Scroll untuk baca artikel
Industri

Penerapan Zero ODOL Bisa Naikkan Biaya Distribusi hingga Rp 5.990 Triliun per Tahun

53
×

Penerapan Zero ODOL Bisa Naikkan Biaya Distribusi hingga Rp 5.990 Triliun per Tahun

Sebarkan artikel ini
PPenerapan kebijakan Zero Over Dimension Overloading (Zero ODOL) dinilai berpotensi meningkatkan biaya distribusi secara signifikan. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Trisakti, kebijakan Zero ODOL diperkirakan dapat menyebabkan lonjakan biaya angkutan jalan hingga Rp 5.990,36 triliun per tahun

BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Penerapan kebijakan Zero Over Dimension Overloading (Zero ODOL) dinilai berpotensi meningkatkan biaya distribusi secara signifikan.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Trisakti, kebijakan Zero ODOL diperkirakan dapat menyebabkan lonjakan biaya angkutan jalan hingga Rp 5.990,36 triliun per tahun.

Suripno, dosen ITL Trisakti yang terlibat dalam penelitian ini, menjelaskan bahwa penerapan Zero ODOL mengharuskan pelaku logistik menambah jumlah armada truk secara signifikan untuk memenuhi kapasitas pengangkutan yang sebelumnya diakomodasi oleh truk ODOL.

“Konsekuensinya adalah biaya operasional meningkat tajam, infrastruktur jalan semakin terbebani, dan potensi kemacetan juga meningkat,” ungkapnya.

Riset tersebut menemukan bahwa rata-rata biaya angkutan truk ODOL saat ini berada di angka Rp1.084,3 per ton per kilometer.

Baca Juga :   PGE dan Zorlu Enerji Sepakati Studi Bersama Pengembangan Panas Bumi

Jika kebijakan Zero ODOL diterapkan, angka tersebut melonjak menjadi Rp2.933,8 per ton per kilometer—hampir tiga kali lipat.

Berdasarkan data populasi kendaraan dari Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), sebanyak 7,7 juta kendaraan tercatat pada tahun 2020, dengan 59% di antaranya merupakan kendaraan ODOL.

Lima Skenario Dampak Ekonomi

ITL Trisakti menyusun lima skenario untuk menganalisis dampak ekonomi penerapan Zero ODOL:

  1. Skenario 1 – ODOL 100% (Kondisi Saat Ini):
    Biaya tahunan truk mencapai Rp100,75 miliar, dengan inflasi harga konsumen hanya 7% dalam delapan tahun. Ini dianggap skenario paling efisien dari sisi ekonomi.
  2. Skenario 2 – ODOL 30%:
    Biaya meningkat menjadi Rp480,13 miliar per tahun. Dalam delapan tahun, terjadi inflasi harga konsumen sebesar 57%.
  3. Skenario 3 – Zero ODOL, Penindakan 50%:
    Total biaya truk melonjak ke Rp1,23 triliun, dan inflasi harga konsumen diperkirakan melebihi 90% dalam delapan tahun akibat ketidakmerataan penegakan aturan yang menciptakan risiko ekonomi bayangan (shadow economy).
  4. Skenario 4 – Zero ODOL, Penindakan 100%:
    Biaya sedikit menurun menjadi Rp861,18 miliar, namun tetap tinggi. Inflasi harga konsumen sebesar 87% dalam delapan tahun.
  5. Skenario 5 – Zero ODOL dengan Integrasi Antarmoda (Truk & Kereta):
    Biaya angkutan turun drastis menjadi Rp322,92 miliar. Inflasi harga konsumen diperkirakan 40% pada tahun pertama karena investasi awal, namun menurun menjadi hanya 5% di tahun-tahun berikutnya.
Baca Juga :   PT Synnex Metrodata Indonesia Resmikan Warehouse Phase 2 untuk Perluasan Kapasitas Logistik

Rekomendasi dan Catatan Kritis

Baca Juga :   Ericsson Mobility Report: 5G Ubah Strategi FWA Penyedia Layanan

Suripno menegaskan bahwa tanpa solusi konkret dari pemerintah, penerapan Zero ODOL dalam waktu dekat akan membebani industri logistik dan berisiko menaikkan harga barang di tingkat konsumen secara signifikan.

“Penerapan Zero ODOL mengakibatkan jumlah truk meningkat hampir dua kali lipat dari kondisi saat ini. Jika tidak ada strategi mitigasi seperti insentif atau integrasi antarmoda, maka beban biaya logistik akan terus menanjak dan berdampak sistemik pada inflasi nasional,” jelasnya.

Penelitian ini memberikan masukan penting bagi pemerintah untuk meninjau ulang roadmap Zero ODOL, termasuk mendorong kolaborasi lintas moda, kebijakan insentif, dan pemetaan ulang infrastruktur transportasi nasional.