BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Pandemi COVID-19 bisa dikatakan menjadi salah satu pengalaman yang paling tidak menyenangkan yang harus dihadapi para pelaku usaha tanpa memandang bulu. Baik pengusaha besar, tenar, ataupun lama, mengalami pukulan yang cukup berat di mana omzetnya turun drastis. Hal itulah yang dirasakan Ruth Nathania, COO pempek legendaris yang beroperasi lebih dari 33 tahun di kota Bandung yakni Pempek Rama.
“Pada awal pandemi tahun lalu, omzet sempat turun. Untungnya, beberapa bulan sebelum pandemi, kami sudah mulai lakukan adaptasi digital, dengan menerima pesanan via online, promosi sosial media, endorse influencer, dan lainnya. Semua kami lakukan karena kami paham kalau hanya mengandalkan cara lama, bisa tenggelam. Padahal, secara rasa dan kualitas, kami tahu produk kami lebih baik. Jangan sampai hanya karena kalah “viral”, bisnis jadi turun. Ketika pandemi melanda, Pempek Rama memang terdampak, namun tidak sampai turun apalagi gulung tikar,” kata Ruth.
Bagi sebagian besar pelaku usaha kuliner, turunnya omzet terjadi akibat kebijakan pembatasan aktivitas di luar rumah. Terlebih, model bisnis kuliner sebagian besar memang mengandalkan penjualan offline dan makan di tempat. Namun Ruth berpikir, logikanya, para pelanggan Pempek Rama tetap ada, mereka hanya tidak bisa pergi untuk santap langsung. Pemikiran ini membuatnya makin mantap transformasi bisnis digital harus dipercepat.
Namun, go-digital ternyata tidak sebatas promosi di media sosial. Perlu banyak strategi yang dipersiapkan agar hasil go-digital bisa sesuai harapan. “Kami merasakan sendiri manfaat digitalisasi selain bisa tetap menjaga pelanggan lama, kami juga bisa ekspansi ke pelanggan baru secara signifikan. Sebetulnya dalam digitalisasi itu yang paling vital adalah pada pengelolaan pencatatan transaksi, ya. Itu mengapa keberadaan aplikasi seperti Qasir ini sangat dibutuhkan. Terlebih di era sekarang ini, saat orang lebih berhitung dalam pengeluaran operasionalnya,” kata Ruth.
Dampak digitalisasi juga terbukti telah mengantarkan Pempek Rama membuka dua outlet cabang baru di Kopo dan Summarecon Bandung. CEO Qasir Michael Williem mengatakan kisah sukses Pempek Rama yang bisa bertahan bahkan melakukan ekspansi di era pandemi COVID-19 sangat bisa ditiru banyak usahawan lainnya, kuncinya mau beradaptasi dan membuka diri untuk berinovasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggannya. Perlu diingat pula, hampir semua perusahaan besar yang ada sekarang berawal dari UMKM. Michael sendiri sudah sangat akrab dengan kisah perjuangan UMKM mempertahankan usahanya di tengah tantangan seperti persaingan dan krisis karena ia dibesarkan oleh orangtua yang juga menjalankan usaha mikro.
Michael mengatakan channel berdagang digital memang bisa membuka pintu peluang usaha bagi siapa pun. Kesadaran akan pentingnya go-digital juga sudah mulai marak dilakukan para pelaku UMKM baik pemain lama ataupun pemain baru yang mencoba peruntungan berusaha di tengah pandemi. Hal tersebut terlihat dari jumlah pengguna yang meningkat hingga lima kali lipat selama periode awal pandemi hingga saat ini dengan transaksi tercatat yang sebelumnya hanya di sekitar Rp 200 miliar menjadi lebih dari Rp 1 triliun.
Hingga kuartal pertama 2021, merchant Qasir didominasi oleh 76 persen usahawan di sektor kuliner, 16 persen pengusaha fashion dan sekitar 8 persen di bisnis salon dan kecantikan. Adapun lokasi terbanyak usahawan Qasir terbesar saat ini di area Jawa Barat 31 persen, Jawa Timur 26 persen, dan 21 persen masing-masing di area Jabodetabek dan Jawa Tengah.
Michael melanjutkan, pelaku UKM perlu mawas diri terhadap makna go-digital. “Go-digital bukan cuma soal iklan di media sosial dan marketplace, tapi mencakup keseluruhan strategi bisnis. Apakah sudah ada rekanan kurir yang baik, apakah kemasannya tahan banting ke area jarak jauh, kualitas rasa dan bentuk apakah bisa dijamin. Go-digital juga membuat persaingan lebih berat karena semua orang bisa masuk. Berdasarkan riset yang kami lakukan, untuk bisa survive setidaknya empat strategi penting yang dilakukan,” lanjut Michael.(BA-04)