JAKARTA, BISNISASIA – Survei yang dilakukan secara daring pada 3.000 UKM di 22 provinsi menemukan sebanyak 78% responden mengaku mengalami penurunan omzet, dengan kategori yang terbesar terdapat pada penurunan lebih dari 20% (67,50%).

Penurunan yang ada terjadi hampir menimpa seluruh bidang usaha.

Dalam data, terdapat 3 jenis usaha yang mengalami dampak paling besar adalah kuliner (43,09%), jasa (26,02%), dan fashion (13,01%).

Meski mayoritas responden melakukan pemasaran secara online dan offline (63,40%), hal ini tetap tidak dapat memperbaiki kegiatan usaha yang ada, karena efek pandemi yang menyeluruh dan mengakibatkan menurunnya daya beli konsumen.

Survei dilakukan Paper.id berkolaborasi dengan SMESCO dan OK OCE bertajuk “Dampak Pandemi COVID-19 terhadap UMKM.

Dampak penurunan omzet diikuti oleh terhambatnya kegiatan operasional dan finansial usaha.

Program Beasiswa LINE Developer Academy 2020 untuk Pengembangan Talenta Digital

Sebanyak 65% responden mengalami masalah pada kegiatan usaha, seperti usaha harus tutup sementara, kesulitan adaptasi WFH, serta 24% masalah operasional bersumber dari pelanggan seperti menurunnya daya beli konsumen.

Survei juga menunjukkan responden mengalami masalah finansial.

Sebanyak 68% responden mengalami masalah keuangan internal, seperti kenaikan biaya operasional untuk protokol kesehatan (masker dan hand sanitizer), dan harus menggunakan modal kerja pribadi.

Sementara itu, 26% responden mengaku kesulitan dalam mengajukan pinjaman ke bank.

Masalah pandemi COVID-19 tidak menghalangi kreativitas para pelaku usaha untuk mencari solusi agar usaha tetap dapat berjalan.

Berdasarkan hasil data yang ada, mayoritas responden memilih untuk mencari pasar baru (23,93%). Sementara itu, 13,44% responden memilih untuk melakukan pivot bisnis atau menjual produk baru.

CEO dan Co-Founder Paper.id, Jeremy Limman mengatakan, pandemi ini memberikan dampak kepada ekosistem bisnis di dunia, tapi saya percaya pandemi akan mendorong kreativitas para pelaku usaha untuk membuat inovasi yang baru.

Contohnya seperti, krisis finansial di tahun 2008 yang akhirnya memunculkan fintech.

“Saya optimis sekali, pandemi ini akan melahirkan banyak tren bisnis baru, asalkan para pelaku usaha mau beradaptasi dengan keadaan dunia yang baru,” katanya.

Dari beberapa wawancara yang telah dilakukan, responden mengaku menjual barang-barang yang sedang laku di pasaran seperti masker atau produk kesehatan.

Sampoerna Perkuat Sinergi bersama Gerakan Pakai Masker

Sebanyak 8,52% responden juga mengatakan bahwa, mereka memutuskan untuk melakukan ekspansi bisnis.

Mirah Ayu selaku Kepala Seksi (KASI) Humas SMESCO Indonesia menambahkan bahwa “bidang usaha terkait kebutuhan dasar dan kesehatan serta segala usaha berbasis digital baik produk jasa maupun cara penjualannya akan makin banyak diminati seperti Frozen food, minuman herbal, hand sanitizer, masker, serta travel kit untuk menunjang gaya hidup masyarakat yang mobile sepertinya akan paling banyak dicari baik saat dan setelah pandemi”.

Terkait tingkat optimisme pelaku usaha dalam menghadapi pandemi, data terbagi menjadi dua bagian.

Bagian pertama, dengan tingkat optimisme dibawah satu tahun sebanyak 67,32% dan diatas satu tahun dengan 32,68%.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah langkah pemulihan yang perlu dilakukan pelaku UMKM agar usaha kembali normal.

Indra Cahya Uno selaku pendiri dari OK OCE mengatakan selama pandemi, kita sudah terbiasa dalam menghadapi tantangan-tantangan yang ada, contohnya protokol kesehatan.

Kebiasaan ini tidak akan luntur pasca pandemi dan dia akan terus melekat.
“Tantangan-tantangan tersebut akan dapat kita hadapi jika kita saling membantu untuk mengubah tantangan menjadi peluang usaha yang baru,” kata Indra. (ba-01)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini