BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap negara-negara dengan defisit perdagangan besar, termasuk Indonesia, menciptakan ketidakpastian dan tekanan baru bagi pasar global.
Kebijakan ini, yang mulai berlaku sejak April 2025, berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk Indonesia, yang kini diproyeksikan tumbuh sebesar 4,7% pada 2025 dan 2026 menurut IMF.
Menghadapi situasi ini, SCG (Siam Cement Group) sebagai pemimpin industri regional, telah menyiapkan strategi matang untuk menjaga dan memperkuat daya saing di pasar global, terutama di tengah tantangan perang dagang yang sedang berlangsung.
Dampak Perang Dagang terhadap SCG
Meskipun ekspor langsung SCG ke AS hanya sekitar 1% dari total penjualan tahun 2024, tekanan tidak langsung akan muncul terutama setelah masa penangguhan tarif resiprokal selama 90 hari berakhir.
SCG yang beroperasi di beberapa negara ASEAN terdampak tarif ini, termasuk Indonesia, Thailand, dan Vietnam, menilai penting untuk mengambil langkah proaktif menghadapi ketidakpastian tersebut.
4 Strategi Kunci SCG Menghadapi Perang Dagang
1. Menekan Biaya Produksi dan Operasional
SCG mengoptimalkan efisiensi operasional dengan mengkonsolidasikan lini produksi dan memperkenalkan otomatisasi berbasis robotik. Contohnya, PT Semen Jawa menggunakan teknologi Digital Mapping untuk pengukuran lahan tambang secara lebih cepat dan aman. Di sisi administratif, SCG mengimplementasikan kecerdasan buatan, seperti alat AI SA-RA, untuk meningkatkan efisiensi pencatatan dan komunikasi internal.
2. Optimalisasi Rantai Pasok dan Energi Bersih
SCG Barito Logistics menerapkan sistem backhaul matching untuk mengurangi perjalanan kosong dan meningkatkan efisiensi pengiriman. Selain itu, perusahaan terus meningkatkan penggunaan energi ramah lingkungan, melalui teknologi AF/AR yang mengubah limbah menjadi sumber energi alternatif, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
3. Perluasan Portofolio Produk dan Pasar
SCG fokus mengembangkan produk bernilai tambah tinggi (HVA), produk ramah lingkungan (Green Products), dan produk berkualitas dengan harga terjangkau (Quality Affordable Products/QAP). Perusahaan juga aktif memasuki pasar baru, seperti ekspor semen rendah karbon (Low Carbon Cement) yang sedang meningkat permintaannya.
4. Diversifikasi Basis Produksi dan Ekspor
SCG memanfaatkan basis produksi yang tersebar di berbagai negara ASEAN untuk mengalihkan produksi dan ekspor ke lokasi yang menghadapi tarif impor lebih rendah. Misalnya, produk kemasan SCGP diproduksi dan diekspor dari Thailand, Vietnam, Indonesia, dan Filipina, untuk mengantisipasi dampak tarif AS.
Komitmen SCG terhadap UMKM dan ESG
SCG juga menegaskan perannya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dengan mendukung UMKM yang terdampak perang dagang melalui program GESARI (Gerakan Desa Berdikari). Program ini telah membantu lebih dari 70 UMKM di Indonesia untuk meningkatkan kapabilitas dan daya saing mereka.
“SCG terbuka untuk kolaborasi dalam berbagi pengetahuan dan teknologi agar pelaku usaha, khususnya UMKM, dapat beradaptasi dan bertahan di tengah ketidakstabilan pasar global,” ujar Warit Jintanawan, Country Director SCG Indonesia.