BISNISASIA.CO.ID, BALI – Dengan mengusung tema “Mendorong Pertumbuhan Ekonomi melalui Produk Lokal”. Acara Business Matching Belanja Produk Dalam Negeri (PDN) Tahun 2024 yang diselenggarakan di Bali, pada Kamis (7/3/2024), menjadi pintu gerbang bagi data kebutuhan belanja produk lokal yang tertuang dalam data Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut B. Pandjaitan, menggarisbawahi pentingnya penggunaan produk lokal sebagai salah satu cerita sukses dari langkah-langkah efisiensi pemerintahan saat ini.
Menko Marves Luhut, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Nasional P3DN, menjelaskan bahwa sebagai bagian dari evaluasi bersama, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah melakukan penilaian terkait kepatuhan belanja produk dalam negeri selama tahun 2023.
Meskipun tingkat kepatuhan masih memerlukan peningkatan, dari 460 Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/Pemda) yang dievaluasi, hanya 94 di antaranya yang dinilai memiliki tingkat kepatuhan yang cukup baik. Sementara itu, 366 instansi lainnya perlu memperbaiki proses perencanaan dan implementasi belanja produk dalam negeri di lingkungan internal masing-masing.
Berdasarkan catatan BPKP, ada beberapa hambatan utama dalam mencapai tingkat kepatuhan yang lebih baik. Untuk mengatasi hambatan tersebut, Menko Luhut menekankan pentingnya pelaksanaan tujuh langkah strategis.
Pertama, fokus pada perbaikan proses internal dan penguatan Tim P3DN. Kedua, belanja produk dalam negeri minimal mencapai 95 persen dengan memberikan prioritas pada produk dan merek lokal, serta menyusun rencana pengurangan impor dan mendorong pengembangan industri substitusi impor, terutama dalam sektor elektronika, alat kesehatan, dan alat utama sistem pertahanan.
Ketiga, mendorong proses phasing out Kartu Kendali Pembelian (KKP) dan phasing in ke Kartu Kredit Indonesia. Keempat, memudahkan dan meningkatkan sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dengan mengintegrasikan unsur hak kekayaan intelektual milik Warga Negara Indonesia serta produksi di dalam negeri.
Kelima, memanfaatkan Indeks Kepatuhan Belanja Produk Dalam Negeri sebagai sistem peringatan dini, serta dasar untuk memberikan insentif dan disinsentif. Keenam, menyusun panduan prioritas belanja produk dalam negeri bagi negosiator hutang luar negeri. Terakhir, mempercepat harmonisasi Rancangan Undang-Undang Pengadaan Barang/Jasa (RUU PBJ) dan menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Pemerintah (PP) turunannya. (saf/infopublik.id)