Scroll untuk baca artikel
Teknologi

95% Pemimpin Data Akui Tak Sepenuhnya Memahami Cara AI Mengambil Keputusan

2
×

95% Pemimpin Data Akui Tak Sepenuhnya Memahami Cara AI Mengambil Keputusan

Sebarkan artikel ini
Hampir seluruh pemimpin data global (95%) mengakui bahwa mereka tidak memiliki visibilitas penuh terhadap cara sistem kecerdasan artifisial (AI) mengambil keputusan.

BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Hampir seluruh pemimpin data global (95%) mengakui bahwa mereka tidak memiliki visibilitas penuh terhadap cara sistem kecerdasan artifisial (AI) mengambil keputusan.

Temuan ini terungkap dalam laporan terbaru “Global AI Confessions Report: Data Leaders Edition” yang dirilis oleh Dataiku, hasil survei independen The Harris Poll terhadap lebih dari 800 pemimpin data di delapan negara.

Laporan ini menyoroti kesenjangan serius antara adopsi AI yang semakin masif dan tingkat kepercayaan serta tata kelola yang belum matang. Meski 86% responden menyatakan AI telah menjadi bagian dari operasi sehari-hari, banyak organisasi masih menghadapi tantangan besar terkait explainability, governance, dan reliabilitas AI.

AI Akurat Tapi Tak Bisa Dijelaskan Dinilai Lebih Berisiko

Survei menunjukkan bahwa 80% pemimpin data menilai keputusan AI yang akurat tetapi tidak dapat dijelaskan lebih berisiko dibanding keputusan yang salah namun transparan.

Baca Juga :   Lapakgaming Battle Arena Ramaikan Dunia Gamers Indonesia

Namun ironisnya, hanya 19% organisasi yang selalu mewajibkan agen AI “menunjukkan proses kerja” sebelum disetujui untuk digunakan.

Akibat kekhawatiran tersebut, 52% responden mengaku menunda atau bahkan membatalkan penerapan agen AI tertentu karena persoalan keterjelasan dan akuntabilitas.

Kepercayaan Publik dan Internal Masih Rapuh

Beberapa temuan kunci lainnya mengungkap dilema kepercayaan terhadap AI:

  • 69% mengatakan saran bisnis dari AI sering dianggap lebih serius dibanding rekomendasi manusia
  • 59% melaporkan halusinasi atau ketidakakuratan AI telah menimbulkan masalah bisnis dalam setahun terakhir
  • 74% menyatakan akan kembali ke proses manual jika tingkat kesalahan AI melebihi 6%
  • 89% menegaskan ada fungsi bisnis tertentu yang tidak akan pernah mereka serahkan sepenuhnya kepada AI

Di sisi lain, 58% pemimpin data khawatir kerentanan pada kode yang dihasilkan AI merupakan “bom waktu” bagi bisnis.

Tekanan Besar di Pundak CIO dan CDO

Para pemimpin data berada dalam posisi yang semakin kompleks.

Baca Juga :   Casio Luncurkan Jam Tangan EDIFICE Edisi Spesial "TOM'S 50th Anniversary"

Sebanyak 46% menyebut CIO/CDO paling sering menerima pujian atas keberhasilan AI, namun 56% juga mengatakan merekalah yang paling mungkin disalahkan jika AI menyebabkan kerugian bisnis.

Tekanan ini berdampak langsung pada karier: 60% pemimpin data khawatir kehilangan pekerjaan jika AI gagal menunjukkan dampak nyata dalam dua tahun ke depan.

Kesenjangan Persepsi antara CEO dan Pemimpin Data

Laporan ini juga menyoroti jurang pandangan antara CEO dan pemimpin data. Hanya 39% responden menilai jajaran C-suite benar-benar memahami AI, sementara:

  • 68% percaya eksekutif melebih-lebihkan akurasi AI
  • 73% menilai C-suite meremehkan kompleksitas mencapai AI yang andal sebelum masuk tahap produksi

Kesenjangan ini dinilai menjadi salah satu alasan utama mengapa banyak proyek AI masih terjebak di fase proof-of-concept (POC). Bahkan, 56% pemimpin data memperkirakan akan ada CEO yang kehilangan jabatannya pada 2026 akibat strategi AI yang gagal.

Baca Juga :   Appdome Perkuat Pertahanan Aplikasi Seluler untuk Atasi Geo-Fraud

AI Perlu Beralih dari Hype ke Dampak Nyata

CEO Dataiku, Florian Douetteau, menegaskan bahwa tantangan utama AI bukan pada teknologi, melainkan pada kepercayaan dan tata kelola.

“Perusahaan di seluruh dunia sedang mempertaruhkan masa depan mereka pada sistem AI yang belum sepenuhnya mereka percayai. Kabar baiknya, sebagian besar kegagalan AI berasal dari hambatan yang bisa diatasi—melalui peningkatan keterjelasan, keterlacakan, dan tata kelola yang kuat. Di situlah AI bisa beralih dari sekadar hype menjadi dampak nyata bagi bisnis,” ujarnya.

Metodologi Survei

Survei dilakukan secara daring oleh The Harris Poll pada 20–29 Agustus 2025 terhadap 812 pemimpin data di Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Uni Emirat Arab, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan.

Seluruh responden berasal dari perusahaan dengan pendapatan tahunan minimal USD 1 miliar dan menjabat mulai dari level VP hingga C-suite.