BISNISASIA.CO.ID, JAKARTA – Bank Indonesia menurunkan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,5%, sesuai ekspektasi pasar. Suku bunga acuan telah turun sebesar 150bps sejak awal tahun dan mencapai titik terendah sejak resmi dinyatakan sebagai suku bunga acuan lima tahun lalu. Tahun 2020 ditutup dengan pertumbuhan lemah (2020: -2,1% secara tahunan), dan inflasi secara konsisten berada di bawah target, yang kemungkinan mendorong BI menurunkan suku bunganya, serta memanfaatkan peluang dari nilai rupiah, yang relatif stabil.
Penilaian ekonomi: Dengan mempertimbangkan beban kasus Covid-19, yang terus meningkat, proyeksi BI terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) untuk 2021 diturunkan dari 4,8-5,8% ke 4,3-5,3% (DBS: 4,0%). Perkiraan pertumbuhan kredit dipangkas dari 7-9% menjadi 5-7%, sementara langkah tambahan telah dilakukan, seperti: a) penurunan uang muka menjadi 0% untuk kredit otomotif dan properti; namun bank atau lembaga keuangan dengan rasio NPL di atas 5% tetap membutuhkan uang muka 10%, tergantung pada ukuran properti dan jenis kendaraan; b) dalam upaya memulai agenda transmisi kebijakan, “Assessment of Policy Rate Transmission to Prime Lending Rates in the Banking Industry” akan diterbitkan untuk meningkatkan tata kelola, transparansi, disiplin pasar, dan persaingan di pasar kredit.
Panduan kebijakan: DBS melihat adanya sedikit pergeseran arah kebijakan- karena ruang untuk pemotongan lebih lanjut dipandang terbatas dibanding sebelumnya. Terkait dengan Rupiah, pembuat kebijakan berpendapat bahwa mata uang “pada dasarnya dihargai di bawah nilai sebenarnya”, didukung oleh keseimbangan eksternal, tren inflasi, yang menguntungkan, dan likuiditas domestik, yang menarik, di tengah likuiditas global, yang melimpah. Sejak tahun lalu, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS agak negatif, berlawanan dengan kecenderungan Yuan Cina namun tetap lebih baik jika dibandingkan dengan Rupee India dan mata uang pasar berkembang dengan volatilitas tinggi lain.
Perkiraan: Ekonom DBS memperkirakan kebijakan yang sudah ada saat ini akan dipertahankan sampai akhir tahun, dengan memperhatikan kurva pandemi. Dalam catatan DBS Group Research, Stacking up Indonesia’s policy stance against other EMs, Ekonom DBS menyatakan bahwa bank sentral telah menjaga kredibilitasnya dengan baik, yang ditunjukkan dengan penurunan ekspektasi inflasi sejalan dengan waktu. Hal ini memungkinkan target inflasi BI turun sejalan dengan waktu ke kisaran 2-4% saat ini.
Tahun ini, kecenderungan BI untuk mendorong pertumbuhan kemungkinan akan dilakukan melalui langkah-langkah non-suku bunga, seperti, penyediaan likuiditas, kebijakan makroprudensial, dorongan untuk transmisi suku bunga, dan peran pendukung di pasar obligasi, seperti tahun lalu. Dalam siaran persnya pada bulan Januari, bank sentral menegaskan kembali rencana pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana, yang bertujuan untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021.
Terkait yang terakhir, BI telah membeli obligasi senilai Rp40,8 triliun di pasar perdana pada pertengahan Februari, 45% diantaranya melalui pembelian langsung (private placement). Kepemilikan bruto bank sentral atas obligasi pemerintah meningkat menjadi 22,7% dari total obligasi beredar, ini mendekati porsi investor asing, yang sebesar 25%, pada akhir 2020. Dengan penerbitan obligasi neto (bersih) tahun 2021 dipatok lebih dari Rp1.000 triliun, kehadiran aktif pemain domestik akan diperlukan untuk memastikan kelancaran program pinjaman. Investor asing telah kembali ke pasar utang sejak triwulan ke-4 tahun lalu dibandingkan dengan arus keluar pada triwulan ke-1 2020.
Terkait suntikan likuiditas melalui pelonggaran kuantitatif terhadap industri perbankan, dukungan yang diberikan mencapai 750,4 triliun Rupiah (~4,9% dari PDB), dengan 727 triliun Rupiah merupakan anggaran untuk tahun lalu dan sisanya untuk 2021. BI juga terus menekankan perlunya transmisi kebijakan yang dipercepat karena jurang lebar antara tingkat suku bunga deposito berjangka pendek satu bulan, suku bunga kebijakan dan suku bunga dasar.
Faktor yang perlu diperhatikan:
Meskipun ada cukup ruang pada tingkat suku bunga riil, perhatian juga akan tertuju pada imbal hasil surat berharga pemerintah AS, yang telah meningkat tajam sejak awal tahun seiring dengan penguatan dolar AS. Sejak posisi terendah pada awal Januari, imbal hasil obligasi RI bertenor 10 tahun dan 2 tahun (generik) meningkat ~60bps- 80bps. Satu-satunya risiko dari perkiraan kami terhadap kebijakan suku bunga yang tidak berubah untuk 2021 adalah lonjakan tak terduga dalam beban kasus Covid-19. Jika tidak, kebijakan fiskal diharapkan berperan lebih besar dalam mendorong pertumbuhan tahun ini, bersama dengan dukungan dari bank sentral.
Yang menggembirakan, penularan Covid-19 harian turun mencapai seperempat hingga pertengahan Februari, bersamaan dengan penurunan tingkat pemanfaatan tempat tidur (bed occupancy rate), tetapi tingkat kematian dan kepositifan tetap tinggi, membuat pihak berwenang tetap waspada.
Peluncuran vaksinasi terus berlanjut (~1,2 juta telah menerima suntikan pertama), dengan diskusi yang sedang berlangsung untuk memungkinkan perusahaan swasta mendanai dan mendistribusikan dosis untuk mempercepat proses inokulasi.(BA-04)