“Teknologi diperlukan untuk melakukan perubahan dalam skala masif di sektor pendidikan. Dari apa yang Indonesia lakukan selama ini, kuncinya adalah dengan menempatkan teknologi sebagai bagian dari intervensi, bukan produk akhir. Guna mendorong transformasi pendidikan diperlukan kolaborasi yang berkesinambungan dalam rangka memimpin arah perubahan yang inovatif dan akuntabel,” kata Suharti.
Dalam prosesnya, Kemendikbudristek bekerja sama dengan mitra teknologi untuk mengembangkan teknologi yang dapat menjadi solusi bagi para aktor pendidikan. Dua langkah pertama yang dilakukan ketika mensinergikan intervensi kebijakan dan teknologi adalah dengan mengusung tujuan bersama yang kuat.
Dengan demikian, tim teknologi yang menjadi mitra dapat mendorong hadirnya ide dan pengembangan sesuai objektif. Berikutnya adalah kolaborasi dengan pemerintah daerah, mitra industri, masyarakat dan komunitas, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan contributor.
Harapannya solusi yang ditawarkan dari kehadiran teknologi ini dapat memecahkan akar masalah yang selama ini dihadapi oleh penyelenggara pendidikan.
Berbagai poin pembelajaran dan praktik baik ini turut menjadi materi diskusi peserta delegasi dari 20 negara dan 9 organisasi internasional di sesi World Cafe. Mereka menyoroti bagaimana pengelolaan teknologi, kolaborasi, dan kepemimpinan dalam transformasi pendidikan yang dilakukan oleh Indonesia.
Pada kesempatan ini, para delegasi pun turut memberikan pandangannya terkait cara mereka menjawab tantangan di negaranya masing-masing. Delegasi dari Finlandia dan Singapura, misalnya, menggarisbawahi terkait urgensi kesamaan misi dan tujuan dalam mendukung kolaborasi.
Sementara di sesi Lesson Learned Gateways Study Visit Indonesia 2024, Partner dan Education Lead Oliver Wyman Asia Pasifik, Claudia Wang, menyebut Indonesia telah menggunakan pendekatan unik berbasis teknologi dalam menyelesaikan aneka tantangan pendidikan.
Dengan intervensi pendidikan yang dilakukan, proses panjang dimulai sejak menggali akar masalah, menentukan aktor pendorong transformasi serta teknologi yang tepat, hingga merencanakan keberlanjutan.
Pemikiran ini yang mendasari pembuatan dan pengembangan ekosistem teknologi pendidikan seperti Platform Merdeka Mengajar, Rapor Pendidikan, ARKAS, dan SIPLah.
“Ketika mereformasi pendidikan, kita juga perlu melakukan transformasi ekosistem untuk mendorong semakin banyak dampak positif yang teramplifikasi.
Biasanya, butuh waktu bertahun-tahun bagi suatu negara untuk sukses mendorong transformasi ini, tetapi Indonesia sudah melakukannya,” kata Claudia.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, dalam refleksinya menyebutkan bahwa transformasi pendidikan adalah proses yang tidak mudah.
Dalam mendorong perubahan, perlu upaya lebih untuk mengubah pola pikir para aktor yang terlibat lewat komunikasi terus-menerus.
Capaian-capaian positif terlihat dari peningkatan kualitas literasi dan numerasi Indonesia selama tiga tahun pelaksanaan Kurikulum Merdeka, yang mencapai skor 7.15, dibandingkan dengan Kurikulum 2013.
Pun demikian, perlu strategi lanjutan untuk mengurangi kesenjangan kualitas pendidikan yang masih terjadi di Indonesia.
“Apa yang kita lakukan ini, jika dianalogikan, seperti orang yang sedang berjalan ke satu tujuan. Jika kamu salah arah dan perlu memutar balik, tidak masalah untuk berjalan perlahan, selama jalan yang dituju itu benar,” kata Nino.
Adapun penyelenggaraan Gateways Study Visit Indonesia 2024 ini turut mendapat apresiasi dari Gateways Lead UNESCO, Mark West.
Menurutnya, hal-hal substansial dikemas dengan menyenangkan dan detail sehingga memantik partisipasi aktif dari semua peserta.
Menutup rangkaian acara tiga hari simposium internasional ini, Gateways Lead UNICEF, Frank van Cappelle, menekankan bahwa transformasi pendidikan adalah pekerjaan terus-menerus yang tidak akan pernah selesai.
“Apa yang kita pelajari dari satu sama lain saat ini, perlu menjadi pembelajaran untuk melakukan transformasi pendidikan digital bersama-sama,” pungkasnya.