BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Bank DBS mempertemukan pemimpin industri logam dan mineral dalam The 4th DBS Metal and Mining Forum bertema “Forging Global Connections” untuk membahas peluang, tantangan, dan arah baru sektor metal & mining di tengah dinamika ekonomi global yang semakin tidak menentu.
Presiden Direktur PT Bank DBS Indonesia Lim Chu Chong menegaskan bahwa kekayaan sumber daya alam dan percepatan hilirisasi menempatkan Indonesia di pusat rantai pasok mineral kritikal dunia, sehingga DBS berkomitmen menyediakan solusi finansial, perspektif strategis, dan konektivitas global guna mendorong transformasi industri.
Untuk memberikan gambaran komprehensif, berikut lima insight utama dari para pakar yang menjadi sorotan pada forum tersebut.
1. Arus Modal Asing Melemah di Tengah Ketidakpastian Global
Perlambatan ekonomi di Tiongkok dan Eropa, perang tarif AS–Tiongkok, perubahan iklim, hingga disrupsi kecerdasan buatan membuat arus investasi asing langsung (FDI) menyusut tajam dan menekan ekspansi sektor logam, termasuk industri hilirisasi nikel Indonesia.
2. Nikel Indonesia Tetap Dominan di Pasar Global
Produksi nikel Indonesia yang mencapai 2,2 juta metrik ton pada 2024 atau lebih dari 50 persen suplai global menegaskan posisi negara ini sebagai pemain utama, sekaligus didukung ekosistem komponen baterai terlengkap di luar Tiongkok dan peluang besar menjadi pusat regional industri kendaraan listrik.
3. Hilirisasi Menjadi Motor Arah Baru Industri Logam dan Pertambangan
Kebijakan peningkatan nilai tambah menjadi pilar penting agenda Asta Cita pemerintah, dengan hilirisasi yang terbukti menaikkan nilai ekspor nikel dari sekitar USD 3,3 miliar pada 2017–2018 menjadi hampir USD 40 miliar pada 2024, sehingga arus investasi yang stabil dibutuhkan agar transformasi mineral kritikal tetap berkelanjutan.
Managing Director, Global Head of Metals and Mining DBS Bank Ltd Mike Zhang menegaskan bahwa kedaulatan mineral tidak hanya bertumpu pada sumber daya, tetapi juga pada kemampuan peleburan dan pengolahan yang menentukan posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
4. Harga Logam Terfragmentasi, Tantangan Baru bagi Industri Global
Harga komoditas semakin dipengaruhi fluktuasi dolar AS, perlambatan agenda dekarbonisasi, serta konsentrasi pasokan mineral kritis yang hanya berasal dari sedikit negara, sehingga pasar logam bergerak menuju era fragmentasi dan geopolitik ekonomi yang ditandai proteksionisme dan regionalisasi.
5. Target Transisi Energi Mendorong Industri Metal Beradaptasi
Komitmen terhadap energi hijau dan penerapan kebijakan domestik seperti skema royalti progresif serta pembaruan mekanisme perizinan membuat sektor tambang harus menyesuaikan strategi operasional agar tetap patuh regulasi dan selaras dengan target Energi Baru Terbarukan.
Senior Economist DBS Bank Radhika Rao menekankan pentingnya pemanfaatan sumber energi alternatif yang benar-benar bersih agar proses transisi industri berlangsung berkelanjutan dan tidak bergantung pada bahan bakar fosil.
Dengan kapabilitas lintas negara, pengalaman pendanaan proyek besar, dan jaringan regional yang kuat, Bank DBS menegaskan komitmennya menjadi mitra strategis yang mendorong percepatan hilirisasi, peningkatan nilai tambah mineral, dan peningkatan investasi global bagi masa depan industri logam Indonesia.











