Scroll untuk baca artikel
Industri

Ketua API: Indonesia Butuh Paradigma Baru untuk Percepat Industri Panas Bumi

4
×

Ketua API: Indonesia Butuh Paradigma Baru untuk Percepat Industri Panas Bumi

Sebarkan artikel ini
Di tengah urgensi transisi energi dan tekanan geopolitik global, Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Julfi Hadi, menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan pergeseran paradigma dan model bisnis baru dalam pengembangan energi panas bumi (geothermal) nasional.

BISNISASIA.CO.ID, BANDUNG – Di tengah urgensi transisi energi dan tekanan geopolitik global, Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Julfi Hadi, menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan pergeseran paradigma dan model bisnis baru dalam pengembangan energi panas bumi (geothermal) nasional.

Hal tersebut disampaikan dalam 14th ITB International Geothermal Workshop (IIGW) 2025 yang digelar Institut Teknologi Bandung, Senin (30/6).

“Sudah 30 tahun kita bicara soal potensi panas bumi, tapi pemanfaatannya baru 12%. Kita punya cadangan terbesar di dunia, tapi belum menjadi industri besar. Ini saatnya kita ubah pendekatan — teknologi baru, biaya lebih efisien, model bisnis progresif, dan revenue stream yang beragam,” ujar Julfi.

Baca Juga :   Pendapatan dan Laba Bersih Paradise Indonesia Kompak Tumbuh Positif di Kuartal I 2025

Industri Panas Bumi Butuh Lompatan Strategis

Dengan kapasitas cadangan mencapai 24 GW, Indonesia memiliki peluang menjadi pemimpin energi panas bumi dunia. Namun, realisasi kapasitas terpasang masih jauh dari optimal. API menargetkan kapasitas terpasang 3,8 GW pada 2029, melampaui target pemerintah 3,6 GW, dan 7,8 GW pada 2034.

Beberapa tantangan utama di antaranya:

  • Risiko eksplorasi tinggi
  • Biaya investasi awal (capex) besar
  • Keterbatasan transmisi dan distribusi
  • Ketidakpastian regulasi dan skema insentif

Julfi menekankan perlunya strategi staged development untuk menekan risiko eksplorasi serta adopsi teknologi baru seperti modular power plant, co-generation, dan electrical submersible pump untuk mempercepat commercial operation date (COD) dan meningkatkan efisiensi.

Baca Juga :   Zurich Syariah Bawa Strategi Baru Tingkatkan Kesadaran Generasi Muda akan Risiko dan Proteksi

Dorong Political Will dan Skema Insentif Inklusif

Menurut Julfi, dorongan nyata dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk menciptakan ekosistem panas bumi yang menarik bagi investor dan pengembang.

“Kita perlu political will dan skema insentif fiskal-nonfiskal yang workable. Saat ini API sedang berkolaborasi dengan Kementerian ESDM untuk merumuskan insentif dan tarif yang lebih efektif,” ungkapnya.

Dalam hal ini, model bisnis baru akan memungkinkan optimalisasi IRR, efisiensi produksi, dan penurunan capex-opex, sehingga mempercepat skala keekonomian proyek.

Supergrid dan Kesejahteraan Lokal Jadi Prioritas

Julfi juga menekankan urgensi penguatan infrastruktur, khususnya jaringan transmisi skala besar (supergrid), sebagai prasyarat suksesnya akselerasi geothermal nasional.

“Kalau supergrid terwujud, panas bumi bisa menjadi penggerak utama transisi energi dan ketahanan energi nasional.”

Baca Juga :   Hunian Super Premium Makin Langka, Sinar Mas Land Tawarkan 17 Unit Eksklusif di BSD City

Tak hanya aspek teknis dan komersial, kesejahteraan masyarakat lokal juga harus menjadi bagian dari kerangka pembangunan geothermal nasional. Menurut Julfi, energi panas bumi yang dikelola secara inklusif dapat menciptakan lapangan kerja, mendorong ekonomi desa, dan mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah.

Sinergi Multisektor Jadi Kunci

Menutup paparannya, Julfi menegaskan bahwa pengembangan panas bumi tidak dapat berdiri sendiri.

“Kita butuh sinergi regulator, pengembang, pemodal, akademisi, media, dan komunitas. Kalau ini bisa kita bangun, saya yakin panas bumi bisa menjadi pilar utama transisi energi Indonesia dan mesin pertumbuhan ekonomi hijau kita,” katanya.