BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Penyakit autoimun kini menjadi salah satu tantangan kesehatan yang semakin banyak ditemukan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Data Kementerian Kesehatan RI memperkirakan jumlah penderita autoimun di Tanah Air telah melampaui 2,5 juta orang. Angka ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap penyakit kronis yang menyerang sistem imun perlu semakin ditingkatkan.
Autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh keliru mengenali sel dan jaringan sehat sebagai ancaman, lalu menyerangnya. Kondisi ini dapat menimbulkan peradangan berkepanjangan, kerusakan organ, hingga gangguan fungsi tubuh.
Hingga kini, lebih dari 100 jenis penyakit autoimun telah teridentifikasi. Sebagian bersifat organ-spesifik seperti tiroid autoimun, sementara lainnya bersifat sistemik dan dapat memengaruhi kulit, sendi, paru, usus, saraf, hingga ginjal.
Faktor Penyebab Autoimun
Penyakit autoimun tidak muncul secara tiba-tiba. Kondisinya dipengaruhi kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan kondisi tubuh seseorang. Risiko autoimun diketahui lebih tinggi pada perempuan usia produktif, terutama jika memiliki riwayat keluarga dengan penyakit serupa.
Selain faktor keturunan, sejumlah pemicu lain yang dapat meningkatkan risiko autoimun meliputi:
- infeksi yang berlangsung lama
- stres kronis
- ketidakseimbangan hormon
- paparan polusi, zat kimia, dan asap rokok
- pola makan tidak seimbang
- gaya hidup kurang sehat
Kombinasi faktor-faktor tersebut dapat memicu reaksi imun berlebihan dan memunculkan gejala autoimun.
Tanda dan Gejala Autoimun
Gejala autoimun sangat bervariasi tergantung organ yang diserang, namun beberapa keluhan umum meliputi:
- kelelahan berat yang tidak membaik
- nyeri atau bengkak sendi
- ruam kulit, terutama bila sensitif terhadap matahari
- gangguan pencernaan berulang
- demam ringan berkepanjangan tanpa sebab jelas
Menurut dr. Syahrizal, banyak pasien terlambat terdiagnosis karena gejala tersebut sering dianggap keluhan biasa. Padahal, deteksi dini sangat penting agar kondisi tidak berkembang menjadi kronis.
“Jika seseorang merasakan keluhan berulang, segera konsultasikan ke dokter. Diagnosis autoimun memerlukan evaluasi menyeluruh, mulai dari riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, hingga tes laboratorium,” jelasnya.
Perempuan Lebih Berisiko Tinggi
Data Global Autoimmune Institute 2024 menunjukkan bahwa sekitar 78% penderita autoimun adalah perempuan, terutama berusia 15–44 tahun. Para ahli meyakini bahwa perbedaan biologis antar gender, termasuk keberadaan kromosom X tambahan serta pengaruh hormon estrogen, berperan besar dalam respons imun yang lebih aktif pada perempuan.
Tanpa pengelolaan yang tepat, autoimun dapat memicu komplikasi serius seperti:
- kerusakan organ permanen (ginjal, saraf, tiroid)
- risiko penyakit jantung meningkat
- gangguan kehamilan, termasuk keguguran
- dampak psikologis seperti kecemasan dan depresi
Penanganan Autoimun
Setelah diagnosis ditegakkan, dokter akan menentukan penanganan berdasarkan jenis autoimun dan tingkat keparahannya. Terapi dapat mencakup:
- pengaturan pola makan dan gaya hidup
- obat anti-peradangan
- imunoterapi
- terapi plasma exchange untuk kondisi tertentu
Tujuan utama terapi adalah menstabilkan sistem imun agar pasien dapat beraktivitas normal. Pendekatan terkini juga menekankan pentingnya istirahat cukup, olahraga teratur, manajemen stres, serta dukungan psikologis bagi pasien dan keluarga.
Layanan Autoimun Terpadu
Untuk memberikan layanan skrining, diagnosis, dan terapi secara komprehensif, Primaya Hospital Bekasi Barat menghadirkan Klinik Autoimun yang menangani berbagai jenis penyakit, seperti Rheumatoid Arthritis, Psoriasis dan Psoriatic Arthritis, Penyakit Tiroid Autoimun (Graves & Hashimoto), Lupus (SLE), Multiple Sclerosis (MS), Celiac Syndrome, Sjogren’s Syndrome, Spondilitis Ankilosa, serta kondisi autoimun lainnya.
Fasilitas klinik mencakup imunoterapi, tes alergi, terapi plasma exchange, pemeriksaan laboratorium, serta edukasi dan konseling untuk pasien dan keluarga.
Autoimun bisa menyerang siapa saja, tetapi perempuan di usia produktif menjadi kelompok paling berisiko. Jika Anda atau keluarga mengalami gejala berulang dan tidak membaik, konsultasi lebih awal dapat membantu mencegah komplikasi yang lebih serius.











