumbuhan yang berkelanjutan dengan memprioritaskan keamanan, pengoptimalan biaya, dan evaluasi vendor yang menyeluruh. Dengan sejarah inovasi teknologi yang begitu panjang, Digital Native Business di India lebih memprioritaskan kinerja vendor ketimbang wilayah sekitarnya, sehingga menduduki peringkat kedua di Asia.
DNB di Asia sangat cepat dalam menerapkan teknologi cloud, yang kemudian akan berubah menjadi matriks software, sistem, dan layanan kompleks, sehingga keamanan siber DNB juga jadi semakin rentan.
DNB terus mengalami kesulitan untuk mengelola implikasi keamanan di sepanjang tahap perjalanan cloud mereka, di mana 75% responden menilai aspek keamanan dalam kinerja dan kapabilitas infrastruktur cloud mereka lebih buruk ketimbang aspek lainnya, seperti latensi jaringan, penyimpanan data, pengambilan data, atau sumber daya komputasi. Faktanya, 44% responden menyatakan bahwa kesulitan untuk meningkatkan keamanan disebabkan oleh infrastruktur TI yang makin rumit.
Penerapan cloud secara terburu-buru menimbulkan tantangan krusial yang berisiko menurunkan kinerja. Dan untuk mengejar pertumbuhan bisnis, DNB tidak boleh lagi mengabaikan ancaman siber yang kian marak.
Meningkatkan pengoptimalan cloud dan keamanan API
Meski umumnya “terlahir di cloud”, DNB selalu kesulitan untuk menjaga keamanan aktivitas online karena mereka berusaha memaksimalkan potensi teknologi cloud, data, dan AI yang kian berkembang. DNB juga menggunakan sangat banyak API dan infrastruktur berbasis cloud sehingga menjadi target utama bagi serangan siber serta berisiko tinggi menjadi korban phishing, penyusupan akun, dan ransomware jika dibandingkan dengan perusahaan konvensional.
Berdasarkan riset Akamai, DNB memprioritaskan keamanan API untuk mengatasi masalah keamanan cloud, di mana 9 dari 10 responden menganggap keamanan API sebagai fitur produk yang krusial atau penting ketika mengevaluasi penyedia cloud atau layanan keamanan tertentu.
Delapan puluh tujuh persen DNB menyatakan bahwa fitur keamanan lebih penting ketimbang kinerja, reputasi, skalabilitas, dan biaya dalam pemilihan penyedia cloud. Demi menghindari ancaman siber yang kian marak, DNB memerlukan dukungan dari mitra teknologi untuk mengetahui potensi kelemahan rantai yang dapat dieksploitasi oleh pelaku serangan siber.
“API merupakan jaringan penghubung dalam infrastruktur cloud-native modern. Untuk pengoperasian yang tangkas, fleksibel, dan aman, DNB wajib memiliki kerangka kerja keamanan modern. Mereka juga harus menerapkan langkah keamanan API tingkat lanjut, melakukan audit keamanan API secara berkala, dan mampu melihat aktivitas API dengan mudah,” jelas Jenkins.
Sektor yang paling berisiko di antaranya: gaming, teknologi canggih, media video, dan e-commerce. Demi mempercepat inovasi dan pemasaran, DNB mungkin meluncurkan aplikasi atau proses yang menggunakan API sebelum tim keamanan dapat melakukan evaluasi sebagaimana mestinya, sehingga DNB jadi lebih berisiko terpapar ancaman siber. Di ASEAN, phishing merupakan masalah utama bagi DNB.
Hal ini memaksa mereka untuk memprioritaskan investasi dalam teknologi anti-phishing ketimbang wilayah lainnya di APJ. Taktik phishing juga berevolusi. Dulunya taktik phishing hanya berbentuk serangan berbasis email, tapi sekarang sudah menyebar ke perangkat seluler dan platform media sosial. Oleh sebab itu, nilai investasi teknologi anti-phishing di wilayah ASEAN jauh lebih tinggi ketimbang wilayah lainnya di APJ.
Dalam mengatasi masalah kerumitan dan keamanan dalam perjalanan adopsi cloud, DNB di Asia akan mendapatkan wawasan untuk melihat masa depan bisnis mereka, apa pun latar belakang dan tingkat kemapanan cloud mereka.
Kini, teknologi cloud serta layanan berbasis API menjadi penopang bisnis digital modern sehingga memerlukan berbagai alat, keterampilan, dan mitra baru untuk menjamin kesuksesan adopsi juga implementasinya.
Asia’s Digital Native Businesses Prioritize Security for Sustainable Growth ditugaskan oleh Akamai dan disusun oleh Technology Advice. Studi ini melakukan survei terhadap lebih dari 200 pemimpin teknologi di Australia, Asia Tenggara, India, serta Tiongkok Raya untuk memahami masalah seputar prioritas bisnis dan teknologi utama yang dihadapi DNB di Asia.